Pecinta Alam Sebagai Wadah Pengembangan Diri

Oleh : Rahman Mukhlis
Ketua Umum APGI. Co Founder / COO Main Outdoor

Wartapalaindonesia.com, PERSPEKTIF – Manusia adalah makhluk hidup yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT dengan dilengkapi kemampuan akal pikiran yang mana kemampuan ini tak dimiliki oleh makhluk hidup lain. Kemampuan tersebut adalah anugerah yang dapat digunakan manusia untuk menjalani kehidupan, karena kemampuan akal dan pikirannya itulah manusia disebut juga sebagai pembelajar. Sehingga pada dasarnya kita bisa melihat bahwa dengan bekal kemampuan tersebut sejatinya tidak ada manusia yang bodoh. Semua manusia cerdas dan mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Tinggal manusianya itu sendiri yang mau bersyukur atau tidak, dengan menggunakan sebaik-baiknya kemampuan yang dimiliki untuk selalu belajar menjadi lebih baik.

Setiap manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan kecerdasan dan potensi yang berbeda-beda. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh tokoh pendidikan dan psikologi dari Amerika, Howard Gardner, yang terkenal dengan teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences), yang mengatakan bahwa semua anak/peserta didik memiliki kelebihan dan kemampuannya masing-masing yang berbeda-beda.  

Gardner membagi delapan jenis kecerdasan manusia yaitu kecerdasan bahasa, kecerdasan logika matematika, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan musik, kecerdasan visual/spasial, kecerdasan kinestetik dan kecerdasan alam/naturalis.

Mengingat hal tersebut sudah seharusnya manusia sejak dini menyadari potensinya. Sehingga dapat mengembangkan diri sesuai potensi yang dimiliki. Tentu dalam hal ini, selain dari kesadaran diri sendiri, perlunya bantuan orang tua dan guru untuk mengarahkan.

Setelah seseorang mengetahui dan menyadari potensinya, yang harus dilakukan adalah belajar dengan sungguh-sungguh mengembangkan potensinya. Proses belajar ini dapat ditempuh melalui berbagai cara dan proses pendidikan, baik formal (kegiatan akademik dan non akademik/ekstrakurikuler) maupun non formal (lembaga kursus keahlian tertentu). Untuk itu sudah seharusnya setiap orang memanfaatkan dengan sebaik-baiknya kesempatan belajar dan wadah belajar yang beraneka macam sesuai dengan minat, bakat dan potensinya.

Melalui tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman pribadi saya selama aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan unit kegiatan mahasiswa, khususnya dalam bidang kepecintaalaman selama menempuh pendidikan di sekolah menengah dan perguruan tinggi, dan dari pengalaman-pengalaman tersebut, saat ini saya rasakan sekali manfaatnya dalam menjalani karier, dan lebih luas lagi bermanfaat sebagai bekal pribadi saya menjalani tantangan dalam kehidupan sehari-hari.

Mahasiswa merupakan agen perubahan agent of change, yaitu kaum intelektual muda yang berperan sebagai generasi penerus bangsa dan calon-calon pemimpin masa depan yang dapat membawa perubahan bangsa dan negara.

Dalam mengembangkan kemampuannya sebagai seorang intelektual muda, mahasiswa harus berpartisipasi aktif di kegiatan-kegiatan kampus. Baik akademik maupun non akademik. Keduanya saling terkait dan menunjang satu sama lainnya bagi keberhasilan seorang mahasiswa dalam mengembangkan dirinya.

Melalui kegiatan akademik, mahasiswa belajar untuk menjadi seorang profesional yang menguasai suatu keahlian/bidang/jurusan tertentu. Melalui kegiatan non akademik, mahasiswa belajar mengembangkan potensi diri sesuai minat dan bakatnya.

Salah satu wadah yang memiliki peranan vital sebagai sarana belajar mahasiswa adalah melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sebagaimana tertuang dalam UU Republik Indonesia NO.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Disebutkan bahwa UKM adalah wadah aktivitas luar kelas untuk mengembangkan minat, bakat dan keahlian tertentu.

