Oleh : Vicky Gosal
Perhimpunan Pendaki Gunung Extemasz
Karash Adventure and Training
Wartapalaindonesia.com, PERSPEKTIF – Saat remaja saya di Bandung dan ikut perhimpunan pendaki gunung sejak SMA. Kala itu di Bandung sudah ada Wanadri. Mau ikut Pendidikan Dasar Wanadri tapi tidak jadi karena waktunya cukup lama bagi saya yang masih SMA yang liburnya cuma dua mingguan. Repot kalau mesti bolos hampir 1 bulan. Akhirnya saya masuk Perhimpunan Pendaki Gunung Extemasz yang pas untuk anak SMA. Kalangan mahasiswa waktu itu banyak memilh masuk Wanadri.
Tahun 1971 saya masuk Extemasz. Sempat ikut Gladian III di Carita, Banten yang dilaksanakan Desember 1972. Sebelum Gladian selesai saya pulang lebih dulu karena mau mendaftar ke ITB. Pas itu dihari terakhir pendaftaran. Dulu masuk ke perguruan tinggi ngga ribet seperti sekarang. Saya di ITB Angkatan 1973. Setelah kuliah, tetap aktif ikut kegiatan Extemasz seperti mendaki gunung dan penjelajahan lainnya.
Informasi akan ada Gladian IV di Ujung Pandang, sudah muncul di Gladian III di Carita. Jadi kami di Bandung sudah berencana menghadirinya. Kendalanya adalah ongkos perjalanan ke Ujung Pandang yang mahal
Akhirnya beberapa perhimpunan yang ada di Bandung bertemu, membahas rencana menghadiri Gladian IV di Ujung Pandang. Sekaligus ngobrolin bagaimana bisa dapat ongkos untuk berangkat ke sana.
Hadir dalam pertemuan ini antara lain Wanadri, Extemasz, Jungle Fox, Red Ant, Crosser, Cruiser, Jenggala, Mounstera, Janabuana, GI (Generation Independent), dan beberapa perhimpunan lainnya. Pokoknya ramelah sekalian jadi ajang saling kenal.
Kami untuk ongkos ke Ujung Pandang. Aksi mencari dana kami lakukan bersama-sama. Baik ke pemerintah daerah maupun ke relasi-relasi swasta.yang ikut pertemuan sepakat membuat surat untuk mencari sponsor dan sumbangan
Kurang lebih sekitar 3-4 bulan kami bekerja, walhasil setelah dihitung, ternyata dana yang terkumpul jumlahnya lumayan banyak. Kami sepakati, tiap perhimpunan yang ikut pertemuan, boleh mengirim 2 orang anggota sebagai utusan organisasi. Uang yang terkumpul kami gunakan untuk biaya pendaftaran Gladian (Rp 500,- kalau tidak salah), karcis kereta api, kapal laut dan logistik selama perjalanan.
Jumlahnya yang ikut ke Ujung Pandang sekitar 30 orang. Kami kemudian berangkat bersama-sama. Dari Bandung naik kereta api ke Surabaya. Lalu naik kapal laut ke Ujung Pandang.
Lupa tanggal berapa tepatnya kami merapat di pelabuhan Ujung Pandang. Yang saya ingat saat itu masih dalam suasana peristiwa Malari 1974. Meski peristiwa ini terjadi di Jakarta dan puncaknya tanggal 15 Januari, tapi di minggu-minggu itu suasana sudah memanas dan ramai. Turun dari kapal di pelabuhan Ujung pandang, rombongan dari Bandung yang membawa ransel besar-besar menarik perhatian banyak orang. Termasuk aparat keamanan di sana. Kami langsung diawasi polisi setempat. Mungkin dicurigai ada susupan pelaku peristiwa Malari.
Di sana ada panitia lokal yaitu perhimpunan pendaki gunung Libra Double Cross yang sangat aktif menyambut kedatangan kami. Malam itu kami diinapkan di Ujung Pandang tepatnya dalam kompleks Kantor Polsi agar lebih aman barangkali. Dua hari kami menginap di sini, baru pada hari pelaksanaan Galdian kami semua pindah ke lokasi Gladian IV di Pulau Khayangan.
Jarak dari dermaga di depan Benteng ke Pulau Khayangan tidak terlalu jauh. Sekitar setengah jam naik perahu motor. Pulau Khayangan itu pulau wisata, tapi saat itu masih sepi. Malah mirip pulau kosong. Ada beberapa bangunan semacam pendopo. Di tempat itulah semua peserta Gladian IV berkumpul.
Setelah acara seremonial, mulailah kami rapat demi rapat sesuai agenda acara. Sekitar 2 hari kami di Pulau Khayangan dan rapat-rapat biasa berakhir hingga tengah malam. Bahkan ketika akhirnya Kode Etik Pecinta Alam disepakati itu pun sudah larut malam.
Meski kode etik disahkan di Gladian IV, tetapi benih awalnya sudah dimulai dari Gladian sebelumnya. Sebelum berangkat para peserta sudah tahu bahwa di Gladian ini akan dicetuskan kode etik. Beberapa poin yang sudah digulirkan sejak Gladian sebelumnya, selalu menjadi topik obrolan kami di sepanjang perjalanan.
Suasana rapat pembahasan kode etik cukup ramai bahkan “sedikit panas”. Kata demi kata dibahas tuntas. Tetapi bahasan yang paling panjang adalah tentang istilah yang dipakai. Ada 2 pendapat yang muncul di rapat, yaitu kode etik “pendaki gunung” atau kode etik “pecinta alam”.
Kami dari Bandung lebih memilih ke kode etik pendaki gunung. Karena di Bandung (Jawa Barat) saat itu, tiap perhimpunan / organisasi umumnya memakai istilah Mountaineering Club atau pendaki gunung. Hampir tidak ada perhimpunan yang memakai nama pecinta alam, barangkali malah belum ada.
Sedangkan utusan dari Jakarta, memilih kode etik pecinta alam. Utusan dari Jakarta ketika itu ada Mapala UI, Don Hasman dari Imada, dan beberapa organisasi lainnya.
Setelah debat seru yang panjang, akhirnya semua peserta sepakat kode etik ini disebut Kode Etik Pecinta Alam.
Adanya 2 “mazhab” pendaki gunung dan pecinta alam di Gladian IV Ujung Pandang, sepertinya tak terlepas dari trend yang muncul saat itu. Di era 70-an, terutama pada tahun 1972 dan 1973 muncul gerakan kesadaran lingkungan. Pelestarian alam menjadi isu nasional. Ecology dan Enviroment dan semua yang berkaitan dengan “lingkungan”, lantas menjadi trend dan ini cocok sekali dengan kegiatan pecinta alam.
Sementara, pendaki gunung saat itu dianggap merusak, karena kalau mendaki sering harus menebas hutan membuat jalur pendakian (belum ada jalur seperti sekarang ini)
Pendaki gunung juga minim peralatan. Dulu kalau mendaki gunung, masaknya betul-betul pakai kayu. Ke gunung hanya punya alat masak seadanya, minyak secukupnya, lalu cari ranting pohon sebagai kayu bakar. Saat itu vandalisme juga ada. Termasuk yang main tebang pohon sembarangan.
Barangkali itulah yang kemudian membuat “mazhab pecinta alam” lebih diterima. (vg).
Foto || Wartapala
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB & Ratdita Anggabumi T, WI 190039
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)