Oleh: Rizki Mubarok
Mahapeka Bandung
Wartapalaindonesia.com, FEATURE – Kota Bekasi merupakan salah satu daerah yang mengalami pertumbuhan pesat di Indonesia. Berdasarkan data dari BPS, jumlah penduduk Kota Bekasi dalam lima tahun terakhir (2019-2024) telah mencapai 2,53 juta jiwa.[i] Pertumbuhan ini membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya terlihat dari meningkatnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang didorong oleh banyaknya pembangunan perkantoran serta kedatangan para pendatang, sehingga pendapatan tersebut bisa digunakan untuk memperbaiki pengelolaan tata ruang kota. Namun, di sisi lain, dampak negatifnya adalah permasalahan banjir yang terus berlanjut dan belum terselesaikan dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan banyak rumah warga terendam dan merusak infrastruktur jalan di kawasan pemukiman.
Pada 4 Maret 2025, Kota Bekasi menjadi salah satu wilayah yang terdampak banjir ekstrem di Jabodetabek. BPBD Jawa Barat melaporkan bahwa pada tanggal 4-5 Maret 2025, lebih dari 52 ribu orang terdampak banjir dengan ketinggian air mencapai antara 50 hingga 350 sentimeter.[ii] BPBD Kota Bekasi juga mencatat 20 titik banjir yang tersebar di tujuh kecamatan di Kota Bekasi.[iii] Ini menjadi masalah serius, mengingat banjir ekstrem ini kembali terjadi setelah kejadian serupa pada 2020, bahkan di tahun 2025 ini, banjir yang terjadi lebih parah dibandingkan tahun 2020.
Penyebab banjir yang melanda Kota Bekasi saat ini bukan hanya karena faktor bencana alam, namun juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, seperti kurangnya resapan air, sistem drainase yang tidak berfungsi dengan baik, perubahan fungsi lahan yang tidak terkendali, dan penumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) yang belum teratasi.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, salah satu langkah yang bisa diambil untuk mencegah terjadinya banjir kembali adalah dengan mengimplementasikan konsep good governance dalam pengelolaan tata ruang di Kota Bekasi.
Secara eksplisit, good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik berfokus pada bagaimana pemerintah sebagai pihak yang memiliki otoritas penuh dalam mengelola jalannya pemerintahan di suatu wilayah, mencakup cara pemerintah mengatur kebijakan dan melakukan pengawasan terhadap berbagai aktivitas publik yang berlangsung setiap hari.
Dalam konteks ini, prinsip-prinsip yang menjadi dasar dalam good governance seperti prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, dan efektivitas, merupakan hal yang sangat krusial untuk menciptakan kebijakan pengelolaan tata ruang yang efektif dalam mencegah dan mengantisipasi terjadinya banjir di Kota Bekasi.
Banjir di Kota Bekasi bukan sekadar masalah bencana alam, melainkan juga persoalan yang kompleks terkait dengan pengelolaan tata ruang. Salah satu penyebab utama adalah pembangunan yang tidak terkendali dan perencanaan ruang yang kurang memperhatikan kapasitas daya dukung alam dan lingkungan. Beberapa faktor yang berperan dalam hal ini termasuk penyempitan serta pengalihan aliran sungai, penurunan kapasitas resapan air dan keterbatasan sistem drainase.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia[1], M. Iqbal Damanik, menyatakan bahwa banjir yang terjadi pada 4 Maret 2025 di wilayah Jabodetabek, terutama yang paling parah terjadi di sepanjang aliran sungai Cileungsi, Cikeas, dan Kali Bekasi, disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal terbangun.
Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi yang merupakan salah satu DAS terbesar di wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, mencakup 10 sub-DAS, yaitu Subdas Cikeruh, Subdas Cijanggel, Subdas Cibadak, Subdas Cikeas, Subdas Cileungsi, Subdas Citeureup, Subdas Cikarang, Subdas Cilemahabang, Subdas Bekasi, dan Subdas CBL, dengan luas total mencapai 147.000 hektare. Namun, saat ini hanya tersisa sekitar 1.700 hektare dari kawasan yang masih berupa hutan. Perubahan penggunaan lahan yang masif menyebabkan berkurangnya area yang dapat menyerap air.
Hal ini tentu menjadi evaluasi dari efektivitas penataan ruang yang telah diatur di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa setiap wilayah harus mempertahankan kawasan resapan air yang cukup untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah terjadinya bencana seperti banjir.
Lebih spesifik lagi, pada Peraturan Walikota Bekasi No. 7 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Bekasi yang merupakan bentuk pengerucutan dari Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau di setiap daerah, khususnya Kota Bekasi mampu menyediakan ruang terbuka hijau minimal 30% dari total luas kota. Ruang terbuka hijau ini termasuk sempadan sungai dan resapan air yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah terjadinya bencana seperti banjir.
