Caption foto: Tim Kofakaha USK yang terjun melakukan pendataan terumbu karang di Pantai Benteng Inong Balee Aceh Besar. Dok. Kofakaha USK (WARTAPALA INDONESIA, KP ACEH)
Wartapalaindonesia.com, ACEH – Konservasi Fauna Kedokteran Hewan (Kofakaha) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Aceh melakukan pendataan terumbu karang di Pantai Benteng Inong Balee Aceh Besar, Minggu (4/4/2021).
“Kegiatan kali ini merupakan kegiatan yang ke-4 kalinya diadakan guna melihat perkembangan terumbu karang di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar” ungkap Ketua Umum Kofakaha, Riski Aprianda.
Lanjutnya, dikutip dari situs resmi Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia Loka Pengelolaan SD Pesisir dan Laut Serang Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, definisi terumbu karang adalah ekosistem karang yang membentuk struktur kalsium karbonat.
Karang adalah hewan invertebrate (tak bertulang belakang) laut yang hidup dalam koloni padat. Dari segi klasifikasi ilmiah, terumbu karang termasuk dalam kelas Anthozoa dan memiliki cara hidup dengan bersimbiosis dengan alga zooxanthellae dan memiliki kemampuan berfotosintesis serta menghasilkan deposit CaCo3/kalsium karbonat.
Data dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ekosistem terumbu karang terluas di dunia (2,5 juta hektar), tetapi hanya tinggal sedikit saja (6,20%) dalam kondisi yang masih sangat bagus, Terumbu karang sendiri memiliki sedikitnya 5 (lima) tipe, yakni karang dengan bentuk bercabang/branching, tipe daun/foliose, tipe padat/massive, tipe meja/tabulate, dan tipe kerak/encrusting.
“Tipe yang ditemukan di dasar laut pantai yang diteliti oleh Kofakaha di pantai Benteng Inong Balee berupa tipe padat/massive, tipe daun/foliose dan tipe meja/tabulate.” jelasnya.
Pendataan dilakukan dengan menggunakan bagan Coral Health Chart (CHC) yang memiliki aneka warna. Zat warna akan kembali seperti semula jika lingkungan dan habitat karang tersebut kembali pulih dan artinya, perairan laut tersebut membaik.
“Warna pada bagan memberikan gambaran tentang kesehatan ekosistem terumbu karang dan perairan laut yang diteliti. Jika warna karang tidak terdapat dalam bagan, maka karang tersebut dapat dipastikan mengalami stress” kata Riski.
Riski mengklaim, beberapa faktor yang merusak ekosistem terumbu karang diakibatkan oleh pemanasan global, adanya sampah limbah plastik atau sampah rumah tangga serta ampas pabrik.
“Meskipun demikian, karang yang rusak dapat kembali hidup akan tetapi membutuhkan waktu lama bahkan ada yang dapat mencapai ribuan tahun.” katanya.
Masih dari sumber LIPI, meski secara fisik karang sangat kokoh, di sisi lain karang juga memiliki kerapuhan yang tinggi dan mudah hancur.
“Kita dapat menjaga kebersihan pantai dengan tidak membuang sampah ke laut guna menjaga terumbu karang dan ekosistem di bawah air tetap terpelihara dengan baik” harapannya.
Kontributor || KP ACEH
Editor || Soprian Ardianto, WI 200136
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)