Oleh : Emir Rembrandt Ghozali
Lawalata IPB
WartapalaIndonesia.com, FEATURE – Suku Baduy merupakan masyarakat adat yang tinggal di kabupaten Lebak, Banten. Desa ini menjadi ramai lantaran menjadi desa yang menolak modernisasi dan memiliki keunikannya sendiri, salah satunya adalah orang Baduy Dalam tidak diperbolehkan mengendarai atau menaiki transportasi untuk menuju ke suatu tujuan. Mereka diharuskan berjalan kaki ketika ingin menuju kesuatu tempat.
Lantaran budaya Baduy ini unik, banyak warga Indonesia yang berkunjung ke sana, untuk belajar dan melihat bagaimana orang Baduy berkegiatan.
Ketika saya berkunjung ke sana, 2-3 November 2024, saya tertarik bagaimana cara mereka mengelola pertaniannya. Suku Baduy bertani untuk menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Sedari kecil mereka sudah diajak orang tuanya ke ladang, sehingga mereka terbiasa untuk berkegiatan di ladang.
Dalam berladang memang difokuskan terkhusus untuk anak laki-laki sedangkan para anak perempuan melakukan pekerjaan rumah dan juga menenun kain.
Kehidupan bertani di sini, mereka lebih dominan menanam padi. Sedangkan untuk tanaman lain mereka menanam kencur, jahe, dan tanaman obat lain.
Selain itu mereka juga menanam beberapa sayur dan buah untuk konsumsi sehari-hari. Hasil yang didapatkan ketika panen adalah sekitar 1 ton padi sekali panen.
Untuk menyimpan hasil panen, masyarakat membuat lumbung hasil dari gotong royong yang disebut sebagai lenggang. Ada perbedaan lenggang antara Baduy Luar dengan Baduy Dalam.
Pada lenggang Baduy Luar, kaki yang dimiliki sebagai pondasi berjumlah 9 buah. Sedangkan lenggang milik suku Baduy Dalam hanya memiliki 4 kaki, dan memiliki piringan kayu di atasnya yang berfungsi sebagai pencegah tikus masuk ke dalam lenggang.
Tikus bukan menjadi salah satu hama yang dihadapi oleh para orang Baduy. Serangga juga menjadi masalah utama yang masih harus ditangani.
Untuk mengatasi masalah tersebut orang Baduy masih menggunakan obat tradisional yang diracik khas oleh mereka sendiri, agar tetap menjaga kebiasaan yang sudah sedari dulu dilakukan.
Suka Baduy juga meletakkan jaring-jaring besar di atas lahan pertanian mereka. Fungsinya sebagai penangkap kelelawar yang mereka sebut cilong. Kelelawar akan diambil hatinya untuk obat.
Suku Baduy juga memiliki hari yang dikhususkan untuk perayaan terhadap hasil panen. Ritual ini dilakukan suku Baduy untuk mencicipi hasil panen. Juga sebagai tanda rasa syukur mereka terhadap hasil panen yang didapat.
Dalam perjalanan kali ini saya dan teman-teman dari Manusia Lingkungan Lawalata IPB, banyak belajar bagaimana suku Baduy ini dapat terus menjalankan budaya yang sudah ada sejak zaman dahulu. Harapannya, bukan hanya mereka yang menjaga budaya, tetapi kita sebagai warga negara Indonesia juga turut berperan dalam menjaga warisan budaya Indonesia ini. (erz).
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Foto || Lawalata IPB
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)