Caption foto: Potret seorang pencinta alam saat berkegiatan. (WARTAPALA INDONESIA/ Fulkun Nada)
Wartapalaindonesia.com, PERSPEKTIF – Tulisan ini saya temukan saat membersihkan laptop, kurang lebih ditulis sekitar April 2019 lalu. Pada saat itu saya hanya ingin menuangkan unek-unek.
Tulisan ini ada hanya untuk refleksi kita sebagai Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) di seluruh Indonesia. Tujuan dengan adanya refleksi yaitu agar setiap pribadi maupun organisasi bisa menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
Sudah tidak asing lagi di telinga kita saat mendengar kata Mapala di kalangan pencinta alam, atau lebih tepatnya para petualang. Banyak sekali penafsiran tentang apa maksud Soe Hok Gie dan kawan kawannya, pada waktu itu sampai mendirikan organisasi berlabel pencinta alam di kampusnya.
Ada yang menafsirkan pada saat era itu para mahasiswa muak dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan politik, lalu menghabiskan waktunya berpetualang di alam bebas. Ada juga yang menafsirkan para mahasiswa saat itu pergi ke gunung untuk mendiskusikan dan memikirkan nasib bangsanya agar tidak dipantau oleh para tentara, yang saat itu keadaanya sangat mencekam karena rezim yang otoriter, karena pada saat itu kondisi negara tidak selonggar sekarang. Jika digali lebih dalam lagi, akan masih banyak penafsiran-penafsiran lainnya.
Saya sempat berdiskusi dengan teman yang secara background bukan seorang Mapala. Dia seorang aktivis di kampusnya yang fokus di gerakan-gerakan terkait isu lingkungan.
Saya berdiskusi panjang soal peran Mapala dalam pelestarian lingkungan, dimana di sana ada kampus dan ada Mapalanya. Menurut pandangannya, Mapala hanya segerombolan mahasiswa yang menghabiskan waktunya di gunung dan hutan dengan “foya-foya”. Dari pernyataan itulah diskusi seru dimulai, mari kita kupas satu persatu:
Kegiatan Positif Mapala
Pembahasan kita tidak pada program kerja pengurus Mapala yang fokus pada pendidikan divisi, seperti gunung hutan, rock climbing, caving, rafting, diving, dan paralayang, eh satu lagi divisi konservasi yang sering kali diabaikan bahkan setahu saya ada Mapala yang tidak ada divisi tersebut.
Kita juga tidak membahas kegiatan-kegiatan lain selain yang saya sebutkan. Semua cara yang dilakukan saat ini semuanya baik, yang menjadi salah kita menyalahkan bahkan menghujat cara orang lain. Kita sebagai mahasiswa pencinta alam (kaum berfikir) seharusnya bisa melakukan lebih dari itu.
Terlepas dari menurut pandangan orang di luar lingkaran pencinta alam, memang Mapala sering dipandang sebelah mata dengan sifatnya yang arogan ingin benar dan menang sendiri. Akan tetapi di sisi yang tidak banyak orang mengerti dan Mapalapun tidak terlalu peduli dengan eksitensi perannya.
Kita sama sama tau dalam misi kemanusiaan, mulai dari orang yang tersesat atau hilang di gunung, orang yang hilang hanyut di sungai, sampai relawan bencana yang bisa berbulan-bulan dalam menuntaskan pengabdianya. Mapala menjadi ujung tombak gerakan dengan tanpa pamrih. Itu hanya sedikit cerita saja dari sisi kemanusiaan.
Peran Mapala Dalam Melestaikan Alam
Kita beralih ke cerita Mapala dalam peran pelestarian lingkungan, sebelum pembahasan ini terlalu jauh. Istilah Lingkungan Hidup pada BAB I, Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No.32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dirumuskan sebagai berikut:
“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan prikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.
Nah dari pengertian tentang lingkungan hidup, di sana dijelaskan adanya kesinambungan antara manusia dengan mahluk Tuhan yang lain untuk hidup berdampingan dengan baik. Namun pada nyatanya mahluk Tuhan yang bernama manusia seringkali kelewatan rakusnya.
Kita semua tahu bahwasannya Mapala seringkali melakukan kegiatan penanaman. Dimana biasa dilakukan di peringatan hari-hari besar yang berhubungan dengan lingkungan, misal hari air, hari bumi dan lain sebagainya. Sering juga Mapala melakukan bersih sungai, bersih gunung dan lain-lain. Semua dilakukan dengan berlomba-lomba antar Mapala, mana yang lebih mbois (istilah orang Malang) acaranya.
Dari cerita di atas semua kegiatan itu tidak ada yang negatif, semuanya positif dan sangat menginspirasi. Namun sayang, tidak semua yang melakukan penanaman diikuti dengan perawatan berkelanjutan.
Sementara kegiatan bersih sampah baik itu di sungai maupun di gunung tidak akan menyelesaikan masalah sampai ke akarnya, jika kebijakan atau peraturan di lokasi bersih-bersih tidak mendukung apa yang akan membuat tempat itu tetap bersih tanpa sampah.
Mungkin akan lebih keren lagi kalau adanya edukasi atau pendampingan pada masyakarat yang bersinggungan langsung dengan sampah-sampah tersebut. Saya pribadi kadang sering berandai-andai dengan teman diskusi saya, setiap Mapala di Indonesia mempunyai semacam desa binaan yang benar-benar menjadi fokus para Mapala. Dimana di dalamnya banyak program mendukung kelestarian lingkungan dan itu sangat sesuai dengan tri darma perguruan tinggi, yaitu pengabdian masyarakat.
Mapala Bisa Lebih Baik, Mari Berbenah
Apakah kita diam ketika ada perusakan lingkungan secara sistematis? Peran apa yang dilakukan Mapala yang mempunyai label Pencinta Alam? Apakah Mapala hanya menjadi “pemadam kebakaran” saja? Tidak ada tindakan prefentif apapun yang dilakukan? Apakah kita menunggu semuanya rusak baru kita berbondong-bondong menghijaukannya kembali?
Banyak sekali problem tentang permasalahan lingkungan hari ini, kalo kita tarik benang merahnya, muara dari kompleksitas permasalahan lingkungan kebanyakan ada di pengelola kebijakan dan penguasa, selain tentunya dimulai dari diri sendiri.
Seperti apa yang sering dikatakan Pupung, Dosen di FH Widyagama sekaligus Dewan Daerah Walhi Jatim di setiap forum, “Bahwasanya sumber kerusakan lingkungan sebenarnya itu ada di ruang-ruang kekuasaan”.
Semoga kita menjadi bagian dari solusi pelestarian lingkungan, bukan malah menjadi perusak lingkungan, aamiin.
Wallahul muwaffiq ila aqwamit tharieq, salam adil dan lestari!
Kontributor || Fulkun Nada, Kader abal-abal HIMAKPA ITN Malang
Editor || Nindya Seva Kusmaningsih, WI 160009
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)