Caption foto : Ilustrasi, warga mencuci menggunakan air dari lubang galian di sungai. (WARTAPALA INDONESIA / Tribunnews.com).
Oleh : AJ. Purwanto
Pembina di R-KomPAS (Rumah- Komunitas Pecinta Alam Senusantara)
Wartapalaindonesia.com, PERSPEKTIF – Di tengah agenda Forum Air Dunia ke 10 (World Water Forum 10) di Bali, tahukah kita bahwa air bersih kita, terutama di Jawa dan di kota-kota besar di Indonesia, dalam kondisi kritis? Kritis dari sisi jumlah maupun kualitas.
Jumlah cadangan air bersih kita, yang mayoritas tersimpan sebagai air tanah, dari tahun ke tahun terus menurun. Di banyak wilayah di pulau Jawa dan Bali, kondisinya sudah lampu merah. Tidak hanya jumlahnya, tetapi kualitasnya juga ikut menurun seiring dengan makin banyaknya polutan yang masuk ke badan air.
Bersamaan dengan Forum Air Dunia ke 10, saat ini merupakan momen yang baik untuk merenungkan ulang cara-cara kita memperlakukan air kita. Cara-cara lama yang didominasi dengan cara pandang eksploitatif yang menekankan pada pencarian sumber-sumber air untuk kemudian dieksploitasi, seringkali dengan jumlah berlebihan, terbukti berakhir dengan krisis air. Jumlah cadangan air makin lama makin menipis. Beberapa sumber air bahkan mengering.
Pantauan paling mudah adalah dengan memperhatikan turunnya muka air di sumur-sumur, sehingga secara berkala harus diperdalam. Cara-cara lama dalam memperlakukan air seenaknya sehingga semakin banyak sumber air bersih yang tercemar. juga harus mulai ditinggalkan.
Untuk menghadapi hal tersebut, diperlukan visi dan cara pandang baru yang mampu mengubah kesadaran kita semua untuk bertindak berbeda, tidak lagi melulu eksploitatif dan seenaknya mengotori air.
Visi dan cara pandang lama dalam memperlakukan air harus ditinggalkan, diganti dengan visi dan cara pandang baru yang berbasis pada kesadaran bahwa air elemen vital untuk kehidupan, sehingga dia adalah sakral, yang harus diperlakukan dengan penuh respek dan kehati-hatian.
Cara pandang ini sebenarnya bukanlah baru, karena agama dan ajaran spiritual dari nenek moyang kita sudah mengajarkannya sejak jaman dahulu. Di Bali, ajaran Hindu Sharma memperlakukan air sebagai benda yang suci. Demikian pula pada ajaran Islam, dan agama maupun kepercayaan lainnya.
Cara pandang rasional yang berbasis pada sains juga dengan jelas menunjukkan bahwa sumbe daya apapun jika dieksploitasi terus-menerus melebihi kemampuannya meregenerasi, pada suatu saat akan punah atau habis. Contoh ini dengan jelas terjadi pada cadangan air kita.
Eksploitasi terus menerus dan berlebihan pada cadangan air, tanpa diimbangi dengan pengisian kembali (recharging) berakibat pada menipisnya cadangan. Oleh karena itu, visi dan cara pandang baru terhadap air juga menuntut tindakan riil untuk mengimbangi atau mengatasi eksploitasi tersebut – yakni dengan meningkatkan dan memasifkan gerakan pengisian kembali sumber-sumber air tanah (groundwater recharging). Cara-cara dan teknologi untuk mendukung implementasi visi dan paradigma baru ini dapat secara cepat diadopsi.
Sumber utama pengisi air tanah adalah air hujan. Oleh karena itu, program dan gerakan konservasi dan recharging air tanah dengan air hujan ini sudah saatnya digencarkan.
Pilihan teknologi untuk groundwater recharging tersedia banyak dengan berbagai level kecanggihan maupun skalanya. Baik yang dapat dikerjakan oleh masyarakat secara individu, oleh kelompok masyarakat, maupun oleh pemerintah atau negara.
Biopori dan sumur resapan adalah contoh cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat secara individu. Pembuatan dan revitalisasi situ atau kolam-kolam penampung air dapat dilakukan secara komunal.
Penerapan teknologi-teknologi ini mestinya juga harus dilakukan secara tepat dan bijak, dengan mempertimbangkan kondisi tanah dan batuan/geologi, kontur tanah/geografi, dan lain-lain.
Tetapi intinya, gerakan groundwater recharging ini harus segera dilakukan. Groundwater recharging yang terkelola dengan baik juga dapat menjadi sarana untuk mengelola air hujan, menyulapnya menjadi berkah yang luarbiasa – alih-alih menjadi bencana. (AJP)
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)