Aliansi Peduli Cagar Alam Indonesia Tanggapi Isu Perluasan TWA Kawah Ijen di dalam Kawasan Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup

Caption foto: Suasana saat audiensi berlangsung pada kamis (16/5). (WARTAPALA INDONESIA/ Azhar Danii)

Wartapalaindonesia.com, MALANG – Kamis (16/5), di malam Jum’at yang cerah kala itu Aliansi Peduli Cagar Alam Indonesia menggelar Audiensi menanggapi isu “Perluasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen di dalam Kawasan Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup” dengan mengundang Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Bidang Wilayah III, Dr. Setiyo Utomo, S.H., M.Si.

Setiyo Utomo awalnya mengiyakan undangan tersebut, yang kemudian dikarenakan diskusi tidak melibatkan semua stakeholder Taman Wisata Alam/Cagar Alam Kawah Ijen, serta adanya laporan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait peningkatan gelembung /gas beracun di Kawah Ijen yang perlu segera ada upaya antisipasi dan penanganan sehingga perlu diadakannya rapat koordinasi saat itu.

Kemudian pihak Aliansi Peduli Cagar Alam Indonesia menerima surat balasan mengenai undangan untuk menghadiri kegiatan Sosialisasi tentang Evaluasi Kesesuaian Fungsi (EKF) Taman Wisata Alam/Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup di Banyuwangi.

Dengan ketidakhadirannya, dia mengutus perwakilannya dari BKSDA Malang untuk menghadiri forum yang bertempat di Oase Coffee and Literacy Jl. Joyo Utomo V, Merjosari, Kota Malang. Pengalih tugasan ini berdampak pada agenda yang semula audiensi menjadi penguatan pergerakan aliansi sebab ketidakhadirannya serta ketidakpahaman utusannya mengenai pengelolaan Kawah Ijen. Dan juga terhimpun sekitar 50 orang yang hadir dari berbagai organisasi maupun lembaga peduli lingkungan saat itu.

Pukul 20.30 WIB acara pun dibuka dengan bacaan Basmallah bersama-sama, kemudian dilanjut sambutan dari koordinator Aliansi Peduli Cagar Alam Indonesia yakni Lila Puspitaningrum sekaligus pemaparan “Hasil Sosialisasi Tim Terpadu Rencana Perluasan Taman Wisata Kawah Ijen.”

Dilanjutkan dengan pemaparan dari para pemantik: Purnawan Dwi Negara (FK3I Jawa Timur/WALHI Jawa Timur), Andi Syaifudin (Sahabat Alam Indonesia), dan Mochammad Sulaiman (Aliansi Cagar Alam Pulau Sempu). Pemaparan dimulai dari mengoreksi “Hasil Sosialisasi Tim Terpadu Rencana Perluasan Taman Wisata Kawah Ijen” yang dirasa banyak kejanggalan didalamnya, antara lain :

  1. Taman Wisata Alam ditambah seluas ± 256 Ha dengan dasar perluasan adanya sumber air yang akan dimanfaatkan keberadaannya, aksesbilitas pengunjung, pembangunan Cable Car, dan pemanfataan panas bumi sebagai pembangkit listrik (Geothermal).

Yang mana jika perluasan berdasarkan keberadaan sumber mata air seharusnya perluasan cukup untuk akses menuju ke sumber air. Jika karena aksesbilitas pengunjung, mengapa bukan pola wisatanya yang diubah seperti penerapan sistem booking yang dibatasi kuota pengunjung per harinya.

Cable Car atau kereta gantung yang telah lama dicanangkan untuk dibangun di kawasan Taman Wisata Kawah Ijen ini masih menimbulkan tanda tanya besar mengenai statusnya, apakah itu akan dialokasikan untuk masyarakat atau lari ke kantong perseorangan maupun lembaga/instansi terkait?

Dan Geothermal atau pembangkit listrik tenaga panas bumi yang mana itu merupakan energi bersih dan terbarukan akan tetapi prosesnya menggunakan air permukaan sebagai salah satu komponen utamanya akan membuat kelangkaan air bersih dan penurunan debit air yang pasti berdampak pada daerah di sekitarnya terutama masyarakat.

  1. Luasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen seluas 92 Ha namun 23 Ha luasan kawasan yang dikelola, mengapa tidak memaksimalkan luas kawasan yang sudah ada malah menambah luas kawasan Taman Wisata Alam yang mana itu menggerus kawasan Cagar Alam.
  2. Terjadinya gangguan pada sebagian kawasan Cagar Alam yang seharusnya itu diperbaiki bukan malah dirusak dengan menggerusnya kemudian menjadikannya kawasan Taman Wisata Alam.
  3. Dalam hasil sosialisasi yang dipaparkan tidak terdapat adanya dampak ekologi yang terjadi jika kawasan Cagar Alam diturunkan statusnya menjadi kawasan Taman Wisata Alam, sudut pandang yang disoroti lebih mengedepankan aspek pariwisata dibandingkan dengan aspek konservasi.
  4. Masa kerja tim terpadu April–Mei, namun tim terpadu baru mengkaji kawasan pada tanggal 13-16 Mei, dengan 3 hari pengkajian kawasan sehingga timbul keraguan akan kevalidan data tersebut.

