Saya Pencinta Alam, Saya Kompeten

Caption foto : Tengah kemeja abu-abu, Adiseno. (WARTAPALA INDONESIA / Ahyar Stone).

Oleh : Adiseno
Mapala UI

Tokoh Pencinta Alam

Wartapalaindonesia.com, EDUKASI – Sahabat saya perempuan Batak tomboy. Kami ketika remaja diajar turun tebing dengan tali    oleh Mat Rawi, bintara pelatih anggota Kopassandha, d/h RPKAD, kini Kopassus. Sahabat saya ini diperintahkan untuk berteriak sebelum turun tebing. Alih alih, meneriakan kesiapannya, atau diam karena masih ragu, sahabat saya ini membentak pelatihnya. “Heeh, diem lu!”

Saya yang dekat langsung geli. Raut pelatih yang sudah mendidik ratusan kalau bukan ribuan prajurit paling handal Angkatan Darat, terkejut. Bisa jadi itu pertama dia dibentak siswa dan tidak berdaya membalas dengan hukuman. Kami masih anak anak.

Kami diajarkan keterampilan turun tebing dengan menggunakan satu cincin kait. Cincin kait itu carabiner, tali tambang bukan kernmantle, sabuk pinggang dari ikatan tali pipih bukan dari harness bermerek. Semua pengetahuan ini diajarkan secara lisan dan didemonstrasikan pelatih dengan kami mencontoh untuk praktik. Sikap yang dibutuhkan, berani, disiplin, jelas dalam komunikasi. Ini dipraktikan dengan terjun tali, latihan dasar penerjun payung.

Uraian keterampilan, pengetahuan dan sikap dari satu kemampuan seperti turun tebing, baru terang bagi saya setelah menjadi pelatih. Teriak-teriak ala militer saat turun tebing tidak dikenal di dunia pendaki gunung. Tuntutan teriak bagian dari evaluasi pelatih kepada siswa untuk mengetahui apakah sahabat saya itu sudah bersikap berani, waspada.

Reaksi nyeleneh sahabat saya tetap bisa dinilai Mat Rawi. Siswa belum siap. Belum siap keterampilan turun tebing, belum siap sikap komunikatif, belum siap sikap berani, sikap teliti, bisa jadi belum siap bekal pengetahuannya hingga ia jadi ragu akan tindakan.

Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap
Memang kemampuan seseorang harus dilandasi pengetahuan, kerennya kognitif. Kemudian dia bisa melaksanakan kegiatan secara fisik dari pengetahuan itu atau psikomotorik. Melaksanakan dengan menggunakan sikap yang tepat disebut juga afektif.

Kognitif turun tebing adalah mengenai alat yang digunakan. Tali, pengaman jangkar, pengaman tubuh, alat penurun. Pengetahuan sistim pembuatan jangkar dengan simpul apa. Sistim penurunan dengan cadangan. Sistim penambatan pada turun tali. Ini artinya tahu tentang simpul delapan, prussik, simpul pita, simpul nelayan.

Simpul-simpul ini bukan hanya bayangan di otaknya, tetapi bisa dirajut oleh jari tangannya. Lanjut memasang alat penurun, bisa figure of eight, bisa penurun otomatis, macam macam. Ini psikomotorik dari turun tebing.

Sudah terpasang dalam sistim turun tebing, mata menjelajah. Mulai dari angkur, penyambung ke pengaman angkur, simpul pada penyambung. Pindah ke penurun dan sangkutannya di tali hidup hingga ke sabuk pengaman tubuh. Semua diteliti, sesuai dengan kognitifnya tentang turun tebing yang aman. Teliti, kuncinya. Ia sudah ada sikap teliti, sudah menjalankan prosedur sesuai dengan urutan kerja berarti sudah bersikap disiplin. Ketelitian dan kedisiplinan yang dimiliki menjadikan bersikap berani turun bergantung pada tali saja dari ketinggian di kecuraman.

