24. Pengertian Hunian Darurat dan Cara Mendirikannya

Wartapalaindonesia.com, EDUKASI – Artikel ini merupakan isi bab ketiga dari buku “Cara Menjadi Relawan Garis Depan di Lokasi Gempa”. Bab tiga berjudul Kegiatan Kemanusiaan di Desa Focus Area. Berisi 14 artikel (nomor 14 hingga 28).

Buku ini ditulis oleh Ahyar Stone. (Pemimpin Redaksi Wartapala. Anggota Dewan Pengarah SARMMI). Terbit pertama Januari 2024. Penerbit Jasmine Solo, Jawa Tengah. Buku ini diterbitkan atas kerja sama Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Wartapala, SARMMI. Selamat membaca. (Redaksi).

a. Tinggal di Pengungsian Hanya Sementara
Tenda adalah pilihan favorit sebagai tempat mengungsi. Tinggal di tenda selain praktis, tentu lebih aman jika ada gempa susulan.

Ada warga yang mendirikan tenda di halaman rumahnya yang rusak. Bahan tenda dari terpal dan plastik yang mereka miliki. Ada juga tenda yang terbuat dari terpal bantuan relawan.

Sebagian warga mendirikan tenda secara berkelompok di lapangan terbuka yang cukup luas. Kumpulan tenda seperti ini lazim disebut camp pengungsian.

Tenda di camp pengungsian jumlahnya bisa mencapai puluhan. Jumlah jiwa yang di sana kadang-kadang mencapai seratus orang lebih. Terdiri dari semua kelompok usia.

Camp pengungsian biasanya dikoordinir oleh pemerintah desa setempat. Sedangkan camp pengungsian di wilayah perkotaan, diurus oleh instansi pemerintah daerah bersama relawan.

Selain tenda, pilihan favorit berikutnya sebagai tempat mengungsi adalah bangunan besar yang selamat dari gempa atau sekedar rusak ringan. Seperti sekolahan, masjid, balai desa dan gedung olah raga.

Bangunan atau gedung yang digunakan sebagai tempat mengungsi, biasanya disebut barak pengungsian. Pengungsi yang tinggal di barak pengungsian jumlahnya lebih banyak dibanding yang di tinggal camp pengungsian.

Barak pengungsian di perkotaan, diurus oleh instansi pemerintah daerah dan relawan dari berbagai organisasi.

Tinggal di barak pengungsian ada enaknya. Makanan dan minuman sudah tersedia. Perlengkapan tidur sudah ada. Tim medis selalu siap. Kebutuhan lain juga disediakan.

Suasana di camp pengungsian perkotaan dan barak pengungsian di perkotaan, boleh dikata sama-sama nyaman.

Sedangkan camp pengungsian di pedesaan, suasananya kurang nyaman. Apalagi kalau sering turun hujan deras. Lingkungan di camp pengungsian kerap mirip kubangan. Ruangan tenda yang terbatas juga menimbulkan masalah tersendiri bagi penghuninya.

Meski demikian haruslah disadari bersama, tinggal di barak pengungsian dan camp pengungsian — di perkotaan maupun di desa terpencil — sifatnya hanya sementara. Bukan untuk jangka panjang.

Menunggu bantuan huntara (hunian sementara) dari pemerintah perlu waktu relatif lama. Padahal berlama-lama tinggal di pengungsian bukan pula pilihan tepat, karena bakal muncul perasaan jenuh. Juga tak ada privasi. Sedangkan manusia secara naluri butuh wilayah pribadi.

Solusinya adalah tinggal di hunian darurat.

b. Hunian Darurat
Hunian darurat bukanlah huntara (hunian sementara). Hunian darurat adalah fase tengah dari tenda menuju huntara.

Huntara umumnya berbentuk rumah sederhana berukuran kecil yang dilengkapi fasilitas cukup memadai. Huntara termasuk isinya disediakan pemerintah daerah dan para donator besar.

Sedangkan hunian darurat adalah bangunan sederhana berupa gubuk. Ukurannya sekitar 3 x 4 meter atau lebih. Atapnya dari seng, asbes atau terpal.

Ada dinding, pintu, jendela dan ventilasi. Sebagian besar bahan mendirikan hunian darurat adalah material rumah lama yang masih bisa dimanfaatkan.

c. Sampaikan ke Warga
Petugas badan pemerintah pusat atau daerah yang mendata rumah warga, datang ke desa-desa pada fase tanggap darurat. Saat melakukan pendataan, mereka ditemani oleh perangkat desa setempat atau ketua RT.

Hasil pendataan digunakan pemerintah untuk mengkategorikan rumah warga sebagai rusak ringan, sedang dan berat. Kategori inilah yang menentukan jumlah bantuan dari pemerintah yang bakal didapat warga.