Setiap kampus memiliki UKM yang berbeda-beda. Tetapi secara umum UKM yang ada di Indonesia terbagi menjadi tiga jenis yaitu UKM bidang olahraga (basket, futsal, voli, renang dan lainnya). UKM bidang kesenian (band, tari, drama, vocal dan sebagainya). Kemudian UKM kegiatan khusus (kerohanian, Pramuka, Menwa, KSR, PMI, Mapala dan lain-lain).

Untuk itulah, sebagai mahasiswa sudah sewajarnya kita dapat memanfaatkan dengan baik ruang belajar yang telah disediakan di kampus. Baik melalui kegiatan akademik maupun non akademik, dan saya pun memilih UKM kegiatan khusus yang sesuai dengan minat dan bakat saya yaitu UKM bidang kepecintaalaman (Mapala) sebagai bagian dari proses hidup saya untuk masa depan.

Memilih Jalan Hidup Sebagai Seorang Pecinta Alam “Mapala!”
Ketertarikan saya mengikuti UKM Mapala bukanlah datang begitu saja ketika saya masuk kuliah. Tetapi atas proses-proses hidup sebelumnya yang saya jalani semasa sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).

Semua berawal sejak masa SMP di mana saya memilih ikut ekstrakurikuler Pramuka. Itulah cikal bakal saya menyenangi kegiatan berorganisasi, khususnya berorganisasi yang kegiatannya adalah kegiatan luar ruangan (outdoor activity) dan kegiatan petualangan di alam (adventure).

Melalui Pramuka inilah saya kenal dengan kegiatan mendaki gunung, walaupun saat itu saya belum betul-betul mendaki gunung, karena kegiatannya baru sebatas camping di area bumi perkemahan dan di kaki-kaki gunung saja. Tetapi pengalaman pertama berkegiatan di alam itulah yang membuat saya akhirnya jatuh hati terhadap kegiatan petualangan.

Tidak terbatas menyukai kegiatan petualangan atau jalan-jalannya saja, ketika masa-masa Pramuka di SMP, hal yang sangat berkesan bagi saya adalah saat-saat mengikuti lomba-lomba kepramukaan, di mana saat itu saya meraih berbagai prestasi, baik perorangan ataupun kelompok yang rasanya sangat menyenangkan.

Namun, saat itu saya belum menyadari tentang pentingnya berorganisasi, saya hanya berpikir tentang kesenangan mengikuti kegiatan-kegiatannya saja. Lagipula saat itu orientasi saya masih fokus di akademik, dan hampir setiap semester saya masih dapat meraih peringkat 3 besar di dalam kelas. Sehingga yang masih ada di benak saya saat itu, saya tetap memiliki cita-cita menjadi akademisi/ilmuwan/insiyur untuk masa depan.

Memasuki masa SMA, orientasi awal saya masih tetap memilih jalur akademisi/ilmiah sebagai cita-cita hidup saya. Tetapi semua berubah sejak Kelas 1 SMA semester 2. Sesaat setelah saya mendaki gunung untuk yang pertama kalinya dan sejak resmi dilantik menjadi anggota ekstrakurikuler pecinta alam, saya seperti menemukan jiwa saya dan jalan hidup saya untuk masa depan.

Pengalaman semasa mengikuti pendidikan dan latihan dasar pecinta alam tingkat SMA banyak mempengaruhi saya. Pemikiran saya menjadi lebih terbuka dan luas, membentuk karakter dan kepribadian saya. Menjalani kegiatan petualangan bukan lagi sekedar hobi atau kesenangan belaka, tetapi benar-benar sesuatu yang sudah sangat menjiwai dalam diri saya.

Sejak saat itu saya pun lebih banyak meluangkan waktu hidup saya di kegiatan pecinta alam tingkat SMA dibandingkan waktu saya untuk kegiatan akademik. Alhasil nilai akademik saya menurun. Tetapi saya tidak kecewa, karena di pecinta alam saya banyak mendapatkan sesuatu hal yang baru, menantang dan menenangkan jiwa.

Jika banyak yang bilang, “Masa-masa SMA adalah masa paling indah”, maka saya sepakat dengan kalimat itu. Yang membuat saya merasa masa SMA paling indah karena saya dapat menemukan jalan hidup saya melalui pecinta alam.

