15. Bantuan yang Tepat dan Kurang Tepat

Wartapalaindonesia.com, EDUKASI – Artikel ini merupakan isi bab ketiga dari buku “Cara Menjadi Relawan Garis Depan di Lokasi Gempa”. Bab tiga berjudul Kegiatan kemanusiaan di Desa Focus Area. Berisi 14 artikel (nomor 14 hingga 28).

Buku ini ditulis oleh Ahyar Stone. (Pemimpin Redaksi Wartapala. Anggota Dewan Pengarah SARMMI). Terbit pertama Januari 2024. Penerbit Jasmine Solo, Jawa Tengah. Buku ini diterbitkan atas kerja sama Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Wartapala, SARMMI. Selamat membaca. (Redaksi).

a. Bantuan Menjadi Mubazir
Sembako, air bersih, terpal, tikar dan peralatan mandi, sangat dibutuhkan warga. Baik warga yang mengungsi di tenda-tenda di tepi jalan raya, maupun warga yang berada di desa terpencil dan terisolir. Itulah kenapa barang seperti ini masuk kategori kebutuhan dasar pengungsi.

Tak ada masalah jika relawan memberi bantuan seperti itu. Hanya saja, menjadi berlebihan jika semua tim relawan membawa item yang sama ke desa yang sama.

Kalau bantuan yang dibawa tim relawan berupa sembako, tidak apa-apa jika jumlahnya lebih. Perekonomian warga umumnya lumpuh karena gempa Padahal tiap hari warga butuh pangan. Sembako yang jumlahnya lebih, dapat menjadi stok pangan warga selama memulihkan ekonomi.

Tetapi kalau bantuan yang berlebihan adalah selimut, terpal, kasur dan tikar, tentu tidak bagus. Barang seperti ini bukan bersifat sekali konsumsi habis.

Warga walaupun sudah menerima selimut, terpal dan tikar lebih dari satu, mereka tetap senang diberi lagi selimut, terpal dan tikar. Tetapi di sisi relawan, bantuan tersebut jadi mubazir.

b. Kebutuhan Lain
Sebagaimana kebutuhan warga yang hidup di kondisi normal sehari-hari, warga yang terkena gempa — disamping memerlukan kebutuhan dasar pengungsi — juga perlu kebutuhan lain. Hanya saja tidak semua tim relawan paham kebutuhan lain tersebut.

Memang ada tim relawan yang mencoba sedikit kreatif, mereka datang dengan membawa jenis bantuan di luar kebutuhan dasar pengungsi. Tetapi patut disayangkan, bantuannya tidak tepat.

Sekali lagi, sembako, air minum, selimut, terpal dan tikar dibutuhkan warga desa focus area. Anda boleh membawanya. Hanya saja untuk item tertentu jumlahnya jangan terlampau banyak.

Sebelum belanja barang bantuan, sebaiknya Anda perlu pahami, warga yang didampingi juga butuh pemotong kuku, sisir rambut, tali rafia, sandal jepit, cukuran kumis. Ibu-ibu dan remaja putri memerlukan cermin ukuran sedang.

Di pengungsian, warga perlu pula penerangan, peralatan makan, perlengkapan masak, bumbu, kecap dan deterjen. Jika bertepatan dengan musim hujan, warga butuh payung.

Khusus obat-obatan, Anda boleh membawanya bila di tim Anda ada relawan bagian medis. Tetapi jika tak ada relawan medis, obat-obatan jangan dibawa.

Anda tak tahu riwayat kesehatan warga yang didampingi. Anda juga tak paham takaran obat yang ditelan. Salah memberi obat, efeknya bisa serius.

c. Bantuan Yang Kurang Tepat
Jika Anda akan ke lokasi gempa sambil membawa bantuan — atau hendak mengirim bantuan ke sana — hindari membawa bantuan berupa susu formula. Pampers. Pembalut wanita. Pakaian bekas.

1. Susu Formula
Biarkan ibu-ibu di pedesaan memberi ASI untuk buah hati mereka. ASI adalah pilihan terbaik. Jangan ganti ASI dengan bantuan berupa susu formula. Tidak semua bayi dan balita cocok mengkonsumsi susu formula.

Pemakaian susu formula juga tak bisa sembarangan. Harus disesuaikan dengan usia bayi dan balita. Bila susu formula yang dibawa tak sesuai dengan usia, bantuan jadi sia-sia.

Untuk relawan yang terlanjur membeli susu formula, lebih baik susu formula diserahkan ke tim relawan lain yang fokus di kesehatan. Cukup mereka yang membagikannya ke warga.

Sedangkan bagi tim relawan yang memang sengaja tidak membawa susu formula, dan ternyata di desa yang didampingi ada ibu yang ASI-nya tidak keluar, relawan bersangkutan dapat meminta bantuan relawan lain yang focus di kesehatan untuk memenuhi kebutuhan ibu tersebut.

2. Pampers
Pampers sebaiknya tak perlu dibawa. Ibu-ibu di pedesaan punya cara sendiri yang hemat untuk mengurus anak kecilnya buang air. Jangan ajari ibu-ibu di pedesaan melakukan pemborosan dengan memberi pampers yang hanya sekali pakai buang.

Pampers khusus lansia (lanjut usia) juga lebih banyak mubazirnya. Lansia di pedesaan cenderung tak senang pakai pampers. Mereka merasa risih. Malah ada yang malu ke anak cucunya.

Pampers juga ada ukurannya. Tidak pas ukuran, pampers tak akan dipakai.Pampers bekas pakai juga menambah volume sampah di pedesaan. Padahal tanpa sampah pampers bekas, volume sampah di desa korban gempa sudah tinggi dibanding sebelum gempa.

