Baraka, Relawan Kampung yang Dijuluki Pembuat Pabrik Oksigen dan Air

Caption foto : Anggota Baraka, kendati usianya tak muda lagi, terus melakukan pendataan, perawatan, penyiraman tanaman yang sudah ditanam. (WARTAPALA INDONESIA / AJ. Purwanto).

WartapalaIndonesia.com, PROFIL – Secara sistematik, para pakar Islam terdahulu sesungguhnya telah mempunyai keperdulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup dan konservasi alam, sebagaimana tercermin dari kata-kata Ibnu Taimiyah :

“Telah diketahui bahwa dalam makhluk-makhluk ini Allah SWT menunjukkan maksud-maksud yang lain dari melayani manusia, dan lebih besar dari melayani manusia: Dia hanya menjelaskan kepada anak-keturunan Adam apa manfaat yang ada padanya dan apa anugrah yang Allah SWT berikan kepada ummat manusia”. (Taqi ad-Din Ahmad ibn Taimiyah).

Dari kata-kata di atas, terlihat jelas jika Islam membawa kemaslahatan dan perbaikan (ishlah) terhadap bumi.

Bagaimana dengan konservasi? Sebagaimana disepakati oleh para fuqaha, jika ingin melihat praktik mendasar tentang penerapan syariat yang absah, adalah dengan melihat bagaimana praktik Rasulullah SAW beserta para sahabat beliau dalam menerapkan ajaran Islam.

Sedapatnya dalam mengkaji perihal konservasi ini, tensi kita tidaklah bersifat apologia terhadap ajaran Islam. Tapi setidaknya — dalam kondisi kekinian — kita menemukan Islam memberikan ajaran yang spesifik dalam persoalan perlindungan terhadap alam.

Di Kabupaten Kediri ada sebuah komunitas yang militan yaitu Baraka (Barisan Relawan Kampung). Setiap ada kesempatan anggota Baraka selalu menyisihkan waktu untuk membuat pabrik oksigen dan air tanpa lelah dan jenuh.

Dengan sistem cangkok dan biji tanaman konservasi, sudah lebih dari 45 jenis tanaman konservasi ficus — baik dari lokal maupun luar — seperti Auri, Benghalis, Beringin, Karet Kebo, Bodhi, Loa dan lain-lainya.

Anggota Baraka, Hasan Asnani (Kowi) bersama anggota lain – dan mereka sama-sama tidak muda lagi — terus melakukan pendataan, perawatan, penyiraman tanaman yang sudah ditanam dan menyulam (mengganti) tanaman yang mati di Sumber Pedet yang berada di Dusun Tempurejo, Wates, Kediri.

Penamaan mata air ini kata Hasan Asnani memiliki sejarah turun-temurun. Dulunya, masyarakat sering memanfaatkan sumber ini untuk memandikan pedet (anak sapi).

“Pada saat upacara adat sering diadakan tumpengan. Yang diarak pakai sapi atau pedet sebagai upaya para leluhur untuk menghormati sumber yang memberi kehidupan berupa air,” jelas Hasan Asnani.

Harapan Hasan Asnani dan anggota Baraka, Sumber Pedet bisa menjadi kawasan perlindungan mata air yang nanti bisa menjadi percontohan bagi wilayah lainnya.

Tidak mudah bukan tidak mungkin karena konsisten, konsekuen, tanggung jawab  untuk membuat pabrik oksigen dan air dipersembahkan untuk anak keturunannya nanti.

Baraka tidak banyak diketahui, tapi banyak instansi pemerintahan, lembaga, kampus, komunitas mengambil tanaman konservasi hingga 5000 bibit 1 kali muat dengan armada truk.

Kita bisa belajar dan mencontoh sebuah aksi peduli dalam menjadikan area yang gersang yang tidak ada tanaman bisa menjadi rimbun dan adem. Semoga bisa menvirusi kita semua sebagai makhluk mulia untuk menjaga alam semesta yang kaya sumber daya alamnya. (AJP)

Kontributor || AJ. Purwanto
Editor || Danang Arganata, WI 200050

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.