Pengantar redaksi : Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengeluarkan keputusan yang isinya tidak mewajibkan lagi siswa sekolah mulai dari tingkat dasar hingga atas mengikuti ekstrakurikuler (eskul) Pramuka. Aturan ini tercantum dalam Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024.
Aturan tersebut melahirkan polemik. Lantas bagaimana suara pecinta alam?
Menjawabnya, Wartapala menyelenggarakan talkshow yang mengangkat tema Pecinta Alam Memandang Pramuka. Kamis, 16 Mei 2024.
Tampil sebagai narasumber adalah Sekjen Sekber PPA DI Yogyakarta Richo Adi Nugraha, serta Wakil Ketua FASTA / Forum Alumni Siswa Pencinta Alam Jakarta Rahman Mukhlis. Sementara Direktur Wartapala Kantor Perwakilan Surakarta Abdul Aziez, bertindak sebagai pemandu talkshow.
Hasil talkshow disarikan dalam dua laporan, yakni Pesan Cinta dari Pecinta Alam untuk Pramuka : Kembali ke Khitah Malah lebih baik, serta Pesan Cinta dari Pecinta Alam untuk Pramuka : Transkrip Talkshow Pecinta Alam Memandang Pramuka.
Pesan Cinta dari Pecinta Alam untuk Pramuka : Transkrip Talkshow Pecinta Alam Memandang Pramuka
Selamat membaca.
WartapalaIndonesia.com, PERSPEKTIF – Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 yang berisi bahwa keikutsertaan siswa dalam eskul Pramuka bersifat sukarela, sebenarnya bukan bencana bagi Pramuka. Peraturan anyar ini cuma mengembalikan Pramuka ke khitah-nya. Balik ke masa lalu, justru mendorong Pramuka bergerak lebih baik.
Pendapat di atas menjadi “satu-satunya warna” yang menghiasi Talkshow Pecinta Alam Memandang Pramuka. Baik 2 narasumber maupun puluhan peserta yang berasal dari berbagai daerah – dan sebagian besar memiliki latar belakang ikut Pramuka – sepakat, jika siswa yang ikut Pramuka dilandasi sukarela, Pramuka bakal mantap jiwa.
Narasumber Rahman Mukhlis menceritakan saat dia dulu ikut Pramuka, Pramuka tidak diwajibkan. Pramuka diwajibkan mulai tahun 2013 melalui Kurikulum 2013.
“Kalau sekarang Pramuka tak lagi wajib, sebenarnya Pramuka kembali ke khitah-nya,” jelas Rahman.
Dihadapan peserta talkhsow Rahman mengaku, dia dan sejawatnya di FASTA menyambut baik Pramuka tak lagi sebagai eskul wajib di sekolah, karena Pramuka tidak lagi jadi eskul wajib, justru membuat Pramuka lebih baik.
“Jika siswa ikut Pramuka bukan karena terpaksa melainkan dilandasi suka dan rela, maka orang yang bergelut di dalam Pramuka dapat mengeksplor dirinya secara maksimal,” urai Rahman.
Sepakat dengan Rahman, narasumber Richo Adi Nugraha menilai, kegiatan Pramuka penting, tetapi tidak berarti semua siswa wajib ikut Pramuka.
“Kita tak bisa memaksa seseorang untuk ikut Pramuka, karena ikut Pramuka harus dilandasi suka dan rela,” kata Richo.
Pendapat yang mirip datang dari peserta talkshow asal Jakarta, Saleh Alatas. Menurutnya, tatkala Pramuka diwajibkan, Pramuka memiliki anggaran dan lebih mudah masalah perijinan. Tapi ketika Pramuka diberi previlege tinggi, kualitas Pramuka malah turun karena orang tidak termotivasi dengan kuat.
“Siswa ikut Pramuka seperti terpaksa. Anak-anak jadi tidak Pramuka banget,” jelas Saleh.
Sekarang (Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024, red) semua eksul jadi setara, dan siswa bebas memilih eskul yang diminatinya.
“Ini seperti kita jaman dulu ketika semua eskul tidak diwajibkan. Siswa bebas, mau ke Pramuka boleh, mau ke pecinta alam tidak masalah,” kata Saleh yang saat SMP ikut Pramuka, lalu ikut pecinta alam ketika SMA.
Kurang lebih sama, peserta talkshow Aji Rimbawan yang juga domisili Jakarta mengaku kita tidak tahu mengapa Pramuka tidak lagi jadi eskul wajib. Barangkali Kememdikbud menilai ketika Pramuka jadi eskul wajib ternyata tidak efisien, sebab substansi eskul itu bakat dan minat.
“Eskul itu substansinya bakat dan minat. Ini artinya lebih kepada kesukarelaan untuk mengikuti. Ketika Pramuka dijadikan wajib, siswa ngggak ada tantangan untuk berorganiasasi,” jelas Aji.
Tak berbeda jauh dengan Aji, peserta talhsow Syarifah Alawiyah yang hingga sekarang aktif di Pramuka mengurai, di Anggaran Dasar Pramuka dan di undang-undangnya, ada tertulis bahwa Pramuka itu kegiatannya sukarela.
Awal Pramuka memang sukarela tetapi seiring perkembangan jaman dan pertimbangan lain, akhirnya Pramuka diwajibkan.
“Secara pribadi saya lebih senang Pramuka itu sukarela. Sama seperti eskul lain yang dilakukan secara sukarela. Karena apapun yang kita lakukan secara sukarela, akan lebih kena karena orang lebih serius,” tambah Syarifah.
“Saya agak kurang sreg melihat ketika hari Rabu, siswa pakai baju Pramuka, dia nongkrong di jalan. Dia tawuran, berantem. Padahal belum tentu itu beneren anggota Pramuka. Karena Pramuka wajib, maka siswa wajib pakai seragam Pramuka,” papar Syarifah. (AS)
Kontributor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Editor || Nindya Seva Kusmaningsih, WI 160009
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)