Kompeten turun tebing.

Dimensi Kompetensi
Turun tebing saja hanya satu keterampilan. Jika hanya ini, kita baru berada pada satu lapisan kompetensi. Disebut Task Skill terampil menjalankan prosedur. Lapisan paling dasar

Lapis di atasnya terkait sebelum dan sesudah turun tebing sendiri. Mengumpulkan alat-alat yang dibutuhkan, memasang angkur agar tali terikat aman, kemudian ketika turun di bawah bisa melepas tali dan peralatan pengaman yang dibawa untuk kemudian dikemas dan dipulangkan. Artinya bisa mengelola berbagai komponen pekerjaan yang terkait dengan turun tebing. Disebut Task Management Skill.

Saat turun tebing tali hidup kusut. Kemampuan untuk berhenti di tengah tali, mengunci alat penurun, kemudian bertindak untuk mengusut uraian tali agar lepas adalah lapisan kemampuan yang lebih lanjut. Di sebut Contigency Management Skill.

Turun tebing bisa jadi bagian dari kegiatan panjat tebing, atau pendakian gunung medan berbatuan yang terjal. Turun tebing jadi hanya satu kemampuan yang ditambahkan pada kemampuan panjat tebing atau pendakian. Bisa jadi pada kemampuan panjat tebing dan pendakian ada kemampuan berkemah, kemampuan navigasi darat dan sebagainya. Mengerjakan kemampuan turun tebing bersamaan dengan kemampuan lainnya dengan baik disebut Job Role Environment Skill. Ini lapisan keempat.

Lapisan teratas disebut Transfer Skill. Selain turun tebing di alam bisa di menara, di gedung tinggi, bisa juga turun masuk ke gua vertical. Artinya bisa mengaplikasikan teknik turun tebing ini ke berbagai tempat, berbagai waktu dan situasi.

Nah, lima lapisan kemampuan ini menjadikan kompetensi turun tebing mu lengkap.

Skema Pencinta Alam
Turun tebing hanya satu kemampuan dalam seluruh kegiatan pencinta alam. Ini sudah tergambar pada penjelasan Job Role Environment Skill. Tidak perlu kemampuan turun tebing kalau tidak mampu panjat tebing atau tidak mampu mendaki gunung. Tidak perlu turun tebing kalau tidak melakukan penyelamatan penyintas dari atas.

Ketika kita ikut pelatihan pencinta alam, biasanya kita akan belajar merencanakan perjalanan ke alam; mengemas peralatan perlengkapan dan perbekalan; menentukan arah, jarak, waktu tempuh, tujuan dan kepulangan. Kemudian diajarkan keterampilan atau psikomotorik dalam bermalam di alam, memasak di alam. Setelah itu diajarkan kemampuan mendaki gunung, panjat tebing, telusur gua horizontal bahkan vertikal, arung jeram, berlayar, menyelam, paralayang.

Kemampuan ini diajarkan masing-masing pelatih pencinta alam, senior kita atau pengajar tamu, bisa kita sebut Unit Kompetensi. Susunan unit kompetensi dalam pelatihan pencinta alam disebut Skema Kompetensi. Ini mengambil istilah dari Pelatihan Berbasis Kompetensi. Dalam istilah organisasi pencinta alam skema kompetensi yang dijadikan referensi dan materi pelatihan untuk pelantikan disebut pendidikan dasar atau diksar. Skema kompetensi pencinta alam bisa disebut kurikulum.

Kurikulum diksar bergantung dari ketersediaan peralatan. Setiap perjalanan ke alam membutuhkan ransel, kompor dan panci serta dilengkapi bahan bakar dan korek api kemudian berbekal bahan makanan. Dalam perjalanan dibutuhkan peta, kompas bahkan altimeter. Jika tidak ada, terpaksa hanya mengekor pelatih dan mempelajari arah tujuan dari tindakan pelatih. Tujuan perjalanan ini yang menimbulkan kebutuhan pembelajaran kemampuan panjat tebing, telusur gua, arung jeram, paralayang dan lainnya. Ini semua juga tergantung apakah alat tersedia di gudang organisasi, atau bisa dipinjam dari organisasi lain.

