Caption Foto: Sekolah Air Hujan di Ruang Rapat Kalpataru Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang (WARTAPALA INDONESIA/AJ Purwanto)
Wartapalaindonesia.com, MAGELANG – Kondisi lingkungan yang berubah setelah adanya perubahan iklim, berdampak memicu krisis air yang mulai dirasakan masyarakat. Maka dari itu, masyarakat pun harus mulai peka dengan kondisi seperti itu.
Sebagai upaya membangun kesadaran untuk peka dan peduli kondisi tersebut, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang, melalui bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), mengelar kegiatan untuk meningkatan kapasitas masyarakat hukum adat (MHA) terhadap kondisi lingkungan dengan berbasiskan kearifan lokal.
Kegiatan itu digelar pada rabu-kamis, 23-24 April 2024 lalu, bertempat di Ruang Rapat Kalpataru Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang.
Kegiatan dilaksanakan dua hari. Di hari pertama, peserta adalah pondok-pondok pesantren di wilayah Kabupaten Magelang yang terdampak kekeringan ketika elnino terjadi di 2023.
Pesantren-pesantren tersebut, saat itu, mendapat bantuan air dari BPBD kabupaten Magelang.
“Harapannya pasca pelatihan ini, pesantren bisa melakukan kegiatan pemanenan air hujan dan mengelolanya dengan optimal. Sehingga kelak bila terjadi paceklik air, bisa secara mandiri mencukupi kebutuhan air, tidak lagi minta dropping air,” ucap Kepala Bidang PPLH Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang, Joni Budi, dalam sambutannya.
Selain itu, Sekertaris Dinas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup, Ismail, juga menyampaikan bahwa dari kegiatan ini, diharapkan yang hadir mampu menjadi pionir-pionir dalam bidang lingkungan.
“Supaya bisa menjaga dan mengelola lingkungan dengan baik termasuk bagaimana mengelola potensi air hujan yang ada sehingga tidak menjadi masalah tersendiri,” ungkapnya.
Di hari kedua, hadir Komunitas Jogo Tuk Kabupaten Magelang. Kelompok masyarakat ini berkomitment kuat untuk menjaga sumber-sumber mata air yang ada lingkungan mereka. Sekitar 12 komunitas penjaga tuk hadir.
Diharapkan komunitas penjaga tuk dan masyarakat, bisa bersiap untuk mengerti solusi lain mendapat air bersih selain pengambilan dari tuk atau sumber mata air yang ada.
“Karena berjalannya waktu, populasi masyarakat juga semakin meningkat. Kalau tidak diiringi pertumbuhan tuk baru, tentu akan menjadi problem baru kekurangan air bersih. Dan air hujan menjadi solusi tepat, mudah dilakukan masyarakat dan melimpah,” ucap Sri Wahyuningsih dari Sekolah Air Hujan Banyu bening Yogyakarta, sebagai narasumber di acara hari kedua.
Dalam paparannya lebih lanjut, disampaikan cara menampung air hujan yang tepat untuk tetap menjadi higienis dan bisa dikonsumsi. “Dua metode, teknologi Gama Rain Filter dan tip-tip penyimpanan air hujan yang aman,” imbuhnya.
Selain itu dilakukan pula uji kualitas air yang dibawa peserta menggunakan tds tester. Test itu berguna untuk mengetahui seberapa besaran zat padatan yang terlarut di dalam air di bandingkan dengan air hujan.
Pada ujung acara, Para peserta berkomitmen untuk menyampaikan informasi yang mereka terima dari kegiatan ini kepada masyarakat luas. (ajp/dan)
Kontributor || AJ Purwanto
Editor || Danang Arganata WI 20050 L
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)