Caption foto : Mahasiswa Pecinta Alam Specta UIN Raden Mas Said Surakarta, sukses mengadakan Ekspedisi Nagari Borneo. Ekspedisi bertempat di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. (WARTAPALA INDONESIA / Dok. Specta)
WartapalaIndonesia.com, Surakarta – Ketua Pelaksana Ekspedisi Nagari Borneo, Danang Prakoso menjelaskan, nama Nagari Borneo terdiri dari dua kata, yakni “Nagri“ yang diserap dari bahasa Sunda, yang artinya sebuah negeri atau wilayah yang luas.
Sedangkan “Borneo” adalah nama lain dari Pulau Kalimantan dan juga nama salah satu pohon, yaitu pohon borneol yang banyak tumbuh di Kalimantan pada abad ke-15.
Ekspedisi ini mengusung tema “Penjelajahan Menembus Pulau Seribu Sungai”. Artinya, ekspedisi yang dilakukan di Kalimantan yang terkenal dengan kondisi geografisnya yang dialiri oleh sungai yang jumlahnya sangat banyak.
Di Kalimantan, sungai memainkan peran penting dalam hal komunikasi, serta ekonomi penduduknya.
“Ekspedisi ini mendelegasikan sebelas ekspeditor yang telah sukses menuntaskan visi misinya di setiap medan yang dilaluinya. Ekspedisi ini memerlukan waktu kurang lebih tiga minggu untuk menyelesaikannya,” terang Danang Prakoso. (14/11/2022).
Eksplorasi Gunung Bukit Raya
Ekspedisi Specta dibagi menjadi 4 divisi. Untuk gunung hutan bertempat di Gunung Bukit Raya via Tumbang Habangoi, Kalimantan Tengah.
Kordinator Lapangan Tim Gunung Hutan, Luthfian Farhandika menjelaskan, Gunung Bukit Raya adalah salah satu dari 7 puncak tertinggi di Indonesia, dan pegunungan terbesar kedua di Indonesia.
Gunung Bukit Raya memiliki hutan yang masih asri. Sehingga banyak ditemukan flora dan fauna endemik di dalamnya.
“Mendaki Gunung Bukit Raya membutuhkan waktu delapan hari perjalanan untuk bisa sampai lagi ke Desa Tumbang Habangoi atau desa terakhir. Tak hanya mendaki, kami juga melakukan pemetaan jalur serta eksplorasi,” kata Luthfian Farhandika.
Untuk mendaki lanjut Luthfian Farhandika, kami harus melewati 67 sungai, dan hutan belantara yang masih asri sehingga cahaya matahari sukar didapat. Hal paling menakjubkan adalah flora dan fauna endemik seperti burung enggang, tumbuhan kantong semar dan sebagainya.
Rafting di Sungai Amandit
Rafting bertempat di Sungai Amandit, Loksado, Kalimantan Selatan. Kordinator Lapangan Tim Rafting, Arta Dian menjelaskan, di ekspedisi ini tim rafting melakukan pengarungan panjang. Jaraknya kurang lebih 26 kilometer.
Tim rafting melakukan pengarungan jalur atas. Jalur ini sudah tidak dilewati selama satu tahun lebih. Di sini tim rafting Specta melakukan eksplorasi lebih dalam pada jalur atas Sungai Amandit.
“Tim ekspeditor rafting juga melakukan pembuatan peta jalur pengarungan Sungai Amandit dari jalur atas. Titik start di Desa Lian Paku, Haratai. Finishnya di Amandit Bawah Desa Halunuk, Kalimantan Selatan,” jelas Arta Dian.
Rock Climbing di Tebing Batu Laki dan Batu Bini
Kordinator Lapangan Tim Rock Climbing, Intan Az Zahra menerangkan, tebing yang mereka panjat merupakan tebing ikonik bagi para pemanjat.
Tebing Batu Laki berada di sisi Sungai Amandit, Kalimantan Selatan. Sedangkan Tebing Batu Bini merupakan jalur baru yang dibuat oleh tim Vertikal Rescue Indonesia.
Trek menuju lokasi tebing terbilang sulit. Meski demikian alamnya asri, dan dihuni satwa endemik Kalimantan, seperti bekantan dan monyet hitam.