Jadi kurikulum diksar di setiap organisasi bahkan juga di satu organisasi pada waktu berbeda akan beda. Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan. Ketersediaan pelatih, lapangan berlatih antara lain.

Model berlatih atau pembelajaran juga berbeda. Umumnya terbagi dua mazhab. Mazhab Booth camp mirip seperti pondok pesantren singkat. Lainnya mazhab mirip kursus praktik kerja, kombinasi kelas dan lapangan pada jadwal yang terpisah. Booth camp biasa dilakukan pada organisasi dengan anggota umum dari berbagai kalangan atau inklusif, sedang kursus praktik kerja pada kampus dan sekolah di mana komunitasnya eksklusif.

Jika dirinci ada kesamaan pada booth camp dan kursus praktik kerja. Unit kompetensinya kadang sama karena yang mendasar yaitu hidup di alam terbuka dan mendaki gunung. Kesamaan lain adalah ada unsur pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pada model booth camp pembelajaran sikap lebih intensif karena mereka siang malam bersama sama. Model kursus praktik kerja diberikan saat berada bersama di lapangan yang bisa hanya pada weekend atau pada perjalanan long weekend mungkin juga mini ekspedisi yang bisa dua minggu saat liburan.

Biasanya skema kompetensi pada diksar mencakup unit unit kompetensi:

  • Melakukan Perjalanan Alam Terbuka (mencakup perencanaan perjalanan; navigasi; pengemasan peralatan perlengkapan dan perbekalan)
  • Melakukan Organisasi Pencinta Alam (mencakup pengenalan sampai pemahaman prinsip dan budaya organisasi; dasar pengelolaan (basic management);
  • Melakukan Hidup di Alam Terbuka (mencakup: bivak; memasak di alam terbuka; pengenalan kegiatan di alam terbuka: mendaki; panjat tebing; telusur gua; arung jeram dll)
  • Mengenal/Memahami Keselamatan Bertualang (mencakup K3 dalam kegiatan di alam secara umum untuk perjalanan dan hidup di alam terbuka, secara khusus untuk kegiatan teknis seperti mendaki, panjat tebing, telusur gua, arung jeram, berlayar, menyelam, paralayang, dll)
  • Melakukan Minimal Impact activities (mencakup pengenalan hingga pemahaman dasar dasar lingkungan hidup)

Mengurai Pelatihan Berbasis Kompetensi
Jika dasar unit kompetensi di atas sudah sesuai dengan tujuan rekrutmen sumberdaya manusia organisasi, maka semua unit kompetensi ini harus diurai apa pengetahuannya; bagaimana keterampilan yang didapat; dan harus seperti apa sikap dalam menjalankan kegiatan.

Mengurai Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap dari satu unit kompetensi memiliki acuan dari pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 258).

Ini contoh Unit Kompetensi Turun Tebing yang berasal dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) no 81 tahun 2024 tentang Pemandu Panjat Tebing.

KODE UNIT:          N.79PPT00.038.1

JUDUL UNIT:         Melakukan Turun Tebing (Rappel atau Abseil)

DESKRIPSI UNIT: Unit kompetensi ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam mengidentifikasi Turun Tebing (Rappel atau Abseil), melaksanakan Turun Tebing (Rappel atau Abseil), dan mengevaluasi Turun Tebing (Rappel atau Abseil)

ELEMEN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA
1. Mengidentifikasi Turun Tebing (Rappel atau

Abseil)

1.1  Asesmen jangkar, pengaman, back up, kebutuhan penambatan (belay) dan asesmen panjang tali, kunci tali temali pada ujung tali dan jalur turun dilaksanakan sesuai prosedur.