Volume sampah meningkat drastis karena pada fase tanggap darurat, warga selalu mengkonsumsi bantuan yang dikemas dalam plastik dan kaleng.

Jika Anda terlanjur membeli pampers, lebih baik diserahkan ke pengelola pengungsian di perkotaan. Di pengungsian seperti itu — karena alasan praktis — anak-anak dan lansia perlu pampers.

Tetapi kalau Anda tetap berniat membawa bantuan untuk bayi di desa, lebih baik membawa popok yang bahannya kain katun. Popok kain bisa dicuci, dan tentu ini ramah lingkungan karena penggunaannya bisa berulang kali.

3. Pakaian Bekas
Anda ingin menyumbang pakaian? Bawalah pakaian yang baru. Jangan menyumbang pakaian bekas, kendati diembeli dengan kalimat pemanis “layak pakai”.

Pakaian bekas layak pakai”, kurang cocok disumbangkan ke korban gempa. Pakaian warga tidak rusak. Masih utuh tersimpan di lemari. Hanya saja lemarinya belum dibuka karena tertimpa puing rumah.

Lagi pula pakaian bekas yang disumbangkan ke warga, modelnya rata-rata jadul. Warnanya kusam. Gambar dan tulisannya banyak yang kurang pantas dilihat.

Hal itu terjadi karena hampir semua orang yang menyumbang “pakaian bekas layak pakai”, lantaran hendak mengosongkan lemari dari tumpukan pakaian lawas yang tak berguna. Bukan karena alasan kemanusiaan.

Adalah pemandangan biasa jika pakaian bekas di lokasi gempa, dibiarkan kehujanan. Ditumpuk di sembarang tempat. Bahkan ada yang dibakar.Jika Anda punya stok pakaian bekas dalam jumlah banyak, lebih baik jual murah di tukang loak di kota asal. Uangnya dibelikan pakaian baru atau bantuan lain.

Jangan jadikan desa korban gempa sebagai tempat pembuangan akhir pakaian jadul orang kota.


4. Pembalut Wanita
Di lokasi gempa, pembalut wanita — juga pampers — seperti sudah menjadi bantuan favorit sejumlah relawan. Berkardus-kardus pembalut wanita menumpuk di posko-posko bantuan.
Padahal kebutuhan pembalut wanita tidak banyak.

Mencari pembalut wanita tidak sulit dan harganya relatif murah. Wanita yang diberi bantuan pembalut, kerap ogah-ogahan menerimanya. Wanita di desa umumnya sudah hapal kebutuhan pribadi mereka.

Tumpukan kardus berisi pembalut wanita di posko bantuan, akhirnya jadi bantuan yang mubazir.

d. Prinsif Membawa Bantuan
Ada dua prinsip yang perlu jadi pegangan relawan saat membawa bantuan untuk korban gempa — termasuk ke korban bencan alam lain. Dua prinsip ini adalah :

Pertama : Jenis bantuan tak usah terlalu banyak. Cukup beberapa jenis. Tetapi jumlahnya relatif cukup.

Kedua : Bantuan yang dibawa disesuaikan dengan kebutuhan warga. Bukan “sesuai selera relawan”.

Bila bantuan yang Anda bawa sesuai kebutuhan, sudah pasti bermanfaat bagi warga bersangkutan. Lantaran bermanfaat, warga tentu senang menerima bantuan yang Anda bawa, walaupun jenisnya tidak terlalu banyak.

Terkait bantuan, jangan pernah Anda membuat warga terpaksa menerima bantuan karena sungkan menolak pemberian Anda yang datang dari jauh. Padahal warga tidak membutuhkan bantuan tersebut.

Situasi “terpaksa menerima karena sungkan menolak” terjadi karena si relawan merasa paling paham kebutuhan warga. Atau justru karena si relawan tak paham kebutuhan warga yang hendak dibantunya. Tetapi menganggap apapun bantuan yang dibawanya pasti dibutuhkan warga.

15. Bantuan yang Tepat dan Kurang Tepat

e. Bertanya dan Sisihkan Uang
Jika Anda hendak mengantar bantuan ke tim relawan garis depan yang mendirikan posko kemanusiaan di desa terpencil dan terisolir yang jaraknya jauh dari kota domisili Anda, sebelum Anda belanja, tanyakan dulu ke tim relawan garis depan di sana apa yang dibutuhkan warga tetapi belum ada di desa focus area.

Tanyakan pula ke tim relawan garis depan tersebut, belanja barang bantuan cukup di daerah setempat atau belanja di kota asal Anda.

Anda perlu bertanya karena pada hari-hari awal fase tanggap darurat, biasanya ada beberapa jenis bantuan yang menjadi barang langka di daerah gempa.

Kalaupun ada harganya melambung. Selain itu, perekonomian warga pada awal masa tanggap darurat acapkali masih lumpuh. Toko di pinggir jalan banyak tutup. Pasar belum beroperasi.

Jika bantuan dibeli di kota asal Anda, siap-siaplah repot membawanya. Anda juga perlu menyiapkan biaya bagasi. Kecuali bila Anda ke lokasi bencana membawa mobil sendiri dari kota asal.

Untuk relawan yang membawa bantuan sekaligus hendak bergabung di posko kemanusiaan, uang jangan dibelanjakan sekaligus. Uang perlu disisihkan separuh. Untuk jaga-jaga bila di desa bersangkutan ada kebutuhan yang mendadak dibutuhkan warga, tetapi belum ada relawan yang meng-cover.

Barang yang dibutuhkan tadi, Anda belanjakan di daerah yang kena gempa. Aliran uang Anda, cukup membantu memulihkan perekonomian di daerah tersebut. (as).

Foto || SARMMI (SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia)
Editor || Nindya Seva Kusmaningsih, WI 160009

 

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.