Menyelamatkan Hutan Mangrove dan Menyelamatkan Pesisir

Oleh : Nurzannah Ferbina br Sembiring & Nurhabli Ridwan
Anggota Genetika FP UISU & Alumni GLI

 Wartapalaindonesia.com, EDUKASI – Struktur geografis negara Indonesia yang kepulauan menjadikan sebagai wilayahnya maritim, dengan jumlah pulau terdiri dari 17.508 pulau dan membentuk garis pantai mencapai 81.000 km2 yang mengelilingi seluruh wilayah Indonesia, hal ini dapat diartikan bahwa 2/3 wilayah Indonesia merupakan perairan.

Wilayah perairan akan membentuk kawasan pesisir dan pantai di mana terjadi aktifitas manusia secara aktif. Potensi wilayah pesisir sangat besar baik potensi hayati dan nonhayati, pengembangan dilakukan cenderung untuk menunjang sektor perekonomian dan lingkungan seperti pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, serta pariwisata berwawasan lingkungan atau ekowisata.

Mangrove adalah hutan intertidal yang sangat produktif yang terdapat di sepanjang pantai tropis, subtropis, dan beberapa pantai beriklim sedang. Mereka mendukung berbagai macam barang dan jasa ekosistem dan memiliki tempat penting dalam agenda mitigasi dan adaptasi iklim internasional.

Hutan magrove merupakan sekumpulan pepohonan yang tumbuh di area sekitar garis pantai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut, serta berada pada tempat yang mengalami akumulasi bahan organik dan pelumpuran.

Hutan mangrove yang juga biasa dikenal dengan sebutan hutan bakau, merupakan sebuah ekosistem yang bersifat khas karena adanya aktivitas daur penggenangan oleh pasang surut air laut. Pada habitat ini hanya pohon mangrove / bakau yang mampu bertahan hidup dikarenakan proses evolusi serta adaptasi yang telah dilewati oleh tumbuhan mangrove.

Panjangnya pantai timur Sumatera Utara dari Kabupaten Langkat sampai ke Labuhanbatu Selatan adalah 314 kilometer, dengan luas yang mencapai 47.499 hektar, yang meliputi hutan kawasan lindung dan konservasi.

Dengan demikian, memang sudah seharusnya wilayah pantai di Sumatera Utara juga ditumbuhi dengan pohon bakau.

Namun, pada tahun 2020 sempat mengalami penyusutan, dalam waktu tiga dekade sebanyak 60 persen. Degradasi hutan bakau di Sumatera Utara karena adanya peralihan fungsi menjadi tambak ikan serta udang, perkebunan kelapa sawit, hingga penebangan liar yang dilakukan sejumlah oknum dengan tujuan menjadikan bahan dasar pembuatan arang.

Fenomena ini terbilang miris karena pada dasarnya mangrove bukanlah sembarang hutan yang semak, melainkan mempunyai berbagai macam manfaat khususnya bagi masyarakat.

Penyusutan lahan terjadi di beberapa wilayah. Akan tetapi, daerah yang beralih fungsi lahan terluas terdapat di daerah Labuhan Batu, Serdang Bedagai, dan Deli Serdang.

Pada Juli 2023 – Juli 2024 Nurzannah Ferbina br Sembiring anggota Generasi Pencinta Kelestarian Alam (Genetika) Fakultas Pertanian UISU Medan yang juga Alumni Pendidikan Green Leadership Indonesia (GLI) Bacth 2 binaan Balai Besar KSDA Sumatera Utara, ikut serta dalam melakukan pengabdian masyarakat selamatkan hutan mangrove yang menyelamatkan pesisir kita di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Program ini melibatkan mahasiswa fakultas pertanian UISU Medan, masyarakat dan stakeholder terkait.

