Membaca Genealogi Sejarah Mapala dari Alam Pikir Soe Hok Gie

Oleh : Wandi Wahyudi
Anggota Luar Biasa Mata Alam Unfari Bandung
Jurnalis Wartapala, WI 200223

Wartapalaindonesia.com, PERSPEKTIF – Tidaklah dapat kita nafikkan bahwa ide pembentukan Mapala itu lahir dari alam pikir Soe Hok Gie. Ide tersebut sepintas sederhana diciptakannya. Mengingat komunitas, organisasi atau penggiat alam bebas sudah ada jauh sebelum  Gie menggagas Mapala. Padahal kalau kita berkenan membaca dan memahami sosok Soe Hok Gie beserta situasi di masanya, kita akan melihat ketidaksederhanaan, atau semacam kompleksitas di balik pembentukan Mapala.

Selain seorang mahasiswa, Gie adalah seorang intelektual. Seorang pemikir yang cukup kaya pengetahuan. Terutama soal wawasan sejarah. Salah satu sifat seorang pemikir selain kritis adalah menggagas. Ia selalu punya daya untuk mencipta sesuatu sebagai salah satu caranya agar keluar dari belenggu persoalan yang dirasa sudah di titik nadir. Artinya bahwa seorang pemikir selalu punya jalan alternatif untuk keluar dari jerat persoalan.

Sebelum ide pembentukan Mapala itu muncul, Gie sudah terbiasa berkegiatan di alam bebas seperti mendaki gunung. Bagi Gie, mendaki gunung bukan hanya sekedar hobi atau bahkan mengikuti trend semata. Seperti diceritakan sahabatnya Herman Onesimus Lantang, “Gie memilih naik gunung karena muak dengan iklim politik kampus”.

Politik kampus pada masa itu (‘60-an) memang sedang carut marut. Banyak mahasiswa yang tergabung dalam organisasi-organisasi ekstra seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan Perkumpulan Mahasiswa Khatolik Republik Indonesia (PMKRI) terjebak dalam praktik politik praktis yang pragmatis dan oportunis. Perilaku politik yang “saling sikut” untuk mendapatkan kekuasaan atau suaka tertentu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap kemurnian nilai mahasiswa sebagai makhluk pembelajar (homo academicus ).

Kekacauan yang terjadi di kampus setidaknya dipengaruhi juga oleh situasi nasional yang tidak stabil. Pergolakan ideologi antar partai politik jauh lebih dominan ketimbang solusi-solusi negara agar keluar dari keterpurukan sosial ekonomi. Kemiskinan semakin tajam, kelaparan dimana-mana (bahkan di dekat istana negara), korupsi merajalela, kriminalitas marak terjadi dan huru-hara sosial lainnya.

Realitas mengerikan itu mau tidak mau telah mewarnai pikiran Soe Hok Gie. Terutama soal lingkungan terdekatnya yaitu kampus. Sehingga tak heran bila gunung menjadi pilihannya untuk mendamaikan diri. Menjauh dari hiruk pikuk politik yang menjengkelkan. Dari situasi semacam inilah embrio Mapala mulai tumbuh. Dan menjadi sedikit lebih nyata setelah bertemu dengan kelompok pencinta alam bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi di Pangrango.

Mapala, selain sebagai solusi yang ditawarkan Gie untuk mengakomodir mahasiswa FSUI yang doyan “keluyuran” di alam bebas agar lebih terkordinir, juga akhirnya menjadi solusi alternatif untuk melindungi dan merawat mahasiswa FSUI agar tidak terbawa arus iklim politik kampus yang pragmatis dan oportunis. Setidaknya Mapala menjadi rumah yang sehat untuk merawat idealisme dan independensi mahasiswa.

Mapala seumpama mutiara di antara kerikil tajam pada sebuah jalan yang belum tuntas pembangunannya. Ketika kampus dikooptasi kepentingan politik, Mapala hadir sebagai bagian yang tetap menjunjung tinggi independensi.

Sebagai bagian dari sikap politik, Mapala tidaklah “anti politik” secara absolut. Justru Mapala membawa angin segar bagi kehidupan kampus. Sebagaimana salah satu tujuan dibentuknya Mapala yaitu agar mahasiswa mencintai almamaternya. Artinya, Mapala menjunjung tinggi nilai-nilai kampus sebagai lembaga pendidikan, tempat belajar untuk menimba ilmu pengetahuan, tempat menggagas ide-ide besar, dan jembatan untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.

Alam pikir Soe Hok Gie adalah bagian dari genealogi historis Mapala yang tetap memiliki nilai positif, dan masih sangat relevan untuk dijadikan bahan kajian, atau sebagai bahan refleksi. (ww)

Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.