Waktu terus berjalan. Tibalah saya memasuki dunia perkuliahan menjadi seorang mahasiswa. Saya masuk ke jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Jurusan ini sebenarnya bukan impian awal saya. Jurusan ini adalah pilihan kedua saya saat Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN). Pilihan pertama saya adalah jurusan Geografi Universitas Indonesia, tetapi saya tidak diterima

Namun kenyataan itu tidak saya sesali, yang kemudian ada di pikiran saya adalah, “Walaupun saya tidak bisa belajar maksimal di jurusan, saya bisa punya banyak kesempatan belajar lain di UKM yang ada di UNJ”.

Tekad saya pun semakin bulat untuk masuk Mapala. Saya segera mencari tahu keberadaan Mapala di UNJ. Ketemulah saya dengan satu-satunya Mapala yang ada di UNJ yaitu Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam (KMPA) Eka Citra UNJ. Segera saya memulai proses untuk menjadi anggota Eka Citra, mulai dari mengikuti kegiatan Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar).  

Menentukan pilihan kembali melanjutkan kegiatan pecinta alam, bukanlah tanpa tantangan, khususnya dari keluarga sendiri. Orang tua saya sendiri awalnya melarang saya mengikuti kegiatan pecinta alam, karena dengan mempertimbangkan akan menggangu akademik, menghabiskan banyak biaya, waktu, beresiko tinggi, ditambah lagi dengan berbagai sentiment-sentimen negatif yang khas melekat di kalangan anak pecinta alam atau Mapala. Tetapi pelan-pelan saya coba meyakinkan orang tua saya, bahwa kegiatan Mapala sangat bermanfaat dan positif. Saya siap bertanggung jawab atas segala resiko yang mungkin terjadi pada diri saya.

Seiring berjalannya waktu, setelah selama enam bulan mengikuti Diklatsar, saya pun resmi dilantik menjadi anggota Mapala. Mulailah babak baru dalam hidup saya dengan berstatus anggota Mapala. Selama enam tahun menempuh perkuliahan, hidup saya lebih banyak dihabiskan dengan aktivitas kegiatan Mapala dibandingkan kegiatan akademik.

Walaupun begitu, saya tetap komitmen terhadap tanggung jawab akademik saya kepada orang tua. Saya berhasil menyelesaikan amanah orang tua untuk menjadi sarjana. Walaupun harus lulus dalam waktu yang lama (enam tahun)

Pelan tapi pasti, kepercayaan orang tua pun semakin besar. Mereka malah bangga atas pilihan hidup yang sudah saya jalani. Beberapa pengalaman dan prestasi saya selama aktif di Mapala, saya ceritakan kepada orang tua saya, sehingga mereka benar-benar memahami. Berbagai perubahan hidup yang positif selama belajar di Mapala juga saya terapkan di rumah. Sehingga keluarga pun dapat merasakan manfaat dan melihat perubahan diri saya sejak mengikuti Mapala.

Tak hanya sampai di situ, kepercayaan dan kebanggan orang tua pun semakin terlihat saat ini, di saat saya sekarang dapat menjalani profesi berdasarkan pengalaman yang saya dapatkan selama mengikuti pecinta alam dari Sispala sampai dengan Mapala.

Kini saya menjalani profesi sebagai pemandu wisata gunung, instruktur dan konsultan kegiatan petualangan. Sebuah profesi yang masih dibilang baru dan jarang di kalangan masyarakat umum. Profesi yang sejak kecil sampai dengan saya kuliah, tidak terpikirkan untuk menjalani profesi ini. Namun rentetan jalan hidup yang saya jalani di pecinta alam lah yang membuat saya akhirnya berlabuh kepada profesi ini. Berbekal kompetensi dan pengalaman selama di Mapala itulah yang akhirnya mengantarkan saya dapat percaya diri dan berhasil menjalani profesi ini.

Akhirnya apa yang dulu saya hanya yakini bahwa, “Yang namanya mengikuti kegiatan Mapala banyak positifnya dan bermanfaat sebagai bekal hidup di masa depan”, kini menjadi kenyataan. Hasilnya pun terlihat bagi diri sendiri, keluarga dan orang-orang di sekeliling saya. Sehingga semua dapat percaya serta mendukung apa yang telah dan sedang saya jalani.

Melihat hal tersebut, melalui tulisan ini saya ingin berbagi inspirasi seperti apa pengalaman di Mapala yang membuat saya begitu merasakan manfaat besarnya dalam hidup, sehingga dapat dengan percaya diri menjalani profesi berbekal kemampuan dan pengalaman selama mengikuti Mapala.

