Oleh : Nandang Prihasdi, S.Hut., M.Sc dan Dewi Rahayu Purwa Ningrum
Direktur PJLKK Direktorat Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Wartapalaindonesia.com, EDUKASI – Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari keanekaragaman hayati, keindahan alam, hingga keanekaragaman ekosistem yang langka. Sebagian dari kelimpahan dan keanekaragaman hayati tersebut, dapat ditemukan di Taman Nasional (TN) dan Taman Wisata Alam (TWA) sebagai bagian dari kawasan pelestarian alam.
Indonesia memiliki 56 TN dan 134 TWA yang tidak hanya berfungsi melestarikan flora dan fauna yang terancam punah, tetapi juga menjadi sumber daya vital dalam mendukung pariwisata berbasis alam. Wisata alam menawarkan pengalaman mendekatkan manusia dengan keajaiban alam, sekaligus memberikan kontribusi terhadap ekonomi lokal.
Namun keberadaan TN dan TWA sebagai destinasi wisata sekaligus kawasan konservasi, memerlukan perhatian khusus. Peningkatan kunjungan wisatawan yang tidak diimbangi dengan etika dan kesadaran lingkungan dapat merusak ekosistem. Keberlanjutan ini tidak hanya untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat menikmati keindahan alam yang sama, tetapi juga untuk menjaga fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Kegiatan wisata alam secara khusus dan konservasi alam secara umum, tidak lepas dari adanya pecinta alam yang memainkan peran penting dalam upaya pelestarian alam dan lingkungan, termasuk perlindungan, perlindungan dan pemanfaatan, terutama di kawasan TN dan TWA. Pecinta alam adalah salah satu pelopor wisata alam yang berkelanjutan dan beretika.
Dengan pengetahuan dan kecintaan terhadap alam, komunitas pecinta alam sering kali menjadi contoh bagi wisatawan lain dalam hal perilaku yang bertanggung jawab selama berwisata di alam bebas. Sebagai bagian dari masyarakat yang peduli, pecinta alam mempunyai tanggung jawab besar untuk tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga memastikan bahwa kawasan ini tetap lestari.
Selain dapat membantu mengedukasi masyarakat secara luas tentang pentingnya menjaga lingkungan, pecinta alam juga kerap mempromosikan prinsip-prinsip ekowisata yang berkelanjutan. Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal KSDAE (Kementerian LHK) menerbitkan Surat Edaran Nomor SE.2/KSDAE/PJLKK/KSA.3/ 4/2022 tentang etika berwisata di kawasan konservasi.
Kegiatan wisata yang boleh dilakukan di kawasan konservasi adalah kegiatan mengunjungi, melihat dan menikmati keindahan alam, keanekaragaman tumbuhan dan satwa di dalamnya (fotografi, berenang, menyelam, mendaki gunung, susur goa, pengamatan satwa dan lainnya pada lokasi yang diperbolehkan oleh pengelola kawasan konservasi sesuai dengan peraturan yang berlaku).
Pada surat edaran yang diterbitkan Kementerian LHK, wisatawan pada TN dan TWA dalam melakukan kegiatan wisata alam, harus menaati apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ketentuan ini diterapkan agar setiap pengunjung memiliki tanggung jawab dalam kegiatan wisata alam di kawasan konservasi.
Aktivitas wisata alam di TN dan TWA yang saat ini mulai digemari generasi muda, hal ini juga mendorong Do and Don’t kunjungan wisata alam di TN dan TWA perlu lebih banyak disuarakan oleh generasi muda. Harapannya, selain menjadi tanggung jawab pengunjung, pemahaman Do and Don’t juga dapat mengajak atau mengingatkan, serta mengedukasi masyarakat secara umum untuk memiliki tanggung jawab yang sama. Tentu, jika hal ini dapat dilakukan maka manfaat yang diperoleh adalah juga terjaganya kelestarian kawasan.
Beberapa hal yang perlu menjadi tanggung jawab pecinta alam dan kita semuanya setidaknya:
- Mematuhi Aturan dan Ketentuan Setempat: Mengikuti regulasi yang diterapkan di TN dan TWA, seperti batasan jumlah pengunjung, zona larangan, dan aturan terkait kegiatan wisata.
