WartapalaIndonesia.com, PERSPEKTIF – Laporan sebelumnya berjudul Pesan Cinta dari Pecinta Alam untuk Pramuka : Kembali ke Khitah Malah Lebih Baik. https://wartapalaindonesia.com/pesan-cinta-dari-pecinta-alam-untuk-pramuka-kembali-ke-khitah-malah-lebih-baik/
Berikut laporan kedua dari talkshow yang mengangkat tema Pecinta Alam Memandang Pramuka, berisi transkrip narasumber dan 4 peserta talkshow.
Rahman Mukhlis (Narasumber). Kami di FASTA menyambut baik Pramuka tidak lagi sebagai eskul wajib di sekolah, karena pecinta alam dan Pramuka didasari pada prinsip suka dan rela.
Pramuka tidak lagi jadi eskul wajib, justru akan membuat Pramuka lebih baik, karena orang yang bergelut di dalamnya – anggota dan pengurus Pramuka — dapat mengeksplor dirinya secara maksimal.
Pecinta alam dan Pramuka punya visi yang sama yakni character nation building. Medianya juga sama, yaitu alam terbuka.
Pramuka dan pecinta alam memang ada sedikit perbedaan, Pramuka lebih ke soft adventure. Pecinta alam ke hard adventure.
Meski ada sedikit perbedaan, tetapi disitulah mereka bisa saling mengisi. Perlu kerja sama, misalnya latihan bareng atau sesekali Pramuka ikut ekspedisi pecinta alam, atau pecinta alam ikut bhakti Pramuka. Naik gunung bareng juga bisa dilakukan.
Kolaborasi itu akan menjadi warna yang menarik di sebuah sekolah, dan ini pun akan meningkatkan prestasi sekolah bersangkutan. Pramuka dan pecinta alam bersatu akan lebih kuat.
Kolaborasi bisa ditingkat regional. Di Pramuka ada kwartir tingkat anting, cabang, daerah dan kota. Di pecinta alam ada forum kordinasi daerah, wilayah dan nasional.
Sesuai azaz dan filosofis yang terkandung di pecinta alam dan Pramuka, kita semua adalah bersaudara.
Semua Pramuka dan semua pecinta alam, menyukai berkegiatan di alam sebagai media belajar dan media pengembangan diri.
Pecinta alam dan Pramuka masing-masing memandang statusnya sama. Bukan musuh. Bukan lawan.
Masing-masing punya peran dan spesifikasi yang berbeda. Tapi perbedaan ini bukan untuk saling memusuhi, tetapi untuk saling melengkapi dan saling mendukung satu sama lain.
Pramuka sangat cocok untuk anak usia dini hingga SD hingga SMP. Ketika sudah SMA dan kuliah dengan kehidupannya yang lebih mandiri, masuk Sispala atau Mapala.
Pindah itu, hanya perbedaan cara, tetapi maksud dan tujuannya sama, yaitu untuk pengembangan karakter, mengembangkan jiwa cinta tanah air dan meningkatkan prestasi diri sendiri, organisasi, sekolah dan almamater serta untuk pengabdian ke yang lebih luas, kepada Tuhan, tanah air dan kemanusiaan.
Kini Pramuka dihadapkan pada tantangan (tak lagi eskul wajib, red). Tantangan itu pasti ada, dan kita sudah membuktikan selama ini. Sudah lebih dari 50 tahun pecinta alam dan Pramuka bisa survive.
Richo Adi Nugraha (Narasumber). Pecinta alam tentu mendukung kegiatan Pramuka, karena kegiatan pecinta dan Pramuka punya tujuan yang sama yaitu mendidik generasi muda bangsa.
Kegiatan pecinta alam penting, tetapi kita tak bisa memaksa seseorang untuk ikut Pramuka, karena ikut pramuka harus dilandasi suka dan rela.
Kerja sama, latihan bareng antara anggota Pramuka dengan pecinta alam, keduanya akan mendapat manfaat. Kerja sama ini membuat Pramuka dan pecinta alam tambah solid dan kuat.
Seorang masuk pecinta alam karena pilihan sendiri dan suka rela, maka dia ada keinginan untuk belajar lebih di pecinta alam.
Pada konteks kegiatan, Pramuka adalah teman seperjuangan pecinta alam dalam membangun karakter siswa.
Kalau dalam konteks kebijakan, pecinta alam sudah kalah dari Pramuka. Karena pecinta alam bukan eskul wajib di sekolah, hanya sekedar pilihan.
Beda dengan Pramuka, mereka ini memang diuntungkan dengan kebijakan yang dulu merupakan wajib. Dengan demikian jumlah siswa yang ikut kegiatan Pramuka, jumlahnya cukup banyak.
Pramuka terstrukstur dan sistematis dari pusat hingga ke daerah. Tetapi pecinta alam lebih merdeka namun tidak meninggalkan prinsif kepecintaalaman. Pramuka cenderung formal, pecinta alam ke informal.
Pecinta alam lebih fleksibel, komplek dan sangat berpeluag untuk dikembangkan ke arah yang lebih baik.
Saleh Alatas (Peserta, Jakarta). Saya SMP ikut Pramuka dan kegiatan Pramuka cukup mewarnai hidup saya.Di SMA saya ikut pecinta alam. Saya mencintai keduanya.
Pecinta alam lebih luwes dan lebih spesifik ke hal-hal yang kita senangi.
Tidak ada anggota pecinta alam yang hapal Kode Etik Pecinta Alam, Tetapi anggota Pramuka hapal Dasa Dharma Pramuka, karena mereka dipaksa untuk hapal.