Semoga juga dapat memotivasi rekan-rekan Mapala yang saat ini sedang aktif, dan bagi masyarakat luas dapat membuka pikiran lebih objektif lagi dalam memandang keberadaan sebuah entitas “Mahasiswa Pecinta Alam”.

Berikut ini saya uraikan bagaimana kompetensi dan pengalaman saya berorganisasi di Mapala, sangat mendukung profesi yang sekarang saya jalani :

1. Belajar Mengembangkan Karakter Positif Dalam Diri Melalui Mapala
Hal yang paling mendasar dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya adalah karakter. Karakter merupakan identitas yang terbentuk dalam diri seseorang yang tampak dari sikap dan perilakunya sehari-hari.

Karakter dapat terbentuk dan dibangun melalui berbagai proses mulai dari kehidupan keluarga, lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan organisasi serta pengalaman hidup yang dialami seseorang.

Mapala dalam pola pengembangan sumber daya manusianya juga menekankan kepada pendidikan karakter bagi para anggotanya. Proses ini terimplementasikan melalui berbagai program pendidikan dan kesehariannya.

Pendidikan karakter merupakan bagian penting dari program pendidikan Mapala, karena terkait dengan ruang lingkup kegiatannya di alam terbuka yang menuntut seorang anggota Mapala harus memiliki karakter yang kuat dan positif dalam menjalankan aktivitasnya.

Proses pertama dan yang paling utama tentang pendidikan karakter dalam Mapala diperoleh melalui program Diklatsar. Salah satu tujuan utama Diklatsar adalah membentuk karakter anggotanya sesuai dengan wawasan kebangsaan, Kode Etik Pecinta Alam, ranah kegiatan dan budaya-budaya khas organisasi.

Selama mengikuti proses pendidikan dan tugas di Mapala, saya merasakan sekali bagaimana belajar untuk mengembangkan karakter dan sikap positif dalam diri. Di antaranya mandiri, berani, disiplin, sigap, tangguh, semangat, percaya diri, rajin, ulet, tanggung jawab, jujur, empati dan pantang menyerah.

Contohnya dalam Diklatsar, saya merasakan sendiri bagaimana dilatih untuk bisa mandiri dalam melakukan setiap aktivitas seperti masak dan membuat sendiri tempat perlindungan/bivak untuk tidur, belajar disiplin mengikuti setiap aturan yang telah ditentukan, belajar percaya diri dan berani menghadapi setiap tantangan dan masalah yang ditemui selama kegiatan, belajar untuk selalu bersemangat, rajin, ulet dan pantang menyerah dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan.

Penanaman nilai dan karakter tersebut diimplementasikan melalui pembiasaan dalam setiap aktivitas yang diberikan, yang kemudian dilakukan refleksi kepada setiap anggota agar dapat meresap nilai-nilai tersebut dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan dan latihan di Mapala memang terbilang keras. Keras di sini yang saya rasakan dan alami, bukanlah dengan adanya tindakan kekerasan, kejahatan dan perpeloncoan. Tetapi keras dalam artinya disiplin dan tegas terhadap setiap aturan organisasi. Keras karena ditempa oleh alam tempat berkegiatan. Keras dalam melaksanakan tantangan-tantangan kegiatannya. Pada akhirnya proses tersebut bertujuan untuk membentuk karakter dan kepribadian yang kuat para anggota Mapala.

Dari proses pembelajaran yang seperti itu, secara tidak langsung membentuk karakter dan kepribadian saya, yang manfaatnya betul-betul saya rasakan sebagai kekuatan mental dalam mengarungi kehidupan yang sesungguhnya pasca lulus kuliah.


2. Belajar Mengembangkan Hubungan Interpersonal dan Tanggung Jawab Sosial Melalui Mapala
Proses pembelajaran berikutnya yang saya dapat di Mapala, adalah proses belajar mengembangkan hubungan interpersonal dan belajar bekerja sama dalam tim. Mapala adalah kumpulan orang-orang yang mencintai alam dan mencintai kegiatan petualangan di alam. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda. Mulai dari bebeda jurusan kuliah, fakultas, karakter, suku, agama dan ras. Namun semua terikat dalam satu ikatan persaudaraan yang kokoh sesuai dengan asas Kode Etik Pecinta Alam.

