Dialog Antarpihak Masyarakat Pecinta Alam Bondowoyo Usung Tema: Mata Air Terakhir atau Air Mata Terakhir?

Caption Foto: Ragam sambutan-sambutan menjelang acara Dialog Antar Pihak di Bondowoso (WARTAPALA INDONESIA/M Zainullah)

Wartapalaindonesia.com, BONDOWOSO – Dua hari setelah Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Masyarakat Pecinta Alam (MPA) Bondowoyo menggelar dialog antarpihak bersama sejumlah stakeholder pemerintah setempat pada Jumat, 7 juni 2024.

Kegiatan ini mengusung tema Mata Air Terakhir yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan untuk dibahas bersama: Mata air terakhir atau air mata terakhir?

Kegiatan yang dilaksanakan di Orrila Cafe & Resto itu juga dihadiri oleh masyarakat, para pecinta alam, dan organisasi kepemudaan di Bondowoso.

MPA Bondowoyo sendiri merupakan masyarakat yang bergerak di isu-isu lingkungan hidup.

Tema tersebut muncul atas renungan teman-teman komunitas ketika melihat kondisi Bondowoso yang secara geografis berada di daerah pegunungan tetapi dilanda kekeringan.

Dalam kegiatan tersebut pelbagai isu dibahas mulai dari ketersediaan air, kekeringan, hingga proyek Geothermal.

Perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bondowoso, Umar, menepis tema di atas. Ia menyebut ada dua kemungkinan dalam tema acara tersebut, yakni positif dan negatif.

“Karena kami selalu berpikir positif barangkali tema kali ini adalah sumber mata air terakhir yang harus kita rawat dan bisa muncul sumber mata air yang lain,” katanya.

Sementara itu, ketua panitia kegiatan, Zia Ulhaq, menegaskan bahwa Dinas Lingkungan Hidup mempunyai peran penting terhadap kondisi ini.

Sebab, ia menerangkan bahwa kebijakan itu memiliki dua dimensi, yakni membujuk atau membodohi.

“Jika itu membujuk, mari urun rembuk,” tegas pria yang akrab disapa Yayak itu.

Ia juga menegaskan bahwa komunitas Bondowoyo akan terus mendorong pemerintah untuk mengambil peran aktif terhadap ketersediaan air agar bencana kekeringan tak lagi melanda Kabupaten Bondowoso.

“Itu sebabnya kami mengundang seluruh instansi terkait supaya bisa menemukan solusi dari kondisi ini,” pungkasnya.

Dari pihak BPBD Kabupaten Bondowoso sendiri melalui perwakilannya, Tugas, menyatakan persetujuan akan bencana kekeringan tersebut.

“Kalo sudah masuk musim kemarau HP kami selalu sibuk dg telfon untuk pengiriman air bersih, apalagi musim hujan” papar Tugas.

Sedang anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bondowoso, Sutrisno, mengutip amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 ayat (3).

Yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

“Kami sebagai perwakilan rakyat akan terus mendorong tiga hal ini; ketersediaan, pendayagunaan, dan pengendalian air,” ujarnya.

Tak hanya itu, dialog ini juga mendatangkan Ketua Komisi I DPRD Kab. Bondowoso, Tohari. Ia mengamini bahwa sumber mata air di Bondowoso sudah berkurang.

“Oleh sebab itu acara ini menggerakkan hati kita untuk lebih peduli terhadap sumber mata air,” ucapnya.

Tohari menegaskan bahwa kondisi lingkungn hidup di Bondowoso memang kritis. Ia mencontohkan kasus banjir yang belakangan marak melanda Kabupaten Bondowoso.

“Karena dulu tidak ada banjir, Dua tahun terakhir ini Bondowoso dilanda banjir,” bebernya.

Tohari melakukan refleksi bersama. Sebagai bagian dari Pemda, ia tak memalingkan muka.

Ia melemparkan banyak pertanyaan reflektif tentang peran, tanggung jawab, dan kontribusi yang sudah dilakukan Pemda untuk memulihkan, merawat, dan menjaga kualitas lingkungan di Bondowoso.

“Apakah PDAM turut menjaga mata air? Atau hanya disedot saja?” Kata Tohari melempar pertanyaan reflektif.

“Kita mesti bersama-sama. Keterlibatan masyarakat itu menjadi penting,” imbuh Tohari menegaskan.

Sementara pandangan dari peserta dialog Jumat tersebut, yang disampaikan oleh Slamet, juga perwakilan dari masyarakat menguji pernyataan dari perwakilan dari PDAM Bondowoso, I Made S., yang mengatakan kalau ia hanya sebagai penyedia air.

“Jangan-jangan acara ini bukan bertajuk Mata Air Terakhir, tapi Air Mata Terakhir. Sebab sumber mata air sudah tak ada, apalagi masyarakat di jadikan bisnis oleh PDAM, dan masyarakat harus merogoh gocek yang lumayan mahal tiap bulan.Maka saya pribadi sudah tidak lagi hubungan dengan PDAM karena tak mampu membayar,” tegas Slamet.

Di akhir dialog tersebut, Komunitas Bondowoyo menawarkan untuk membangun komitmen bersama sebagai bentuk ikhtiar dalam menyelamatkan kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Bondowoso.

Komitmen tersebut tersebut berbentuk penandatanganan pakta integritas.

Seluruh stakeholder terkait diminta untuk menandatangani. Bahkan termasuk Akademisi Universitas Jember hingga ketua panitia.

Ada enam point tuntutan dan desakan yang tertuang dalam pakta integritas tersebut.

“Agar pertemuan ini tidak hanya berhenti di sini. Kami ingin menagih dan menanti dobrakan-dobrakan dari Pemda agar kondisi ekologi di Bondowoso bisa segera pulih. Ini semua untuk anak-cucu,” tandas Yayak menjelaskan pakta integritas. (zai/dan)

 

Kontributor || M Zainullah

Editor || Danang Arganata, WI 200050

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.