Hunian darurat dibuat setelah rumah warga di desa bersangkutan selesai didata, dan masing-masing rumah sudah ada kepastian masuk kategori sebagai rusak ringan, sedang dan berat.

Kepastian kategori ini dapat ditanyakan ke perangkat desa atau ketua RT setempat.

Sebelum relawan garis depan mengajak warga mendirikan hunian darurat, hendaknya gagasan ini didiskusikan dulu ke perangkat desa atau Ketua RT.

Mengajak warga mendirikan hunian darurat dapat disampaikan pada acara yang dihadiri banyak warga usia dewasa. Bisa pula disampaikan di acara pembagian bantuan.

Jika tak sempat menyelenggarakan acara pertemuan, ajakan untuk mendirikan hunian darurat cukup disampaikan pada obrolan sehari-hari relawan garis depan bersama warga. Catat siapa saja yang bersedia pindah ke hunian darurat.

Biasanya yang bersedia adalah warga yang rumahnya rusak berat. Sedangkan warga yang rumahnya rusak ringan, tidak memerlukan hunian darurat.

d. Bantuan Alat Pertukangan
Mendirikan hunian darurat, memerlukan alat pertukangan. Warga desa yang kebanyakan petani, jarang punya alat pertukangan yang memadai.

Agar mendirikan hunian darurat cepat terlaksana, alat pertukangan seperti gergaji kayu, linggis, palu, tali besar, gerinda tangan, gergaji besi, kaos tangan bangunan dan paku berbagai ukuran, disediakan oleh relawan garis depan.

Bantuan alat pertukangan diserahkan ke pihak desa atau RT setempat. Selanjutnya akan menjadi inventaris desa atau RT.

Warga boleh memakai dengan cara meminjam. Usai dipakai, alat pertukangan dikembalikan ke pihak desa atau RT. Alat pertukangan tidak menjadi milik individu.

Hunian darurat dikerjakan gotong royong relawan garis depan bersama calon penghuni hunian darurat.

c. Lokasi Ideal Mendirikan Hunian Darurat
Lokasi ideal mendirikan hunian darurat adalah di dekat rumah yang rusak. Seperti di halaman depan, atau di lahan kosong samping rumah.

Keuntungan memilih lokasi di sana, warga bersangkutan dapat menjaga harta bendanya. Termasuk bisa mengurus hewan ternaknya. Sudah jamak di lokasi gempa muncul isu bakal ada penjarahan oleh warga dari desa lain. Terhadap isu yang berhembus, korban gempa biasanya cemas.

Keuntungan berikutnya, warga tiap saat bisa membereskan puing rumahnya. Sekaligus mengumpulkan perabotan yang masih dapat dipakai. Hal ini cukup sebagai aktivitas harian mereka untuk mengisi waktu.

d. Sebelum Dirobohkan Rumah Wajib Difoto
Bahan utama hunian darurat adalah material rumah lama yang bisa digunakan. Seperti seng, asbes, papan dinding atau triplek. Juga pintu, jendela, ventilasi, reng dan kayu tiang. Cara mendapatkannya, tentu mengambil dari rumah lama.

Sebelum material diambil, rumah bersangkutan harus difoto terlebih dulu.

Gunakan aplikasi kamera di HP Anda yang hasilnya fotonya memuat tanggal, jam, dan kordinat. Bila di desa focus area tak ada sinyal internet, tidak apa-apa. Ada tanggal dan jam di foto, sudah cukup sebagai data.

Di beberapa kejadian gempa — kendati sudah dilakukan pendataan — instansi pemerintah kembali menurunkan tim untuk melakukan verifikasi ulang terhadap fisik rumah warga. Bila tim verifikasi datang setelah rumah warga dirobohkan, foto tadi dapat membantu tim verifikasi melakukan pendataan.

Di beberapa peristiwa gempa, ada satu dua warga yang nakal. Rumahnya rusak ringan tetapi minta dirobohkan. Tujuannya agar mendapat bantuan kategori rumah rusak berat. Terhadap permintaan seperti ini relawan garis depan harus menolaknya.

Cara menolaknya dengan memberi penjelasan bahwa kalau permintaan tersebut dipenuhi, yang rugi justru si pemilik rumah. Rumahnya yang sudah roboh karena sengaja dirobohkan — dan perlu biaya besar untuk membangun rumah baru — tetap mendapat bantuan kategori rusak ringan.

e. Merobohkan Rumah
Bila rumah sudah roboh — istilah populernya rata dengan tanah — mencopot atap, mengambil kayu dan papan, tentu mudah. Tetapi bila rumah bersangkutan hanya miring dan berpotensi ambruk, perlu cara tersendiri untuk merobohkannya.

Paling praktis merobohkan rumah adalah menggunakan alat berat. Tetapi di desa terpencil dan terisolir, kecil kemungkinan datang alat berat. Sebagai ganti alat berat, relawan garis depan dapat menggunakan balok kayu ukuran besar yang panjang. Bisa juga menggunakan bambu tebal ukuran besar.