Diatas merupakan penyampaian dari Andi Syaifullah dalam kesempatannya. Dilanjutkan penyampaian dari Purnawan Dwi Negara yang akrab disapa mas Pupung mengenai kekuatan hukum Kawasan Cagar Alam, dimana dalam undang-undang dijelaskan bahwa Cagar Alam yang merupakan Kawasan Suaka Alam yang menduduki peringkat tertinggi dalam peranannya sebagai Hutan Konservasi. Karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, serta ekosistemnya yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami sehingga tidak diperkenankan ada campur tangan manusia di dalamnya dikecualikan untuk keperluan pendidikan dan penelitian bukan wisata.

Lalu mas Pupung juga menyinggung cara kerja Geothermal atau pembangkit listrik tenaga panas bumi menggunakan analogi lubang galian perut bumi sebagai botol, kemudian botol tersebut dialiri air dari permukaan setelah itu air yang masuk dalam botol menguap terkena panas bumi atau kompornya gusti Allah sebut beliau dan uap itu nantinya akan menggerakkan turbin di atas sehingga menghasilkan listrik.

Dilanjut lagi oleh Mochmmad Sulaiman yang biasa disapa cak Mad, disampaikan bahwa garis besar pergerakan yang akan dilakukan oleh Aliansi Peduli Cagar Alam Indonesia. Setelah menyelenggarakan acara penguatan pergerakan aliansi ini kemudian membacakan pernyataan sikap aliansi yang juga disertakan lampiran kajian mengenai “Hasil Sosialisasi Tim Terpadu Rencana Perluasan Taman Wisata Kawah Ijen.” Kajian dari aspek yuridis, dan kajian dari aspek pariwisata berbasis lingkungan yang nantinya juga akan dikirimkan kepada instansi terkait serta otoritas pemegang kebijakan diatasnya.

Selesai penyampaian oleh para pemantik dibukalah sesi tanya jawab dengan teman-teman aliansi, antara lain pertanyaannya sebagai berikut :

  • Belum begitu paham mengenai cakupan wilayah Cagar Alam, tolong dijelaskan kembali.
  • Kita berada di Malang sementara Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup berada di Banyuwangi, apakah kita bisa memperjuangkannya?
  • Apakah hutan harus menjadi Cagar Alam terlebih dahulu baru bisa dilakukannya pengelolaan kawasan?
  • Di Malang banyak terdapat potensi untuk aktivis lingungan, apakah ada wadahnya?
  • Apakah ada potensi selain Cagar Alam Kawah Ijeng Merapi Ungup-ungup untuk dibangun Geothermal? karena di Jawa Timur terdapat beberapa titik yang bisa dijadikan Geothermal.
  • Apa korelasinya mengenai penurunan status Cagar Alam dengan penumpang gelap yang dimaksud yang mana 3 wilayah (Ijen, Bromo, Welirang) telah di beli sebagai lokasi Geothermal? Menurut peneliti dari Turki mengatakan pemanasan global terjadi karena Co2 dan batu bara, dan kemudian kita akan dapat mengubah batu bara dengan Geothermal karena dampaknya hanya lokal saja, oleh karena itu mereka mendapat izin.

Para pemantik pun menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Mas Pupung menyampaikan bahwasanya kita ini walinya lingkungan dan lingkungan tidak mengenal batas administratif.

Sebagai contoh orang kota Batu, kencing atau membuang sampah di sungai Brantas. Kemudian sungai Brantas yang melewati wilayah Malang terdampak pencemarannya. Sehingga masyarakat di Malang menuntut masyarakat kota Batu karena telah mencemari sungai. Namun masyarakat kota Batu menyangkalnya karena yang tercemar wilayah Malang bukan wilayahnya kota Batu, apakah bisa dibenarkan perilaku seperti itu? Tentunya tidak.

Kemudian mas Pupung kembali menerangkan konsep Geothermal dan menambahkan penjelasan bahwa memang Geothermal energi yang bersih namun berpengaruh terhadap kelestarian air, air untuk hidup atau air untuk listrik?

Lalu mas Pupung juga menanggapi pertanyaan terakhir. “Dampaknya hanya lokal gundulmu,” jawabnya. Dia pun menganalogikan sebuah rumah sebagai pembuangan sampah sekumpulan rumah se-Kabupaten, bagaimana? Coba dipikirkan lagi.

“Saya berharap tidak perlu lagi adanya penurunan status kawasan, kalau bisa bagaimana caranya kita meningkatkan status konservasi suatu kawasan,” tuturnya.

Mas Pupung memang menduga adanya penumpang gelap yang menunggangi pengelolaan Taman Wisata Kawah Ijen karena konsep ekowisatanya yang bisa diatur dengan mudah.

Dilanjut oleh Andi Syaifudin menanggapi pertanyaan yang telah disampaikan.

“Jikalau sekelas Cagar Alam saja mudah diturunkan status kawasannya maka kawasan yang berstatus dibawahnya akan lebih mudah lagi dipermainkan,” ucap Andy.

