Prof. Agus Maryono: Gama Rain Filter Sudah Dipatenkan, Tetapi Masyarakat Boleh Mengaplikasikannya Tanpa Dikenai Royalti

Caption foto : Prof. Agus Maryono Gama (memakai topi) bersama tim Sekolah Air Hujan Banyu Bening. (WARTAPALA INDONESIA / AJ. Purwanto).   

WartapalaIndonesia.com, SLEMAN – Sekolah Air Hujan Banyu Bening yang berlokasi di Tempursari, Sardonoharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dikunjungi Dekan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono, IPM., ASEAN Eng. Pada19 Januari 2025.

Prof. Agus Maryono yang dikenal sebagai penemu teknologi Gama Rain Filter mengatakan, hasil penelitian yang sudah dilakukannya di 50 titik, menunjukkan bahwa secara Fisika, Kimia, dan Biologi, air hujan memenuhi baku mutu syarat air bersih bahkan sebagai air minum.

Di Gama Rain Filter, ada 3 pemfilteran. Pertama untuk menangkap ranting, dahan. Kedua untuk menangkap debu kasar. Pemfilteran yang ketiga untuk menangkap, membuang debu halus, maka air yang masuk ke tangka (tandon).

“Jadi, air hujan yang sudah melalui proses sesuai SOP Gama Rain Filter, akan bersih, murni dan higienis,” jelasnya.

Turut dijelaskan oleh Prof. Agus Maryono Gama Rain Filter sudah dipatenkan. Teknologi ini sekalipun sudah paten, tetap ada sisi sosialnya. Gama Rain Filter ini mendapatkan Penghargaan Paten terbaik UGM 2020. Menurut beberapa profesor dunia, teknologi ini sangat aplikatif dan kecepatan distribusinya tinggi.

“Silahkan masyarakat mengaplikasikannya di tempat masing-masing tanpa dikenai Royalti. Jika diterapkan di perusahaan-perusahaan atau lembaga pemerintah untuk izinnya sesuai prosedur PT. Gama Rain Filter,” terang Prof. Agus Maryono.

Selain Prof. Agus Maryono., turut berkunjung ke Sekolah Air Hujan Banyu Bening adalah mahasiswa dari IAIN Sorong Papua Barat Daya, yang ingin belajar cara pengelolaan air hujan.  Mahasiswa ini berkunjung lantaran kuatir terhadap kualitas air bersih yang kurang memadai, baik air tanah (sumur gali/bor) maupun air PDAM yang mana keduanya tidak layak minum. Di samping itu, sumur bor mulai tidak direkomendasikan oleh pemerintah daerah.

Menurutnya wilayah Sorong memiliki curah hujan tinggi sehingga dapat menjadi alternatif. Selama ini, konsumsi air hujan di masyarakat lebih banyak untuk mandi dan cuci. Adapun untuk makan atau minum sangat, jarang karena masyarakat umumnya lebih memilih air isi ulang (galon) dan air kemasan.

“Saya ingin belajar tentang pengelolaan air hujan, karena juga didasari atas pemikiran untuk efisiensi anggaran dalam hal belanja air minum, termasuk biaya listrik untuk mesin air sumur bor di kampus IAIN Sorong,” tutupnya. (ajp).

Kontributor || AJ. Purwanto
Editor || Nindya Seva Kusmaningsih, WI 160009

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.