Oleh : AJ. Purwanto
Pembina di R-KomPAS (Rumah- Komunitas Pecinta Alam Senusantara)
Wartapalaindonesia.com, PERSPEKTIF – Alam telah memberikan semuanya yang tak pernah minta imbalannya. Alam terlahir sebelum manusia di ciptakanNya. Tak sedikit pun manusia prihatin dan peduli untuk mencintai dan menyayanginya. Saat ini manusia merasakan akibatnya akan Krisis Iklim Global.
Perubahan iklim terjadi karena efek rumah kaca, yaitu terperangkapnya panas matahari oleh gas-gas di atmosfer bumi, seperti karbon dioksida (CO2), dan bahan bakar fosil juga sebagai salah satu penyebab utama pemanasan global.
Perubahan iklim dapat menyebabkan berbagai dampak, di antaranya:
Bencana alam
Perubahan iklim dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, badai topan, dan siklon tropis. Bencana-bencana ini dapat merusak infrastruktur, lingkungan, dan kehidupan masyarakat.
Kerusakan ekosistem
Perubahan iklim dapat merusak ekosistem dengan munculnya wabah hama, infeksi patogen, dan spesies invasif. Hal ini dapat mengganggu siklus hidup satwa liar.
Penyakit
Peningkatan polusi akibat perubahan iklim dapat menyebabkan berbagai penyakit tidak menular, seperti kanker kulit, asma, gangguan sistem imun, dan heat stroke.
Kerugian ekonomi
Perubahan iklim dapat menyebabkan kerugian ekonomi, seperti kerusakan infrastruktur dan kelangkaan air yang berpengaruh pada panen tanaman pangan.
Stres dan masalah kesehatan mental
Perubahan iklim dapat menyebabkan stres, perubahan perilaku, dan bahkan masalah kesehatan mental.
Kemiskinan
Perubahan iklim dapat meningkatkan faktor-faktor yang menyebabkan atau menempatkan manusia dalam kemiskinan.
Sekali lagi, perubahan iklim terjadi karena efek rumah kaca, yaitu terperangkapnya panas matahari oleh gas-gas di atmosfer bumi, seperti karbon dioksida (CO2), dan bahan bakar fosil juga sebagai salah satu penyebab utama pemanasan global.
Bumi kita semakin kering! Laporan terbaru dari Konvensi PBB untuk Memerangi Desertifikasi (UNCCD) PBB mengungkapkan bahwa dalam 30 tahun terakhir, banyak bagian bumi yang mengalami kekeringan permanen, dan hal itu membawa dampak besar bagi kehidupan kita.
Menurut laporan tersebut, sekitar 77,6% daratan bumi kini menjadi lebih kering sejak tahun 1990-an.
Wilayah wilayah yang sebelumnya lembap mulai kering, dan ini berdampak buruk pada pertanian, ekosistem, dan kehidupan manusia secara keseluruhan.
Jika tren ini terus berlanjut, lima miliar orang diprediksi akan hidup atau berusaha hidup di dataran kering pada akhir abad ini. Kini, ada jutaan orang yang berusaha pindah dari daerah yang semakin gersang ke wilayah lembap, sayangnya negara-negara yang tidak terlalu terdampak tidak memberikan ruang bagi mereka.
Dengan tingkat degradasi lingkungan yang begitu parah, para ilmuwan menemukan indikasi yang mengkhawatirkan bahwa penyerap karbon alami di Bumi tidak berfungsi sebagaimana mestinya pada tahun 2023. Sebuah studi pendahuluan menunjukkan bahwa hutan dan tanah hampir tidak menyerap karbon sama sekali, suatu tanda yang mengkhawatirkan dari kerusakan lingkungan.
Situasi yang mengkhawatirkan ini bisa jadi disebabkan oleh krisis iklim. Tahun 2023 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat, memicu berbagai peristiwa degradasi lingkungan, seperti mencairnya lapisan es, kebakaran hutan yang lebih sering, dan pemanasan laut. Kondisi ini mengganggu kemampuan alam dalam menyerap dan menyimpan karbon.
Lingkungan alam merupakan fondasi kehidupan di Bumi. Dengan sumber daya alam yang mendukung, umat manusia dapat berkembang. Sayangnya, aktivitas manusia juga merupakan salah satu penyebab utama degradasi lingkungan. Tingginya laju deforestasi, pembakaran bahan bakar fosil, dan polusi yang merajalela menyebabkan penyerap karbon alami kehilangan fungsinya.
Oleh karena itu, perlu tindakan tegas dan nyata untuk menghentikan emisi gas rumah kaca yang tidak hanya sekadar mengandalkan alam. Peralihan dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan, serta melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati dan lingkungan alam mesti menjadi prioritas utama pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil di seluruh dunia.
Mulai saat ini semua lebih empati pada lingkungan di sekitarnya. Ikut menjaga dan memberi bentuk cinta kasih pada alam yang telah memberikan semua nya di dunia ini. Memanfaatkan air hujan sebagai solusi krisis air dan penanaman sebanyak-banyaknya, serta mengurangi penggunaan sampah yang akan mengakibatkan tidak sehatnya lingkungan di sekitar.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta.
Semoga semua Makhluk Hidup Berbahagia.
Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB
Foto || Wartapala
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)