Oleh : Hery Chen
Ketua Dewan Kehormatan IGREEAC
Wartapalaindonesia.com, EDUKASI – Apakah Organisasi Pencinta Alam-OPA umum saat ini masih relevance-related dengan kondisi kekinian? Apakah masih cukup menarik di kalangan generasi millennial dan Gen Z untuk diikuti sebagai medium atau wadah pembentukan karakter & penyaluran minat beraktivitas di alam bebas sesuai nilai-nilai di Kode Etik Pencinta Alam Indonesia?
Sejauh mana sih eksistensi OPA umum saat ini masih bertahan di era social media dan digitalisasi saat ini? Bagaimana cara menjaga eksistensi OPA umum agar tetap menarik untuk diikuti khususnya oleh generasi muda saat ini? Kegiatan alam bebas – petualangan hanya sekedar aktivitas hura-hura dan wisata belaka & tidak terkoneksi dengan Kode Etik Pencinta Alam sama sekali?
Ada beberapa pertanyaan lainnya yang juga muncul terkait konteks di atas di benak penulis. Jika kita melihat atmosphere atau euphoria aktivitas petualangan maupun kegiatan pelestarian lingkungan di social media, hype & trend-nya masih sangat tinggi. Pameran outdoor gears seperti Indofest sangat ramai dikunjungi para penggemar kegiatan petualangan & alam bebas. Pendakian-pendakian gunung ramai dilakukan berbagai kalangan terlepas dari memang hobi dan minatnya atau sekedar FOMO agar bisa ber-content ria di social media-nya. Demikian juga aktivitas petualangan atau alam bebas lainnya, termasuk komunitas-komunitas yang melakukan kegiatan konservasi lingkungan atau penanganan sampah dan lainnya.
Persoalannya adalah apakah OPA khususnya yang berskala umum saat ini masih ikut berperan dalam euphoria ini, seperti beberapa pertanyaan di atas? Sebagai catatan OPA berskala umum bisa dikatakan organisasi yang tidak bernaung di institusi kampus maupun sekolah. Organisasi yang independent dan dapat diikuti oleh semua kalangan masyarakat tanpa ada pembatasan tertentu, sesuai aturan di masing masing organisasi. Sebagai contoh kita bisa sebut Indonesian Green Ranger-IGREEAC, Wanadri dan yang lainnya yang ada di berbagai daerah. Pada tahun 1990-an sampai dengan 2000-an awal, IGREEAC termasuk salah satu organisasi pencinta alam yang sangat aktif dalam kegiatan pelestarian lingkungan berupa Operasi Bersih Gunung atau Penanaman Pohon.
Jika kita mengacu ke pertanyaan-pertanyaan di atas, maka ada indikasi bahwa OPA umum saat ini menghadapi tantangannya sendiri dalam menjaga eksistensinya masing masing. Dari pandangan penulis, setidaknya ada 3 hal yang menjadi tantangan OPA umum untuk bisa tetap eksis dan relevance dengan kondisi kekinian, yaitu:
- Bagaimana menarik minat Gen Y & Gen Z untuk mau menjadi anggota OPA sebagai bagian dari proses kaderisasi organisasi. Tanpa kaderisasi maka organisasi bisa dipastikan akan mati seiring berjalannya waktu.
- Digitalisasi dan trend social media, yang memudahkan akses setiap orang khusus generasi muda untuk mendapatkan informasi apa pun bahkan membentuk komunitas mereka sendiri, sehingga pada akhirnya mereka tidak membutuhkan OPA untuk belajar, menyalurkan minatnya sekaligus bisa tampil eksis dengan cara dan style mereka sendiri. Jika OPA tidak mampu memberikan konteks akan keberadaan, maka hanya soal waktu OPA akan ditinggalkan dan tidak diminati lagi.
- Social impact. Di mana di era saat ini setiap institusi dalam bentuk apa pun termasuk OPA, harus mampu memberikan pengaruh sosial ke lingkungan dan masyarakat termasuk ke anggota-anggotanya, yang berujung pada kesejahteraan, selain soal penyaluran hobby dan minat berkegiatan di alam terbuka, yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Mungkin ada tantangan tantangan lainnya, tapi setidaknya 3 issue ini, harus bisa dijawab oleh OPA umum, agar keberadaannya tetap relevan dan terjaga. Sehingga visi, peran dan fungsi OPA umum sesuai nilai-nilai yang terkandung di Kode Etik Pencinta Alam yang disahkan dalam Forum Gladian IV di Ujung Pandang tanggal 28 Januari 1974, dapat diimplemenstasikan secara konkrit.
Jika kita melihat lebih dalam nilai-nilai Kode Etik Pencinta Alam, maka setidaknya ada 4 visi dan 1 misi yang menjadi kepentingan OPA untuk dicapai dan dijalankan. kurang lebih visinya meliputi:
- Nilai Religiusitas, bagi para anggotanya
- Konservasi Alam dan Lingkungan Hidup
- Nilai Nasionalisme
- Persaudaraan dan Respect
Ke-4 visi ini bisa dicapai melalui misi berkegiatan di alam bebas dan sosial kemasyarakatan dalam berbagai bentuk aktivitas. Dengan melihat tantangan tantangan tersebut dan visi OPA sesuai Kode Etik Pencinta Alam yang hendak diwujudkan, maka mindset pelaku pelaku OPA umum saat ini harus menyesuaikan dengan kondisi zaman dan mulai mempersiapkan konsep OPA yang up to date.
