Ajak Anak Muda Membahas Isu Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Institut Hijau Indonesia Luncurkan Environmental Outlook 2025

WartapalaIndonesia.com, JAKARTA – Institut Hijau Indonesia (IHI) melakukan peluncuran Environmental Outlook 2025: Pemuda di Tengah Krisis Lingkungan Menelaah Tantangan Untuk Menata Solusi yang diselenggarakan secara luring (offline) di Sekretariat Institut Hijau Indonesia Jakarta Selatan, dan daring melalui zoom maupun Youtube. Kamis 27 Februari 2025.

Dengan kegiatan ini IHI mengajak para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam mendorong keberlanjutan yang berdampak nyata bagi lingkungan, dan masa depan Indonesia yang lebih hijau.

Kegiatan ini diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia raya, pembacaan doa, selanjutnya pembukaan oleh Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad. Kemudian pemaparan Environmental Outlook oleh Direktur Institut Hijau Indonesia Selamet Daroyni, Nizham Mahmudi Muttaqin Alumni GLI Bacth 3, Dzatmiati Sari Alumni GLI Bacth 1 dan Muhammad Ichlassul Amal Alumni GLI Bacth 1.

Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad dalam sambutannya mengatakan kegiatan ini semuanya disiapkan oleh alumni green leadership Indonesia (GLI) dan disuport oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

Environmental Outlook sebuah proses panjang, sepanjang tahun 2024, Institut Hijau Indonesia telah melakukan diskusi bersama generasi muda di seluruh Indonesia. Seluruh kegiatan diskusi telah melibatkan setidaknya 28.000 orang muda dari seluruh Indonesia. Para peserta FGD sangat antusias mendiskusikan tentang situasi lingkungan hidup, mimpi mereka kedepan dan itu dituangkan dalam Enviromental Outlook ini.

Data persepsi yang telah diekstrak menjadi diagram akan dipublikasi menjadi Environmental Outlook pemuda Indonesia untuk tahun 2025. Sebuah publikasi tentang pandangan orang muda tentang situasi lingkungan hidup, sosial ekonomi di Indonesia tahun 2024 dan harapan mereka tentang tahun 2025.

Penyusun Environmental Outlook dari tiga alumni Green Leadership Indonesia antara lain Nizham Mahmudi Muttaqin, Dzatmiati Sari dan Muhammad Ichlassul Amal. Mereka mengumpulkan pandangan dari 28.000 anak muda dengan mix metode antara kualitatif dan kuantitatif.

Harapannya nantinya akan ada penulisan lebih lanjut dari dokumen untuk disiapkan menjadi buku, yang isinya tidak hanya persepsi nasional, tetapi juga ada persepsi perpulau dan persepsi perprovinsi. Buku ini nantinya juga dapat digunakan oleh pengambil kebijakan kepala daerah tentang situasi lingkungan di daerah.

Direktur Institut Hijau Indonesia Selamet Daroyni dalam pemaparannya menjelaskan Environmental Outlook 2025 melibatkan persepsi 28.763 orang muda dari 34 provinsi, usia 16 sampai 35 tahun dengan latar belakang yang beragam.

Metode pengumpulan data menggunakan mix metode antara kualitatif dan kuantitatif dengan 4 tahap, pertama focus group discussion di 13 kampus (12 provinsi) dengan total 3.123 peserta yang terlibat.

Kedua focus group discussion dengan pemuda di 224 sekolah dengan melibatkan 24.590 peserta di 753 kelompok diskusi.

Ketiga penyebaran formulir online dengan kontribusi 975 peserta dari 34 provinsi.

Dan Keempat diskusi validasi dari ketiga tahap sebelumnya dengan perwakilan pemuda dari 34 provinsi, FGD pendalaman isu dan konfirmasi data temuan dengan 75 pemuda dari 34 provinsi.

Terdapat 7 isu utama yang menjadi pembahasan orang muda dalam diskusi 4 bulan terakhir menjadikan masuk kedalam Enviromental Outlook ini, diantaranya pertama, 28 % skala nasional orang muda menjadikan sampah menjadi isu prioritas, tata kelola sampah belum optimal, sarana dan prasarana di banyak provinsi minim, masih terdapat pembuangan akhir (TPA) yang open dumping.

Di banyak tempat terdapat tempat pengelolaan sampah (TPS) liar, pelibatan masyarakat dalam pengurangan sampah masih rendah. Sampah mencemari sungai dan laut yang berdampak pada kerusakan ekologis.

Kedua 18,5 % anak muda menilai kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup menjadi konsen anak muda secara nasional. Pencemaran air dan udara terjadi di hampir semua provinsi, pencemaran ini terjadi oleh kegiatan yang legal maupun ilegal antar lain; aktivitas penambangan, aktivitas perkebunan skala besar, pembalakan hutan, pembuangan limbah pabrik ke aliran sungai dan laut, kebakaran hutan dan transportasi. Pencemaran ini berdampak bagi kesehatan dan pendapatan masyarakat.