“Tim rock climbing memiliki misi mendata jalur, dan merintis sebuah jalur yang diberi nama Jalur SCC. Nama ini filosofinya sangat kental di Mapala Specta,” ungkap Intan Zahra.
Tim terang Intan Zahra, berhasil merintis jalur panjat sejauh 12 meter dari dasar Tebing Batu Laki.
Meski berdasarkan penghitungan tinggi tebing adalah 25 meter, tebing ini masih aman untuk dipanjat. Dengan catatan perlu ekstra hati-hati ketika memilih tambatan, dan pengaman saat proses pemanjatan.
Caving di Gua Ali yang Mistis
Caving bertempat di desa Nateh, Kec. Batang Alai Timur, Kab. Hulu Sungai Tengah dan di Telaga Langsat.
Kordinator Lapangan Tim Caving, Raihan Hibban Machrus memaparkan, akses menuju Gua Batu Sawar sangat sulit.
“Kami harus mendaki bukit terlebih dahulu untuk sampai di mulut Gua Batu Sawar,” katanya.
Gua Batu Sawar masih asri. Di sini banyak ditemukan flora dan fauna. Di dalam maupun di luar gua.
Kemudian untuk Gua Ali, perlu perjalanan cukup lama untuk sampai ke sana. Lantaran harus melewati hutan sekitar 1 jam terlebih dulu. Setelah itu barulah sampai di mulut Gua Ali.
“Gua Ali masih sangat kental perihal mistis dan hal gaib lainnya. Gua ini sangat luas dan banyak sekali cabangnya. Konon di Gua Ali masih banyak manusia kerdil,” ungkap Raihan.
Peson Alam Desa Artain
Selain kegiatan-kegiatan tadi, Tim Ekspedisi Nagari Borneo juga melakukan pengabdian masyarakat di Desa Artain, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Desa Artain merupakan wilayah yang jauh dari perkotaan. Satu-satunya akses transportasi menuju Desa Artian hanya perahu klothok yang beroperasi pada pagi hari dan sore saja.
Keberadaan Desa Artain, kearifan lokalnya, flora serta faunanya, menarik bagi tim untuk melakukan pengabdian masyarakat.
Pengabdian dilakukan juga untuk mengetahui bagaimana keadaan sosial perilaku masyarakat, dan perekonomian mereka.
Warga Desa Artain sangat berharap desanya menjadi desa wisata. Harapan warga tidaklah berlebihan. Alam Desa Artian memang elok. Wisatawan yang datang pasti terpukau melihatnya.
Hal ini mendorong Kepala Desa Artain dan tim ekspedisi untuk membenahi perilaku warga Desa Artain. Termasuk sosialisasi perilaku dasar yang terkait dengan kebersihan lingkungan.
“Hasil pengabdian menunjukkan, kawasan wisata di Desa Artain sangat-sangat memukau seperti surga yang tersembunyi,” jelas Danang Prakoso takjub.
Di kawasan Desa Artain masih banyak flora dan fauna. Seperti beruang madu, rusa, kayu ulin dan lebah hutan yang masih melimpah.
Desa Artain juga dikenal sebagai penghasil madu hutan yang diproduksi secara tradisional. Hal ini dapat membantu perekonomian masyarakat desa.
“Di sisi lain, perilaku masyarakat terkait sampah masih diabaikan. Ini adalah pekerjaan rumah warga di Desa Artain yang jadi prioritas utama,” tutur Sekretaris Desa Artain, Rahmat Basuki.
“Tim Ekspedisi Nagari Borneo juga melakukan sosialisasi ke siswa Sekolah Dasar Negeri Artain,” kata Danang Prakoso
Tim ekspedisi tutut Danang Prakoso, bersama Kepala SDN Artain, Puguh, melakukan pengajaran sekolah alam. Memperkenalkan ke siswa dasar-dasar kepedulian terhadap lingkungan, dan pemanfaatan sampah yang dapat diolah kembali atau ecobric. “Siswa SDN Artain, sangat antusias menyimak pendidikan yang kami berikan”.
“Warga Desa Artain sangat terima kasih atas kedatangan kami. Mereka berat melepas kami pulang. Pertemuan di Desa Artain berlangsung selama empat hari dan masyarakat sangat menerima kehadiran kami,” pungkas Danang Prakoso.
Kontributor || Pungky Ferdyan Nesta
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)
2 Comments