Seperti yang kita pahami kawasan Cagar Alam diorientasikan untuk proses pembelajaran dan penelitian, sedangkan status kawasan dibawahnya seharusnya ditingkatkan serta dioptimalkan pengelolaannya.

Masyarakat terutama pengunjung di kawasan Taman Wisata harus dibekali pengetahuan mengenai konservasi demi ketertiban masyarakat yang mengunjungi kawasan tersebut. Sehingga konservasi bukannya malah tunduk terhadap pegunjung/wisatawan, dan ekologi berbanding lurus dengan kestabilan masyarakat juga ekonomi.

Andy juga membenarkan bahwa sangat banyak aktivis di Malang namun hanya sedikit yang terpanggil. “Cagar Alam adalah aset Negara, amanah Undang-undang, dan titipan untuk generasi kita selanjutnya, oleh karena itu ayo bersinergi!,” tegasnya.

Kemudian cak Mad juga menanggapi pertanyaan dari teman-teman aliansi mengenai potensi aktivis. “Aktivis tidak memerlukan wadah, tapi niat ikhlas serta memiliki kesamaan visi dan misi,” ungkapnya. Saat ini kita bukan mencari-cari kesalahannya BKSDA namun pembuat kebijakannya yaitu pusat beserta cukong-cukongnya yang perlu diluruskan.

Setelah itu kesempatan diberikan kepada Imam, selaku perwakilan BKSDA yang telah bergabung di dalam forum. Imam pun menyampaikan sepatah kata mengenai dibutuhkannya dukungan serta masukan dari banyak pihak terutama untuk perlindungan satwa. Karena konsentrasinya di BKSDA sebagai pengamanan dan perlindungan satwa yang dilindungi, serta Imam juga selalu siap bergerak kapan pun untuk menanggulangi pergerakan perjual belian gelap satwa liar.

Selanjutnya dibuka kembali sesi kedua diskusi, seorang di belakang mengacungkan tangannya dan kemudian menyampaikan pertanyaan sekaligus pernyataan.

“Kenapa di berbagai daerah timbul permasalahan Cagar Alam?” tanyanya.

“Sedangkan ditinjau dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I), Jawa menjadi pusat perindustrian yang bahkan dapat menyuplai kebutuhan listrik di luar pulau Jawa dengan proyek 3000 Megawatt (MW). Salah satu caranya menggunakan sumber panas bumi, Indonesia dipenuhi gunung berapi salah satunya gunung Ijen yang akan membawa dampak besar bila mana benar-benar dibangun Geothermal di sana, dampak yang nyata di depan mata yakni sungai tidak lagi jernih,” imbuhnya dengan menyatakan pernyataan tersebut.

Namun dikarenakan telah terlarut malam, mas Pupung menambahi pernyataan tersebut secara singkat.

“Memang listrik itu lebih banyak terpakai untuk keperluan di bidang perindustrian, Geothermal di Ijen dibangun tidak masuk dalam kawasan Cagar Alam namun air yang dipergunakannya sebagian besar menggunakan air permukaan dari dalam kawasan Cagar Alam,” jelas mas Pupung.

Setelah itu masuklah ke sesi penyampaian sikap penolakan aliansi yang dibacakan oleh moderator, pernyataan sikap yang disampaikan sebagai berikut:

  1. Menolak dengan tegas rencana perluasan wilayah Taman Wisata Alam di Kawasan Cagar Alam Gunung Ijen Merapi Ungup-ungup.
  2. Mengecam dasar pemikiran pada sosialisasi optimalisasi pengelolaan Kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Ijen melalui perubahan sebagian fungsi Kawasan Ijen, karena sangat merugikan ekosistem yang ada di dalam Kawasan Cagar Alam tersebut.
  3. Menuntut BKSDA dan KLHK untuk ikut berkomitmen serta berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan khusunya Cagar Alam sesuai dengan tugas dan fungsinya.
  4. Menuntut dan mendesak BKSDA dan KLHK untuk membatalkan rencana perluasan wilayah taman wisata alam di Kawasan Cagar Alam Gunung Ijen Merapi Ungup-ungup.
  5. Mendesak BKSDA dan KLHK untuk memberi solusi yang lebih efektif demi kelestarian lingkungan dengan mengedepankan nilai-nilai dan aspek konservasi.

Juga disertakan lampiran kajian dalam pernyataan sikap yang dibuat oleh Aliansi Peduli Cagar Alam Indonesia ini. Kemudian pernyataan sikap ini akan ditujukan ke instansi terkait dan juga otoritas pemangku kebijakan diatasnya dengan tertanda MAPALA se-Malang Raya serta organisasi-organisasi yang berorientasikan pada kepedulian lingkungan.

Dengan selesainya penyampaian pernyataan sikap tersebut acara pun ditutup oleh moderator dengan seruan lantang, “Cagar Alam Harga Mati, Salam Lestari!”

Kemudian teman-teman aliansi diperkenankan kembali ke rutinitasnya masing-masing dengan semangat mempertahankan kawasan yang semakin menggebu-gebu.

Kontributor || Azhar Danii, WIJA Malang

Editor || N. S. Kusmaningsih, WI 160009

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.