Ketiga 15,4 % anak muda memilih kolaborasi, partisipasi dan edukasi. Masih minimnya keterlibatan anak muda dalam pengelolaan lingkungan hidup, orang muda hanya dilibatkan pada agenda seremonial.

Keempat, 13,5 % anak muda menaruh perhatian pada isu perubahan iklim. Dampak dari Triple Planetary Crisis telah dilihat menjadi ancaman serius bagi kehidupan masa mendatang dan terjadi di hampir semua provinsi. Perubahan Iklim bahkan telah berdampak pada ekonomi petani dan nelayan.

Kelima, 7,8 % anak muda menaruh perhatian kepada kebijakan pengendalian lingkungan hidup dan sumber daya alam yang belum berhasil menurunkan laju kerusakan. Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan belum efektif.

Keenam 11,1 % deforestasi dan biodipersitas, masih terjadi deforestasi di hampir semua provinsi baik legal maupun ilegal dan telah berdampak pada rusaknya ekosistem hutan dan laut, dan ketujuh 5,8 % anak muda memilih isu bencana ekologis yang terus meningkat akibat kerusakan lingkungan hidup yang terjadi disebagian besar wilayah Indonesia.

Muhammad Ichlassul Amal Alumni GLI Bacth 1 yang berasal dari Aceh memaparkan di pulau Sumatera terdapat isu persampahan yang masih sangat tinggi sebesar 28,7 % kemudian disusul oleh isu pengerusakan dan pencemaran lingkungan hidup 23,1 % yang dibicarakan oleh orang muda.

Selanjutnya isu perubahan iklim 13,9 %, sisanya ada isu deforestasi dan biodiversitas, kolaborasi partisipasi yang masih dibutuhkan di Sumatera, persoalan tentang kebijakan lingkungan hidup dan sumber daya alam juga masih penting dibicarakan.

Kemudian tata kelola sampah belum optimal di banyak tempat, antara lain di Aceh, Sumatera Utara dan beberapa provinsi lainnya menganggap isu persampahan ini adalah isu serius.

Isu deforestasi dominan terjadi di Riau, Sumatera Selatan dan biasanya deforestasi terjadi dengan skema pembakaran. Selanjutnya orang muda melihat adanya inplikasi kepunahan flora dan fauna ini mempengaruhi biodiversitas di pulau Sumatera.

Di pulau Sumatera juga ada persoalan terkait perizinan terkait korporasi yang kurang melibatkan masyarakat, orang muda menilai ini menjadi persoalan yang kemudian menimbulkan konflik antar masyarakat dengan korporasi, salah satunya di kepulauan riau terjadi di Rempang.

Di Provinsi Sumatera Utara permasalahan sampah menjadi isu utama yang dibicarakan oleh 31,1 % orang muda, disusul dengan kerusakan dan pencemaran lingkungan 22,2 % , kolaborasi partisipasi dan edukasi 18,2 % , Deforestasi dan biodiversitas 14, 2 % , bencana ekologis dan perubahan iklim masing-masing 4,6 %.

Persepsi orang muda terkait permasalahan sampah menjadi selaras dengan data kompas yang menyebutkan sampah yang dihasilkan setiap hari lebih kurang 2000 ton namun hanya sekitar 800 ton saja yang berakhir di tempat pembuangan akhir, sisanya sebanyak 1000 – 1200 ton tidak tertangani.

Kerusakan lingkungan yang terjadi di Sumatera Utara  juga banyak disebabkan oleh praktik pembalakan liar dan aktivitas tambang. Persepsi orang muda ini selaras dengan catatan Walhi Sumatera Utara yang melaporkan kerusakan hutan terjadi secara masif dibeberapa kabupaten seperti Simalungun, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan dan Langkat, akibat praktik pembalakan liar dan perambahan lahan.

Meneropong 2025 di Sumatera bencana ekologis akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan dan perkebunan skala besar akan meningkat. Kerusakan daerah aliran sungai dan ekosistem pesisir meningkat seiring dengan tumbuhnya aktivitas industri yang mencemari lingkungan. Sumatera semakin kehilangan tutupan hutan akibat alih fungsi dan kebakaran hutan.

Kondisi lingkungan hidup di Sumatera akan membaik Jika; adanya evaluasi ambang toleransi industri ekstraktif di Sumatera. Adanya upaya pemulihan yang dijalankan oleh para pihak secara terpadu. Adanya ruang kolaborasi dan partisipasi bersama orang muda untuk melakukan pemulihan lingkungan. Aparat penegak hukum menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan hidup.

Untuk itu dalam Environmental Outlook ini kami merekomendasikan; perlunya penguatan pelibatan orang muda dalam pengelolaan dan pemulihan lingkungan hidup secara bermakna. Pemerintah perlu mendukung inisiatif dan inovasi orang muda dalam pengelolaan dan pemulihan lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan hidup bagi generasi muda perlu diperkuat dan diperluas termasuk dalam proses belajar mengajar di sekolah, agar terbangun gaya hidup ramah lingkungan (green lifestyle).