1.2  Tingkat ancaman ditetapkan sesuai prosedur.

1.3  Risk management pada tindakan Turun Tebing (Rappel atau Abseil) dilakukan sesuai prosedur.

2. Melaksanakan Turun Tebing (Rappel atau Abseil) 2.1  Alat Turun Tali (descender) pada sabuk pengaman tubuh dipasang sesuai pedoman pembuatan.

2.2  Penyambung alat Turun Tali (descender) ke tali pengaman diperiksa sesuai prosedur.

2.3  Pemeriksaan akhir jangkar dan kepastian ujung tali mencapai akhir Turun Tebing (Rappel atau Abseil) dilakukan sesuai prosedur.

2.4  Posisi tubuh saat turun pada berbagai permukaan tebing (vertikal, menggantung, dan

 

atap) dipastikan sesuai prosedur.

2.5  Penurunan dan penghentian pelaksanaan (descender) dilakukan sesuai prosedur.

2.6  Pengakhiran Turun Tebing (Rappel atau Abseil) dilakukan sesuai prosedur.

3. Mengevaluasi Turun Tebing (Rappel atau Abseil) 3.1  Tindakan Turun Tebing (Rappel atau Abseil) dianalisis dengan membandingkan hasil dengan rencana Turun Tebing (Rappel atau Abseil).

3.2  Perubahan tindakan melakukan Turun Tebing (Rappel atau Abseil) sebagai hasil evaluasi dilakukan sesuai prosedur.

3.3  Hasil evaluasi dikomunikasikan sesuai prosedur

 

2. Peralatan dan perlengkapan

 

2.1 Peralatan

2.1.1 Tali statik

2.1.2 Alat Tambat (Belay Device)

2.1.3 Descender

2.1.4 Karabiner

2.1.5 Sabuk Kekang (Harness)

2.1.6 Tali Pita (Webbing)

2.1 7 Prusik

2.1.8 Peralatan panjat pribadi

 

2.2 Perlengkapan
(Tidak ada.)

 

3. Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan

 

3.1 Pengetahuan

3.1.1 Teknik Panjat Tebing

3.1.2 Pemahaman alat turun tali (descender) sesuai petunjuk dan aturan produsen

3.1.3 Pengoperasian tali temali

3.1.4 Identifikasi Angkur (Anchor)

 

3.2 Keterampilan

3.2.1 Melakukan penambatan

3.2.2 Melakukan tali temali

3.2.3 Melakukan penguncian turun tebing

 

Sikap kerja yang diperlukan

 

 4.1 Waspada dalam melakukan pemasangan pengaman dan alat turun tali (descender) pada turun tebing

4.2 Teliti dalam melakukan penguncian turun tebing


Dari referensi seperti ini dalam pelatihan berbasis kompetensi pelatih akan menyusun metoda pembelajaran yang sesuai. Langkah kerja apa yang musti diketahui (pengetahuan), dikerjakan (keterampilan) dan bagaimana (sikap) seharusnya dilakukan semua mengacu pada dokumen di atas.

Elemen Kompetensi adalah langkah kerja yang harus mampu dilakukan agar dinyatakan kompeten. Kriteria Unjuk Kerja adalah kinerja yang harus dicapai dalam memahami dan melaksanakan langkah kerja yang sesuai.

Selain SKKNI no 81/2024, juga ada SKKNI no 74/2024 Pemandu Wisata Gunung dengan unit-unit kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi pendaki gunung, SKKNI 60/2024 Pemandu Arung Jeram, SKKNI 022/2024 Pemandu Gua, dan SKKNI 157/2019 Pemandu Paralayang. Materi menyusun diksar sekarang tinggal kopas alias copy paste. Masih perlu menambahkan materi budaya organisasi yang dibentuk. Ini agar walau berstandar tapi semua bisa memiliki ciri masing-masing. Ada organisasi dengan keterampilan standard hidup di alam terbuka dan keterampilan kegiatan di alam yang berbudaya ala militer. Ada yang budayanya komunitas kedaerahan, atau komunitas kampus. Di alamnya sama, menjalankan organisasinya berbeda.