Oleh karena itu, terasa sekali bagaimana di Mapala kita harus belajar mengembangkan hubungan antar anggota dengan baik, dari segi perkataan dan sikap dalam berinteraksi.

Saya merasakan sendiri bagaimana harus belajar berkomunikasi yang baik antara sesama teman sebaya, senior maupun junior, di mana satu sama lain harus bisa terjalin komunikasi yang efektif dan akrab. Namun dengan tetap memperhatikan etika sesuai dengan statusnya masing-masing.

Selain itu, dalam melaksanakan kegiatan selama aktif di Mapala, berhubungan dengan banyak pihak. Mulai dari para pimpinan universitas, lembaga pemerintah, swasta, sampai dengan masyarakat desa di kaki-kaki gunung tempat berkegiatan.

Dari pengalaman tersebut, terasa manfaatnya bagaimana saya harus membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan berbagai pihak. Dari pengalaman berinteraksi dengan berbagai orang dan karakter, saya juga belajar untuk memahami karakter orang. Belajar berempati terhadap sesama. Belajar membangun persaudaraan satu sama lain. Saling membantu tanpa memandang latar belakang dan saling bekerja sama dengan baik.

Melalui pengalaman di Mapala, saya juga belajar membangun kepedulian terhadap alam, lingkungan dan sesama manusia, misalnya aktif dalam kegiatan tanggap bencana. Mapala merupakan bagian terdepan yang siap turun langsung ke lapangan dalam membantu sesama. Melalui kegiatan itu, anggota Mapala dilatih untuk peduli terhadap yang lain dengan tulus ikhlas tanpa pamrih dan kepentingan apapun, sebagai wujud pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ketiga, yaitu pengabdian masyarakat.

Artinya, kegiatan-kegiatan yang ada di Mapala memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk memperluas pengalaman sosial, praktik keterampilan sosial, serta internalisasi nilai moral dan nilai sosial.

3. Belajar Persiapan Karier dan Pengembangan Profesi dari Pengalaman di Mapala
Proses pembelajaran yang dimaksud di sini adalah bahwa melalui bekal kompetensi dan pengalaman berorganisasi di Mapala, bermanfaat dalam rangka membangun persiapan karier dan pengembangan profesi yang diimplementasikan melalui pengembangan kapasitas diri, pelatihan kepemimpinan, membangun dan membiasakan etos kerja yang positif, kemampuan manajemen dan belajar bekerja sama dalam tim.

Setelah melalui tahap pendidikan dan latihan sebagai peserta, proses pembelajaran yang terjadi berikutnya adalah proses belajar menjadi panitia kegiatan dan pengurus organisasi. Disinilah proses pembelajaran lebih dinamis dan banyak dinamikanya sebagai bagian persiapan karier di masa depan melalui pelaksanaan tugas-tugas, koordinasi, tanggung jawab dan pembelajaran tentang profesionalisme.

Saya sendiri mengalami bagaimana saya bisa belajar menjadi pemimpin lewat tugas dan tanggung jawab yang diberikan saat di Mapala. Saya belajar bagaimana jika punya ide atau diberikan tugas kemudian laksanakan ide dan tugas tersebut dengan sungguh-sungguh, serta pertanggungjawabkan dengan baik dan sukses.

Dari pengalaman tersebut saya belajar bagaimana untuk komitmen dan tanggung jawab secara profesional, yang mana saat sekarang menjalani karier hal-hal tersebut memang harus dijalani dengan penuh tanggung jawab dan profesional.

Hal yang sangat terasa juga pembelajaran saat di Mapala yang dapat menunjang karier profesional adalah tentang etos kerja. Selama menjalani kepengurusan, saya belajar bahwa dalam menjalankan tugas harus visioner, sungguh-sungguh, mengusahakan dengan kerja keras, pantang menyerah menghadapi permasalahan kegiatan, ulet, kreatif dan selalu optimis dalam mencapai tujuan.

Hal tersebut saya rasakan khususnya saat tiga kali menjadi pimpinan kegiatan ekspedisi besar tingkat nasional dan internasional. Awalnya impian itu terbilang berat, tetapi berkas etos kerja yang dibangun, semangat yang kuat, daya juang yang tinggi, saya bisa menjalankan tugas dengan sukses dan berhasil mencapai tujuan. Pengalaman-pengalaman tersebut membuat saya semakin kuat dan siap ketika bergelut di dunia profesional sekarang ini.