Pramuka ada anggaran dan lebih mudah masalah perijinan. Tapi ketika Pramuka diberi previlege tinggi. Kualitas Pramuka malah turun karena orang tidak termotivasi dengan kuat. Orang ikut Pramuka seperti terpaksa. Anak-anak jadi tidak Pramuka banget.
Sekarang semua eksul jadi setara. Ini seperti kita jaman dulu ketika semua eskul tidak diwajibkan. Siswa bebas, mau ke Pramuka boleh, mau ke pecinta alam tidak masalah.
Pecinta alam dan Pramuka kolaborasi sangat bagus. Nilai kepramukaan kalau bisa ditanamkan ke pecinta alam, akan sangat positif. Ilmu kepecintalaman dibagikan ke Pramuka, sangat positif.
Aji Rimbawan (Peserta. Jakarta). Pramuka secara regulasi sudah mapan. Anggaran Pramuka masuk APBN.
Berbeda dengan pecinta alam yang tidak terstruktur dari pusat hingga ke daerah. Apalagi kalau Sispala. Sispala hanya sebuah eskul di SMA dan SMK. Jenjang mereka hanya sampai di situ. Tidak berjenjang seperti di Pramuka.
Di Pramuka, ada benefit yang didapat dan ada potensi koneksi. Misalnya kalau mau masuk perguruan tinggi, ada jalur khusus untuk Pramuka. Benefit seperti ini tidak dimiliki Sispala.
Tapi faktanya pembentukan karakter di Sispala – termasuk di Mapala – justru lebih luar biasa. Materi kepecintalaman ini luar biasa, bahkan bisa dipakai di bidang SDM.
Kita tidak tahu mengapa Pramuka tidak lagi jadi eskul wajib. Barangkali Kememdikbud menilai, ketika Pramuka jadi eskul wajib ternyata tidak efisien, sebab substansi eskul itu bakat dan minat. Ini artinya lebih kepada kesukarelaan untuk mengikuti. Ketika Pramuka dijadikan wajib, mereka ngggak ada tantangan untuk berorganiasasi.
Anak saya ikut Pramuka berjenjang dari SD, SMP hingga sekarang SMA. Saya lihat banyak kekurangan di Pramuka. Secara substansi mereka kurang dapat. Anak saya dapat materi outdoor justru dari sispala.
Pramuka harus berbenah dari zona aman mereka.
Fahmi (Peserta. Sidoarjo). Saya SD SMP aktif di Pramuka. Sekarang aktif di pecinta alam dan sejarah.
Pramuka adalah anak kandung. Ada struktur dari Kwarnas hingga sekolah. Sispala adalah anak tiri.
Pramuka diopeni dan dirawat negara karena sistem organisasi ada dari pusat hingga ke sekolah.
Sispala jarang ada di SMP. Di SMA tidak semua sekolah ada Sispala.
Sispala yang maju karena di sekolah itu ada guru yang suka pecinta alam, atau ada alumni yang pecinta alam, itu pun untuk mencari dana ke sekolah, sulitnya luar biasa.
Mengkolaborasikan keduanya agak susah, karena secara struktur sudah berbeda.
Kolaborasi hanya bisa dilakukan di tingkat sekolah. Sekolah yang maju Pramukanya, bisa latihan gabungan dengan sekolah yang Sispalanya maju.
Hendaknya kegiatan Pramuka dan pecinta alam disisipkan cerita sejarah dan budaya. Misalnya ketika mendaki gunung, karena hampir semua gunung di Jawa ada arkeologis dan jejak-jejak sejarah. Hal ini akan menimbulkan rasa cinta yang kuat terhadap Indonesia.
Syarifah Alawiyah (Peserta, Pramuka). Saya dari Pramuka. Saya tidak setuju Pramuka disebut anak kandung, dan pecinta alam disebut anak tiri. Keduanya adalah anak kandung.
Banyak kesamaan antara Pramuka dengan Pecinta alam, pembentukan karakter adalah tujuan utama gerakan Pramuka. Semua pembentukan karakter itu ada di Dasa Dharma Pramuka.
Sejak awal, Baden Powell (pendiri gerakan kepanduan dunia, red) telah mengajarkan bertahan hidup di alam. Cuma sekarang Pramuka tidak terlalu spesifik seperti di pecinta alam mengajarkan cara bertahan hidup (survival, red).
Pramuka sudah ada organisasi dan terstruktur hingga ke tingkat internasional. Makanya sudah rapi strukturnya di tiap negara.
Di Indonesia basis pecinta alam di sekolah (school base) gugus depannya. Kalau di luar negeri, tak hanya di sekolah, tapi ada juga di komunitas-komunitasnya.
Menanggapi keputusan Mendiknasristek, jadi sebenarnya di Anggaran Dasar Pramuka dan di undang-undangnya, ada tertulis bahwa Pramuka itu kegiatannya sukarela.
Awal Pramuka memang sukarela, tetapi seiring perkembangan jaman dan pertimbangan lain, akhirnya Pramuka diwajibkan.
Secara pribadi saya lebih senang Pramuka itu sukarela. Sama seperti eskul lain yang dilakukan secara sukarela. Karena apa pun yang kita lakukan secara sukareka, akan lebih “kena” karena orang lebih serius.
Saya agak kurang sreg melihat ketika hari Rabu siswa pakai baju Pramuka. Dia nongkrong di jalan. Dia tawuran, berantem. Padahal belum tentu itu beneren anggota Pramuka. Karena Pramuka wajib, maka siswa wajib pakai seragam Pramuka. (AS)
Kontributor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Editor || Nindya Seva Kusmaningsih, WI 160009
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)