Melaksanakan Pelatihan Berbasis Kompetensi
Prinsip pelatihan berbasis kompetensi adalah berdasarkan kebutuhan, multi entry dan multi exit, pelatih dan penilai hasil pelatihan berbeda (instruktur dan asesor); umumnya 30% teori dan 70% praktik.

Dalam menyusun kurikulum diksar perlu diketahui kebutuhan siswa pencinta alam. Bisa dengan melakukan pre-test, atau wawancara dengan menanyakan aspirasinya dalam memasuki organisasi pencinta alam. Jadi jika mantan Sispala masuk ke Mapala, kalau sudah kompeten dalam mendaki gunung,   dia bisa mengambil unit kompetensi arung jeram dan lainnya tanpa harus mengulangi pelatihan dasar mendaki gunung. Artinya kurikulum latihan dasar pencinta alam harus fleksibel.

Fleksibel ini diterjemahkan menjadi prinsip multi entry dan multy exit. Artinya siswa bisa masuk dan keluar pelatihan kapan saja, mulai dari mana saja, sesuai kebutuhannya. Ambil contoh siswa berasal dari Sispala tadi. Jika pada awal pelatihan materi dalam kurikulum adalah dasar-dasar mendaki gunung, maka  siswa ini tidak perlu ikut. Ia hadir dan belajar serta berlatih ketika materi mengenai arung jeram dan materi lainnya yang dia butuhkan saja. Begitu juga kebalikannya, jika materi dasar mendaki gunung diberikan pada akhir, maka siswa tadi tidak perlu ikut dan boleh langsung dilantik, atau paling tidak dinyatakan lulus ketika teman teman siswa masih berlatih mendaki.

Karena multi entry dan multy exit akan mudah jika kelulusan ditentukan bukan oleh pelatih tetapi oleh asesor. Bagi yang lebih dahulu selesai pelatihan bisa dilakukan asesmen oleh asesor, sementara yang lain tetap ditangani pelatih. Prinsip pelatih dan penguji berbeda juga untuk keadilan. Adil karena standard acuan sama, pelatih memberikan pembelajaran dan mengevaluasi hasil pembelajaran, sedang penguji mengases pengetahuan, keterampilan dan sikap calon anggota dengan standard sama.

Tugas pelatih menyusun kurikulum berdasarkan data kebutuhan siswa. Dalam penyusunan perlu dilakukan validasi dan ini bisa dilakukan oleh mereka yang nantinya ditunjuk sebagai asesor. Dalam penyusunan ini diberlakukan prinsip 30% teori dan 70% praktik.

Prinsip 30% teori dan 70% praktik dengan sendirinya cocok untuk kegiatan seperti hidup di alam terbuka,   pendakian gunung, panjat tebing, arung jeram, penelusuran goa, paralayang. Bukan hanya karena kegiatan kita ini masuk dalam psikomotorik yang memiliki resiko. Pembelajaran psikomotorik perlu repitisi yang umumnya minimal delapan kali, agar keterampilan bisa dilaksanakan lancar. Sedang untuk pengetahuan yang pertama dikenali, kedua diingat, dan ketiga dipahami hingga umumnya pengulangan tiga kali sudah bisa sampai pada salah satu tahap taksonomi Bloom ini. Intinya adalah 100% teori diberikan dalam nyaris sepertiga waktu pembelajaran, sedangkan 100% keterampilan diberikan dalam lebih dari dua pertiga waktu pembelajaran.

Satu kesimpulan yang perlu ditekankan adalah istilah diksar, jika memilih metoda Pelatihan Berbasis Kompetensi harus diubah menjadi latsar atau latihan dasar pencinta alam.