Kemudian pemerintah membuka ruang seluas-luasnya bagi generasi muda untuk terlibat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang berdampak bagi kehidupan mereka dimasa mendatang. Selanjutnya pemerintah perlu merancang kebijakan dan agenda pemulihan lingkungan hidup dengan melibatkan generasi muda sebagai salah satu aktor penting yang harus di dengar.

Selanjutnya pemerintah perlu merancang agenda kolektif terhadap industri ekstraktif yang dinilai sebagai salah satu penyebab terjadinya kerusakan lingkungan di berbagai wilayah. Pemerintah perlu melibatkan anak muda dalam penanganan isu perubahan iklim termasuk keterlibatan mereka dalam agenda transisi energi dan pencapaian FOLU Net Sink 2030.

Founder Penjelajah Alam Bencana dan Konservasi Generasi Rimba Alam Semesta (GRAS) Nurhabli Ridwan yang juga alumni pendidikan Green Leadership Indonesia (GLI) Bacth 1 asal Sumatera Utara hadir melalui zoom mengungkapkan selain isu persampahan, mengutip dari data Walhi Sumatera Utara saat ini di Sumatera Utara juga mengalami isu Orangutan Tapanuli yang terancam punah.

Hutan Batang Toru merupakan satu-satunya habitat orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) dan terdapat jenis-jenis primata lainnya. Kawasan bentang alam Batang Toru meliputi Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan Kota Padang Sidempuan. Hutan ini tersebut mengalami laju deforestasi, ancaman yang dihadapi orangutan tapanuli, selain berkonflik dengan masyarakat, juga karena habitatnya yang berkurang. Ini dikarenakan adanya kegiatan pembangunan proyek besar serta perluasan lahan perkebunan. Ancaman ini tentunya mengganggu fungsi ekologi hutan.

Selain orangutan tapanuli, Nurhabli mengungkap masih banyak isu lingkungan hidup dan kehutanan yang terjadi di Sumatera Utara, perlunya langkah nyata kolaborasi pemerintah, NGO, CSO, perusahaan, anak muda dan masyarakat dalam mengambil kebijakan menyelesaikan masalah ini, sehingga lingkungan hidup dan kehutanan di Sumatera Utara tetap lestari.

Menanggapi hasil pemaparan yang telah disampaikan, Kepala Sub Perencanaan BP2SDM Kemenhut Ernawati Eko Hartono, S.Hut., M.Si mengatakan ada beberapa yang belum masuk di Outlook ini di antara seperti, sektor pendidikan memberikan edukasi penyebab masalah terkait lingkungan. Pendidikan terhadap generasi muda di mulai dari diri sendiri, kemudian selanjutnya ke lingkungan sekitar.

Selanjutnya sektor kesehatan, kita mempunyai apa yang disebut dengan one health, kesehatan manusia kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan. Karena penyakit 80% disebabkan oleh hewan dan 75% bersifat zoonosis artinya hewan menularkan ke manusia ataupun sebaliknya.

Rekomendasi ini tidak hanya pemerintah yang diminta untuk melaksanakan semua persoalan ini, tetapi bagaimana kita semua bisa terlibat dalam menghadapi tantangan dan peluang yang ada.

Country Director for Indonesia Greenpeace Leonard Simanjuntak menanggapi pemaparan yang telah disampaikan ia mengapresiasi kepada tim Institut Hijau Indonesia yang telah membuat Enviromental Outlook 2025. Kita perlu semua lini menghadapi persoalan iklim yang semakin serius. Masa depan kita, masa depan yang akan mewarisi bumi, dengan iklim yang makin rusak kita bisa perbaikinya dalam jendela kerja yang semakin sempit. Dalam outlook ini kedepan juga bisa menyoroti isu struktural dan ekonomi politik, karena ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan publik yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan kehutanan.

Hadir dalam kegiatan ini Kepala Sub Perencanaan BP2SDM Kemenhut Ernawati Eko Hartono, S.Hut., M.Si, Widya Prada Ahli Madya Direktorat SMA Kemendikdasmen RI Asep Sukmayadi, Kepala Bidang Sarana Prasarana Pengelolaan Hutan Susi Octalina, S.Hut., M.Si., Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG Mulni Haryadi, Country Director for Indonesia Greenpeace Leonard Simanjuntak dan para undangan lainnya sebagai penanggap.

Kegiatan ini turut dihadiri lebih kurang 200 orang melalui luring maupun daring. Peserta berasal dari berbagai kalangan, termasuk Staff Teknis UPT Kemenhut, Alumni Green Leadership Indonesia (GLI), Green Ambassador Green Youth Movement (GYM), Perwakilan Perhimpunan Penjelajah Alam Bencana dan Konservasi GRAS. (*).

Kontributor || Alumni Green Leadership Indonesia
Editor || Danang Arganata, WI 200050

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.