4. Belajar Kompetensi Khusus dari Kegiatan Mapala
Saya adalah bagian dari orang-orang yang menekuni profesi berdasarkan hobi dan passion. Sejak masa SMA saya memulai hobi mendaki gunung, yang kemudian berkembang menjadi passion dalam diri saya yang sudah sangat menjiwai kegiatan mendaki gunung, sampai akhirnya menjadi profesi saat ini.

Untuk dapat menjalani profesi ini, tentu tidak datang begitu saja. Tetapi lewat proses belajar yang panjang dan terus dikembangkan. Saya mendapatkan kompetensi profesi saya ini bukan melalui kegiatan akademik di dalam ruang kelas. Tetapi saya peroleh melalui kegiatan saya di Mapala.

Di Mapala saya, terdapat empat bidang pengembangan divisi/kompetensi yaitu mendaki gunung, panjat tebing, arung jeram dan susur goa. Saya memilih divisi mendaki gunung sebagai fokus pengembangan diri saya.

Seiring dengan perkembangan zaman, kegiatan Mapala dari empat bidang itu, kini sudah bukan menjadi petualang minat khusus yang hanya diminati dan digeluti kalangan Mapala atau pecinta alam. Tetapi sudah mulai memasyarakat dan digeluti oleh berbagai kalangan dan usia. Hal ini tentu mendorong pula terciptanya pengembangan bisnis dan profesi yang berbasis kompetensi dari empat divisi. Contohnya : pemandu wisata gunung, pemandu wisata arung jeram, pemandu wisata goa dan pemandu panjat tebing.

Artinya, dengan mengikuti organisasi Mapala dan belajar sungguh-sungguh tentang kompetensi divisi yang ada, dapat menjadi sebuah pilihan profesi di masa depan. Khususnya bagi orang-orang yang memiliki minat dan bakat di bidang kepecintaalaan, serta bagi orang-orang yang dalam kegiatan akademiknya tidak dapat berkembang dengan optimal. Kompetensi teknis profesi saya sebagai pemandu wisata gunung, tentu saya dapatkan pembelajarannya selama enam tahun aktif sebagai Mapala.

Berdasarkan uraian saya di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan bekal kompetensi dan pengalaman belajar di pecinta alam atau Mapala khususnya, sangat bermanfaat untuk menjalani profesi di masa depan. Baik profesi itu secara teknis sejalan dengan kegiatan Mapala atau berbeda sama sekali.

Jika profesi itu sejalan dengan kegiatan Mapala, itu akan lebih terasa manfaatnya, karena secara kompetensi teknis telah dipelajari, secara sikap, mental dan etos kerja juga telah dilatih sejak menjadi anggota Mapala. Sehingga membuat kita menjadi lebih siap dan percaya diri menjalani profesinya.

Tetapi jika profesi yang dijalani tidak sejalan dengan ruang lingkup kegiatan di Mapala, itu pun tidak menjadi masalah, karena bekal pendidikan karakter di Mapala, sikap, mental, etos kerja, kemampuan interpersonal, kemampuan kepemimpinan dan kemampuan sosial itu, sangat menunjang profesi yang dijalani.

Menjadi seorang Mapala memang berat, penuh perjuangan dan resiko, tetapi percayalah jika kita mau berpikir positif, bersungguh-sungguh menjalaninya dan mau untuk terus belajar, hal tersebut sangat berguna dalam usaha melakukan pengembangan diri untuk persiapan masa depan.

Untuk mencapai sebuah kesuksesan tentu diperlukan perjuangan berliku yang tidak mudah. Diibaratkan seperti kegiatan mendaki gunung yang berat, serta penuh perjuangan menghadapi berbagai macam tantangan dan resiko, begitulah sebuah kompetensi dan pengalaman perjuangan belajar di Mapala didapatkan, melalui sebuah proses yang berat dan keras. Namun hasilnya dapat kita rasakan manfaatnya dan kemudian dapat direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesuksesan dan cita-cita hidup. (rm).

Foto || APGI
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB

 

 

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.