Peran Good Governance dalam Pengelolaan Tata Ruang Kota Bekasi
Penanganan banjir yang terjadi di Kota Bekasi memerlukan perhatian serius dalam pengelolaan tata ruang yang berbasis pada prinsip-prinsip good governance. Beberapa hal yang menjadi fokus penting adalah perencanaan tata ruang yang inklusif dan berkelanjutan, transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, serta pengawasan dan penegakan hukum yang efektif.
Perencanaan tata ruang yang baik seharusnya melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga sektor swasta. Aspek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan tersebut adalah kondisi geografis dan hidrologis kota, serta daya dukung lingkungan yang ada.
Pemerintah memiliki peran penting dalam merancang zonasi wilayah yang dapat digunakan untuk pembangunan serta menentukan kawasan yang harus tetap dilindungi, seperti ruang terbuka hijau dan daerah resapan air. Perencanaan yang melibatkan seluruh stakeholder akan menciptakan ruang yang berkelanjutan dan mengurangi risiko bencana, khususnya banjir.
Selanjutnya, transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan pengambilan keputusan menjadi sangat penting. Pemerintah harus menjamin bahwa semua proses perencanaan dan pengelolaan tata ruang dilakukan secara terbuka, sehingga masyarakat dapat mengakses informasi terkait rencana dan kebijakan yang diterapkan.
Selain itu, kebijakan yang dibuat juga harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik dan hasil dari kebijakan tersebut dapat dievaluasi untuk memastikan efektivitasnya dalam mengatasi masalah banjir.
Pengawasan yang ketat dan penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran dalam tata ruang juga menjadi bagian yang tidak kalah penting. Tata ruang yang telah direncanakan dengan baik harus diimplementasikan dengan disiplin. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan tata ruang dijalankan dengan baik, dengan memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran peruntukan ruang dan peraturan pembangunan. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kerusakan ruang terbuka hijau dan pembangunan yang tidak sesuai dengan peruntukan wilayah, seperti pembangunan di kawasan yang rawan banjir.
Optimalisasi Penataan Tata Ruang Kota Bekasi dalam Mengatasi Banjir
Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan tata ruang guna mencegah banjir di Kota Bekasi terdapat beberapa langkah yang dapat diambil, antara lain:
- Rehabilitasi dan pelestarian daerah resapan air:
Pemerintah perlu mengimplementasikan program rehabilitasi untuk kawasan resapan air serta menghentikan segala aktivitas alih fungsi lahan resapan menjadi area hijau. Normalisasi dan revitalisasi daerah aliran sungai menjadi salah diantara cara untuk merehabilitasi tata ruang di kawasan pinggiran sungai. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa air hujan dapat terserap dengan baik ke dalam tanah dan dapat mengurangi risiko banjir terjadinya banjir
- Pembangunan dan peningkatan sistem drainase:
Pemerintah perlu melakukan perbaikan dan pembangunan sistem drainase yang lebih modern dan efisien, khususnya di daerah-daerah yang rawan banjir. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas saluran air dalam menampung dan mengalirkan air hujan dengan baik.
- Peningkatan kesadaran masyarakat:
Masyarakat perlu diberdayakan dengan pengetahuan tentang pentingnya tata ruang yang baik dan bagaimana peran mereka dalam menjaga lingkungan, seperti dengan tidak membuang sampah sembarangan yang dapat menyumbat saluran air dan memperburuk kondisi banjir.
- Penerapan zonasi yang sesuai
Pemerintah harus memastikan bahwa peruntukan ruang untuk kawasan pemukiman, industri, dan ruang terbuka hijau disesuaikan dengan kapasitas lingkungan dan daya dukung alam. Hal ini penting agar pengembangan kota dapat berjalan secara berkelanjutan tanpa menambah beban pada ekosistem yang ada.
Sebagai kesimpulan, untuk mencapai pengelolaan tata ruang yang efektif dan berkelanjutan di Kota Bekasi, dibutuhkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance seperti transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi yang solid antar stakeholder serta memanfaatkan teknologi dalam perencanaan tata ruang, Kota Bekasi dapat mengurangi potensi banjir dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman.
Selain itu, optimalisasi pengelolaan tata ruang melalui perbaikan sistem drainase dan peningkatan kualitas ruang terbuka hijau menjadi langkah strategis dalam mencegah terjadinya banjir kembali di Kota Bekasi. (rm).
Foto || Jasmine Nadhya Thanaya, Antara
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Sumber :
[i] https://databoks.katadata.co.id/demografi/statistik/9a41d45898d2487/jumlah-penduduk-kota-bekasi-2-53-juta-jiwa-data-per-2024
[ii] https://jabarprov.go.id/berita/banjir-bekasi-belum-surut-warga-butuh-bantuan-mendesak-17783
[iii] https://otomotif.kompas.com/read/2025/03/04/115834615/update-titik-banjir-di-bekasi-kendaraan-masih-belum-bisa-lewat
iv https://hijau.bisnis.com/read/20250305/651/1845221/alih-fungsi-lahan-picu-banjir-bandang-lumpuhkan-jabodetabek
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)