Jika OPA ingin menjaga eksistensinya, maka ada unsur-unsur yang harus dimiliki oleh setiap OPA, yang tidak bisa dihindari, harus dilakukan dan menjadi modal dasar dari setiap organisasi, yaitu:
- SDM berkualitas, ini terkait dengan sistem kaderisasi anggota, untuk membentuk penerus penerus organisasi. Proses peneriman anggota baru dan Pendidikan Dasar menjadi bagian yang penting. Pada akhirnya roda penggerak utama organisasi adalah SDM-nya yang kreatif.
- Logistik organisasi dan support system, temasuk dukungan financial yang memadai agar organisasi dapat melaksanakan program-programnya.
- Program Kerja, organisasi harus bisa menyelenggarakan kegiatan kegiatan bagi anggota-anggota dalam berbagai bentuk aktivitas, sehingga roda kehidupan organisasi tetap bergerak dan memberikan manfaat ke banyak pihak.
Ke-3 modal dasar ini menjadi bagian penting dalam menjaga eksistensi OPA dan menentukan konsep baru OPA ke depannya. Menurut pandangan penulis, dalam konsep baru OPA, berdasarkan modal dasar di atas, maka ada hal-hal yang harus dilakukan dan menjadi bagian atau program dari OPA di era kekinian:
- Pembentukan karakter Religius dan Nasionalis, dari kader kadernya berbasis skill dan knowledge berkegiatan di alam bebas termasuk pemahaman dan pengetahuan tentang digitalisasi dan social media. Technology Digital tidak bisa dibendung dan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan organisasi. Konsep dan model Pendidikan Dasar serta kurikulum dan materi pendidikan pembinaan kader menjadi hal penting dalam konteks ini, termasuk aktifitas alam bebasnya.
- Menciptakan lapangan kerja. OPA ke depannya harus bisa menghidupi dirinya sendiri termasuk memberikan kesejahateraan bagi anggota-anggotanya. Dengan demikian OPA bisa menjalankan program-programnya, dan tidak menjadi beban bagi anggotanya. OPA tidak lagi hanya sekedar menjadi wadah penyaluran hobi dan minat saja, tapi juga bisa memberikan social impact ke lingkungan sekitarnya.
- Konservasi dan Pelestarian Lingkungan Hidup. OPA menjadi motor penggerak program-program konservasi lingkungan hidup di masyarakat.
Jika poin-poin ini bisa dilaksanakan, maka OPA umum akan mampu menjaga relevansi dan menjawab tantangan tantangan saat ini maupun ke depan. OPA akan tetap related dengan kondisi era kekinian. Berbeda dengan organisasi Mapala atau Sispala, yang bernaung di bawah kampus dan sekolah, yang mungkin memberikan mereka lebih banyak kemudahan dalam berkegiatan, dukungan dana maupun kaderisasi. Sebaliknya OPA umum harus lebih kreatif dalam mensiasati masalah dan tantangannya secara mandiri. Tentu tidak akan mudah untuk dilaksanakan. Perlu penjelasan turunan yang lebih dalam dan detail dari poin-poin di atas. Tapi itulah tantangan yang harus dihadapi OPA saat ini.
OPA yang tidak dapat menghadapi tantangan jaman, akan stagnan. Zero growth, tidak bertumbuh dan tidak berkembang. Antara ada dan tiada. Seolah mati segan hidup tak mau. Dan yang paling menyedihkan, ketika OPA terjebak pada kondisi nostalgia romantisme kejayaan masa lalu yang semu.
OPA harus bisa menghidupi dirinya sendiri, dan orang-orang di dalamnya, melalui program-program kerjanya. Dengan result yang konkrit. Terukur secara kuantitatif, tidak hanya sekedar kualitatif. Ada relasi 2 arah, antara kepentingan organisasi dan anggotanya. Yang pada akhirnya nanti akan membentuk dan membangun sikap dedikasi dan loyalitas anggota.
Organisasi harus bisa memberikan manfaat ke anggotanya, dalam bentuk apa pun. Investasi ke anggota pada akhirnya nanti akan ber-impact kepada kontribusi anggota ke organisasi. Demikian juga sebaliknya.
Dengan demikian, keberadaan organisasi menjadi tetap relate dan tetap relevan, dalam kondisi apa pun, kapan pun. Hal ini yang menjaga eksistensi organisasi agar bisa tetap bertumbuh dan berkembang, saat ini maupun di masa depan.
Kurang lebih, seperti inilah konsep baru OPA, yang sebaiknya mulai dipersiapkan dan dikembangkan dari saat ini. Khususnya terkait OPA umum. Sehingga OPA dapat tetap eksis, related dan mampu beradaptasi dengan tantangan jaman, di era kekinian. Keep stay relevance, now dan forever. (HC).
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)