Kompetensi dalam Berkarir
Setelah kurikulum tersusun dan pembelajaran diberikan jangan melupakan dimensi kompetensi. Para asesor akan menguji asesinya dari task skill, task management skill, contingency skill, job role environment skill dan transfer skill. Jadi turun tebing tidak sekadar diases kemampuan rappelling di tebing alam, misalnya. Akan diuji, apa bisa menanggulangi masalah. Apa bisa melaksanakan keterampilan termasuk faktor pendukung lainnya. Dan keterampilan itu bagian apa dari kegiatan-kegiatan lain.

Aplikasi kompetensi pencinta alam paling mudah dari karir yang ditempuh. Berkarir itu artinya memiliki employability skill: Memimpin; Komunikasi; Bekerja sama; Berinisiatif; Belajar; Sadar teknologi; Menjalankan sesuai prosedur; Waspada dan teliti.

Aplikasi kompetensi pencinta alam akan dilakukan anggota organisasi ketika sudah dilantik. Mereka akan menjalankan kegiatan organisasi, melakukan ekspedisi, berekreasi petualangan, kerja sosial penanggulangan bencana atau pencarian korban di medan sulit.

Keterkaitan antara kompetensi di satu unit dengan employability skill bisa seperti ini: Dimensik kompetensi turun tebing adalah:

  • Task Skill: Melakukan penambatan, tali temali, penguncian turun tebing, identifikasi angkur
  • Task Management Skill: Pengoperasian Tali Temali, Pemahaman alat, teknik panjat tebing
  • Contigency Management Skill: Jika ada kesalahan bisa memperbaiki
  • Job Role Environment Skill: Bisa menurunkan diri sesuai prosedur di Sabhawana
  • Transfer Skill: Bisa melakukan turun tebing di gedung sekolah, di tebing alam. Employability Skill yang mengacu pada kompetensi turun tebing adalah:
  • Memimpin giat turun tebing;
  • Komunikasikan cara turun tebing;
  • Bekerja sama dengan adik angkatan, kakak pelatih;
  • Berinisiatif latihan dengan SISPALA lain;
  • Belajar turun tebing, juga belajar panjat tebing;
  • Sadar teknologi alat turun tebing;
  • Menjalankan turun tebing sesuai prosedur organisasi;
  • Bersikap Waspada dan teliti dalam turun

Penutup
Saya dan sahabat saya yang belajar turun tebing ketika Sispala sama-sama masuk Mapala dan kembali  harus mengulang latihan turun tebing. Diksar kami belum latsar dan bukan Pelatihan Berbasis Kompetensi. Tentu saja kami berdua lebih kompeten pada turun tebing dan kemungkinan karena ini kami berdua dinilai organisasi kami bisa menjadi anggota.

Entah apakah waktu itu dimensi kompetensi kami dalam turun tebing, hidup di alam terbuka, mendaki gunung, arung jeram dan perjalanan panjang sudah tercapai?

Kami hanya mengikuti program dan berusaha memahami, melakukan dan bersikap sebisa kami. Kadang ditegur pelatih karena ada kesalahan. Juga dipuji karena kami berani dengan sikap tak acuh menuruni tebing padahal berharap dilihat teman lain sebagai cool.

Apa pun kami berdua setelah dilantik tetap tekun di kegiatan alam terbuka. Saya lebih intens dari sahabat saya karena setelah kuliah saya menjadi wartawan dan banyak dapat kesempatan untuk mendaki dibiayai kantor. Sahabat saya aktif di kegiatan sosial masyarakat pada bidang kesejahteraan dan lingkungan hidup. Ia bergiat di desa-desa Irian sampai ganti nama jadi Papua.

Saya sendiri merasa dari pelatihan pencinta alam saya menjadi kompeten dan berhasil memiliki employability skill hingga beberapa puluh tahun dalam hidup saya ada organisasi yang mau mempekerjakan saya. Sahabat saya pun begitu, dipekerjakan dan bahkan mempekerjakan diri sendiri sebagai social enterpreuner.

Artinya, saya pencinta alam dan saya kompeten. (ads).

 

Editor || Ahyar Stone, WI 21021 AB

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.