Mendaki Gunung, Kamera dan Kantong Tidur

Oleh : Zaeni Mansyur
Mapala UPN “Veteran” Yogyakarta

Founder Jogja Adventure Kids (JAK)

Wartapalaindonesia.com, PERSPEKTIF – Memotret dan mendaki gunung adalah kehadiran diri pada ruang berkabut. Banyak hal yang menjadi suka duka mendaki bersama kamera.

Pada masa lalu berurusan dengan tabung-tabung film dan cara menyimpan. Pada masa kini berurusan dengan manajemen baterai dan udara dingin

Tidur dalam ruang sempit (tenda), kamera pun harus berselimut hangat. Bersanding dekat kepala, agar tak terinjak. Menggelantung di depan agar mudah terjangkau. Sementara tas punggung besar pun menjadi anak kedua yang ogah diturunkan dari gendongan.

Memotret dengan beban tas berat adalah sesuatu. Kuda-kuda mesti baik dan tak bergetar. Agar hasil jepretan pun tak bergetar. Bersandar dengan pohon besar yang tumbang atau batu besar adalah cara-cara. Cara-cara untuk berbagi beban. He… he…Dan tas carrier pun bisa beralih fungsi jadi tripod.

Ketika jalan mendaki terjal dan matahari mulai meninggi. Pendaki gunung pun mulai menawarkan diri untuk duduk. Namun tugas memotret pun mesti terus berlangsung.

Tidak boleh malas mengeluarkan kamera. Itu catatan. Baik dalam kondisi hujan badai sekalipun. Karena hujan adalah peristiwa. Dan badai bisa jadi tak terulang esok hari

Memotret adalah kemampuan untuk berorientasi medan. Pemotret kadang mesti ada di depan untuk menampilkan kesan jauh. Kadang mesti di belakang jauh agar terkesan sendiri.

Kadang mesti merunduk dekat rumput. Pula kadang memanjat pohon, jika tenaga masih ada. He he

Jika pendaki lain masih lelap di kantong tidur dalam buaian udara dingin. Maka pemotret sudah bersedia siapkan alarm HP. Untuk bangun lebih awal, menyambut sunrise dan embun pagi.

Memotret adalah kemampuan untuk melukis cahaya, (ya) melukis tanpa tinta warna. Menentukan titik memotret adalah cara meletakkan obyek pada frame

Pemotret akan bercerita apa.
Ada apa pada bingkai (framing kanan kiri)
Background dan upground juga cara untuk bercerita.

Pemotret yang baik adalah kehadirannya dianggap tak ada. Namun karyanya senantiasa mengingat pada YANG MAHA ADA. (zn).

Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Foto || Wartapala

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.