Hutan mangrove memiliki dampak yang sangat besar bagi lingkungan hidup kita diantarnya:

  1. Sebagai tumbuhan yang mampu menahan arus air laut yang mengikis daratan pantai, dengan kata lain tumbuhan mangrove mampu untuk menahan air laut agar tidak mengikis tanah di garis pantai.
  2. Sebagaimana fungsi tumbuhan yang lain, mangrove juga memiliki fungsi sebagai penyerap gas karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2).
  3. Hutan mangrove memiliki peran sebagai tempat hidup berbagai macam biota laut seperti ikan-ikan kecil untuk berlindung dan mencari makan. Selain binatang laut, bagi hutan mangrove yang ruang lingkupnya cukup besar sering terdapat jenis binatang darat di dalamnya seperti burung.

Dari beberapa peran hutan bakau yang telah dipaparkan di atas, tentunya hal yang paling esensial bagi kelangsungan hidup kita adalah fungsi hutan mangrove sebagai penghasil oksigen (O2) dan penyerap gas karbondioksida serta sebagai pencegahan abrasi.

Rusaknya hutan mangrove dapat mengakibatkan hilangnya fungsi-fungsi tersebut. Bayangkan jika hutan rusak, tak ada lagi sesuatu yang mampu menghasilkan oksigen (O2) untuk kita bernapas, tidak ada lagi sesuatu yang dapat menyerap gas (CO2) yang merupakan gas racun dan berbahaya bagi tubuh manusia, serta tak ada lagi suatu pertahanan kokoh yang mampu menahan laju abrasi.

Mengingat begitu pentingnya hutan mangrove bagi kelangsungan lingkungan hidup kita, perlu adanya solusi untuk penanggulangan masalah yang selama ini terjadi pada hutan mangrove.

Solusi yang dapat kita lakukan diantaranya :

  1. Edukasi / penyuluhan kepada masyarakat agar sekiranya mereka tahu seberapa penting mangrove bagi keberlangsungan hidup masyarakat sehingga tidak lagi melakukan penebangan untuk dijual. Namun, di samping itu juga tetap dicari solusi agar masyarakat punya sumber penghasilan lain.
  2. Perlu adanya lahan konservasi terhadap hutan mangrove dalam rangka penjagaan dan pelestarian hutan agar fungsi-fungsi mangrove dapat dioptimalkan sebaik mungkin.
  3. Melakukan reboisasi atau penanaman kembali terhadap hutan mangrove yang telah rusak. Dalam hal ini perlu adanya keterlibatan antara pemerintah, warga dan semua stakeholder serta anak muda secara teknis dalam pelaksanaan reboisasi.
  4. Perlu adanya manajemen tata ruang yang baik terhadap wilayah pesisir pantai berhutan mangrove, sehingga dapat berpotensi ekonomis dalam hal pariwisata. Provit yang diperoleh dari wisata alam ini dapat digunakan untuk keterbutuhan pelestarian mangrove.
  5. Sanksi hukum yang tegas terhadap siapapun yang merusak kelestarian hutan mangrove.

Mangrove sangat dibutuhkan, tapi mau bagaimanapun pertumbuhannya membutuhkan waktu yang lama. Jadi, edukasi yang diberikan kepada masyarakat merupakan upaya dalam pencegahan kerusakan kembali.

Pada kenyataannya, sebuah upaya tidak akan menghasilkan apa-apa jika hanya sebagian pihak yang berusaha, melainkan membutuhkan kerja sama dari semua kalangan. Dalam hal ini, masyarakat menjadi kunci penting pada pelestarian mangrove. Bersama-sama mempertahankan posisi Sumatera Utara sebagai pemilik hutan mangrove terbesar ketiga di Indonesia. Lagi pula, dampak baik-buruknya akan kembali lagi pada masyarakat.

Jadi, semua tergantung dari bagaimana kesadaran masyarakat Sumatera Utara dalam menjaga hutan mangrove tersebut. Kelestarian lingkungan hidup amatlah penting bagi kita.

Menjaga mangrove merupakan bagian dari tindakan nyata atas kepedulian kita terhadap lestarinya alam dan kehidupan. Mulai dari diri sendiri, marilah jaga lingkungan demi hidup dan kehidupan. (n&n).

Foto || Genetika
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.