- Pelestarian Flora dan Fauna: Menghindari interaksi yang merusak atau mengganggu satwa liar serta tidak merusak tumbuhan endemik.
- Membuang Sampah pada Tempatnya: Mengelola sampah pribadi dan mengikuti prinsip “Leave No Trace” (tidak meninggalkan jejak).
- Tidak Merusak Fasilitas dan Infrastruktur: Menjaga fasilitas wisata yang ada seperti jalur pendakian, papan informasi, dan tempat peristirahatan.
Sosialisasi dan penyebarluasan informasi ini dapat dilakukan generasi muda pada berbagai kegiatan, melalui media online maupun perkumpulan pada pecinta alam.
Selain itu terdapat juga etika kegiatan Wisata Alam di TN dan TWA yang perlu diketahui dan dilaksanakan oleh pecinta alam, di antaranya adalah :
- Pengelolaan Sampah dan Jejak Lingkungan: Mengatur perilaku wisatawan untuk tidak meninggalkan sampah dan menjaga kebersihan lingkungan.
- Penggunaan Sumber Daya Alam Secara Bijak: Melarang perbuatan yang merusak, seperti memetik tanaman, menangkap satwa liar, atau merusak ekosistem.
- Etika Sosial: Menghormati masyarakat lokal dan budaya setempat, tidak melakukan hal-hal yang dapat menyinggung komunitas setempat.
- Pembatasan Kegiatan Komersial: Menghindari kegiatan komersial yang dapat merusak lingkungan, seperti pengambilan gambar tanpa izin untuk tujuan komersial.
Dalam era yang semakin maju ini, peran generasi muda menjadi semakin krusial dalam menjaga kelestarian lingkungan. Generasi muda tidak hanya penerus bangsa, tetapi juga penjaga masa depan bumi. Membangun kesadaran lingkungan di kalangan mereka adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk memastikan generasi muda terlibat aktif dalam upaya konservasi, termasuk melalui teknologi dan media sosial.
Kesadaran yang dibentuk sejak dini akan membentuk gaya hidup yang peduli lingkungan, seperti kebiasaan mengurangi sampah plastik, menjaga kebersihan di tempat wisata alam, hingga ikut serta dalam kegiatan reboisasi. Dengan bekal pengetahuan dan pemahaman ini, generasi muda bisa menjadi garda terdepan dalam menjaga dan melestarikan kekayaan alam Indonesia.
Di era digital, teknologi dapat menjadi sahabat terbaik dalam mewujudkan wisata berkelanjutan. Banyak inovasi yang bisa dimanfaatkan, mulai dari aplikasi mobile yang memfasilitasi pelaporan kegiatan wisata yang merusak lingkungan, hingga platform monitoring yang memudahkan pengelola kawasan konservasi untuk memantau perilaku wisatawan.
Generasi muda yang sangat akrab dengan teknologi ini dapat menggunakan media sosial sebagai platform untuk kampanye kesadaran lingkungan. Dengan membagikan pengalaman mereka dalam melakukan wisata yang bertanggung jawab di TN dan TWA, mereka dapat menginspirasi orang lain untuk lebih peduli terhadap alam.
Kombinasi edukasi, inovasi teknologi, dan kampanye media sosial, generasi muda memiliki kekuatan untuk membawa perubahan positif dalam konservasi alam. Generasi muda tidak hanya berperan sebagai wisatawan, tetapi juga sebagai pelindung dan penjaga kelestarian alam bagi generasi yang akan datang.
Peran pecinta alam dan generasi muda saat ini memang sangat krusial dalam memastikan kelestarian TN dan TWA melalui wisata alam yang beretika dan bertanggung jawab, mengingat para pecinta alam adalah barier yang menjaga kelestarian. Saat ini, sudah waktunya seluruh komunitas pecinta alam dan generasi muda untuk menjadi pelopor dalam menjaga keberlanjutan kawasan konservasi. Melalui perilaku wisata bertanggung jawab dan mematuhi aturan dan etika wisata kita dapat menjaga kondisi lingkungan untuk masa depan. (*)
Foto & Ilustrasi || Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Rujukan:
Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor: SE.2/KSDAE/PJLKK/KSA.3/ 4/2022 tentang etika berwisata di kawasan konservasi.
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)