Tiap bagian rumah dipukul atau dihantam beramai-ramai menggunakan balok kayu. Dipukul berulang-ulang dari jauh.

Bagian mana yang dipukul duluan, tembok depan, tembok bagian samping rumah atau kuda-kuda?

Tidak ada teori tunggal merobohkan rumah yang berlaku untuk semua rumah. Setiap rumah yang hendak dirobohkan memiliki kemiringan, kerusakan, konstruksi bangunan, serta posisi yang berbeda dengan rumah lain.

Dengan demikian tiap rumah berbeda cara merobohkannya. Kreativitas dan kecermatan relawan garis depan memang diperlukan di sini.

Di proses perobohan rumah, bahaya dapat muncul kapan saja. Bahaya yang kerap terjadi adalah tertimpa kayu penyangga atap dan tembok rumah, serta kejatuhan genteng.

Oleh karena itu sebelum memulai perobohan rumah, relawan garis depan wajib melakukan mitigasi dan merancang tindakan praktis untuk menyelamatkan diri. Juga memakai alat pelindung diri (APD) yang lengkap.

Beberapa bagian rumah yang hendak dirobohkan, mungkin perlu diikat tali panjang terlebih dulu. Saat tali ditarik, fungsi tali ada dua. Pertama untuk membantu supaya rumah cepat roboh. Kedua untuk mengarahkan posisi roboh agar tidak membahayakan bangunan di dekatnya dan orang di sekitarnya.

Setelah rumah roboh, copot paku seng menggunakan linggis kecil atau palu. Hati-hati mencopotnya, jangan sampai seng yang nanti digunakan, malah robek.

Untuk mencopot paku di tiang, gunakan linggis. Paku-paku jangan dibuang sembarangan. Dikumpulkan agar tidak berceceran dan membahayakan kaki. Paku bekas biasanya juga masih dipakai pemilik rumah.

Mengambil kusen pintu dan jendela di rumah berdinding papan, cukup mudah. Tinggal mencopot pakunya, Tetapi kalau dinding rumah terbuat dari semen atau tembok, perlu dihancurkan pakai palu besar agar kusen pintu dan jendela bisa diambil.

Puing dan kayu yang tidak dipakai, dikumpulkan di tempat tertentu. Hal ini untuk meringankan pekerjaan pemilik rumah tatkala membangun ulang rumahnya. Karena lahan untuk membangun rumah baru sudah bersih dari puing rumah lama.

f. Mendirikan Hunian Darurat
Setelah material yang didapat mencukupi, langkah berikutnya adalah mendirikan hunian darurat.

Bentuk rumah darurat, ukuran dan posisinya, Anda serahkan ke pemilik rumah atau calon penghuni. Tiap calon penghuni punya rasa nyamannya sendiri.

Ada yang nyaman dekat sumur. Ada yang lebih senang hunian daruratnya menghadap jalan.

Demikian halnya dengan ukuran hunian darurat. Ada calon penghuni yang perlu hunian darurat cukup luas. Ada pula yang tak perlu luas karena jumlah anggota keluarganya sedikit dan masih kecil-kecil.

Di proses mendirikan rumah darurat, posisi relawan garis depan kadang-kadang lebih banyak di posisi membantu, yang dominan justru pemilik rumah darurat.

Sebab warga di desa focus area kendati profesinya bukan tukang bangunan, mereka umumnya cukup paham mendirikan hunian darurat. Mereka sudah biasa mendirikan gubuk di kebun.

Apabila tidak ada seng — karena rumah yang dirobohkan atapnya genteng — atap hunian darurat bisa memakai terpal. Penyanggah atap terpal menggunakan bambu yang sudah dibelah. Model atap dapat dibuat setengah lingkaran.

Kalau memakai terpal dan penyanggahnya bilah bambu, jangan terlalu banyak menggunakan paku. Ini dimaksudkan agar terpal tidak banyak yang bolong. Sebab setelah hunian darurat dibongkar, terpal digunakan pemilik hunian darurat untuk keperluan lain.

Bila pintu dan jendela tidak ada, bisa menggunakan seng sebagai gantinya. Terpal bisa pula dibuat jadi pintu dan jendela. Tulangannya dari bilah bambu.

Setelah pendirian hunian darurat dianggap selesai — yang berarti relawan garis depan dapat pindah ke rumah lain — kondisinya belum begitu sempurna. Hal ini tidak menjadi persoalan besar. Pemilik hunian darurat akan menyempurnakan sampai dia dan keluarganya benar-benar nyaman menghuninya. (as).

https://wartapalaindonesia.com/23-listrik-darurat-dan-manfaatnya/

Foto || SARMMI (SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia)
Editor || Nindya Seva Kusmaningsih, WI 160009

 

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.