Seminar Membentuk Generasi Unggul dari Kemurnian Air Hujan di SMKN 5 Yogyakarta

WartapalaIndonesia.com, JOGJAKARTA – SMKN 5 Yogyakarta menggelar seminar bertajuk “Membentuk Generasi Unggul dari Kemurnian Air Hujan” di Ruang Pertemuan 2 sekolah tersebut. Pada 5 Maret 2025.

Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan, serta mendukung program pengembangan Adiwiyata. 

Kepala SMKN 5 Yogyakarta dalam sambutannya menyampaikan harapan agar sekolah dapat segera mengaplikasikan konsep pemanfaatan air hujan.

Sementara itu, Ketua Komite Sekolah menekankan pentingnya setiap jurusan memiliki Instalasi Pengolahan Air Hujan (IPAH) dengan dukungan penuh dari para pengajar.

Acara ini juga menjadi momen pertama bagi para guru untuk melakukan pengecekan kualitas air sumur yang mereka bawa dari rumah masing-masing. 

Sebelumnya, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, dan beberapa guru SMKN 5 Yogyakarta telah berkunjung ke Sekolah Air Hujan Banyu Bening pada 20 Februari 2025, untuk mempelajari lebih dalam tentang pemanfaatan air hujan.

Kunjungan tersebut memberikan wawasan baru mengenai teknik pengelolaan air hujan yang efisien, sehingga akhirnya mereka mengundang Sri Wahyuningsih (founder Sekolah Air Hujan Banyu Bening) sebagai pembicara dalam seminar ini agar ilmu yang didapat bisa dibagikan kepada lebih banyak orang di lingkungan sekolah. 

Kualitas Air Hujan
Sri Wahyuningsih, yang akrab disapa yu Ning, menjelaskan alasan mengapa air hujan menjadi pilihan penting dalam menghadapi krisis air. Dia menyoroti dampak perubahan iklim yang menyebabkan keterbatasan air di berbagai daerah, termasuk contoh nyata warga yang harus menunggu hingga empat jam untuk mendapatkan air. 

Sri Wahyuningsih juga membagikan kisah seorang guru bernama Sutarno yang selama 10 tahun mengonsumsi air hujan tanpa masalah kesehatan. Namun, setelah berpindah tempat tinggal dan menggunakan air sumur, kebutuhan airnya meningkat drastis hingga 3.000 liter per bulan. Kasus ini menjadi gambaran nyata bagaimana konsumsi air tanah yang berlebihan dapat memicu krisis air bersih. 

Salah satu poin utama dalam seminar ini adalah pentingnya pengelolaan air yang bijak. Dibahas pula perbandingan antara air hujan, air tanah, dan air sumur, di mana air tanah sering kali mengandung partikel berbahaya akibat limbah domestik dan industri. 

Selanjutnya, peserta seminar disajikan video dokumenter “Menambang Langit”, yang menggambarkan perjuangan masyarakat dalam mendapatkan air bersih serta cara-cara pengelolaan air yang efisien. 

Sri Wahyuningsih memperkenalkan konsep 5M, yaitu Menampung, Mengolah, Minum, Menabung, dan Mandiri. Proses penampungan air hujan yang baik memerlukan wadah bersih yang tertutup rapat dan terlindung dari sinar matahari. Sebelum ditampung, air hujan sebaiknya dibiarkan turun selama 10-15 menit agar partikel polusi tidak ikut terkumpul. 

Dalam sesi ini, dijelaskan kandungan kimia dan fisika air hujan berdasarkan standar Kementerian Kesehatan tahun 2017. Secara mikrobiologi, air hujan tidak mengandung bakteri E. coli.

Kemudian, dilakukan demonstrasi penggunaan alat elektrolisa air hujan untuk memisahkan kandungan asam dan basa dalam air hujan. Air dengan kandungan basa dapat dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari, sementara air dengan kandungan asam dapat dimanfaatkan untuk pengobatan luar. 

Peserta yang terdiri dari guru-guru yang sebelumnya diminta membawa sampel air dari rumahnya masing-masing melakukan pengecekan menggunakan alat TDS Tester. Hasil menunjukkan bahwa air sumur memiliki kandungan partikel tinggi, dengan rata-rata di atas 100ppm, sementara air hujan hanya 3 ppm, yang menunjukkan tingkat kemurnian yang lebih tinggi. 

Dalam sesi tanya jawab, Gushari mengajukan pertanyaan mengenai status air hujan sebagai air sadar serta kandungan karbonat dan bikarbonatnya. Kualitas Air Hujan menjelaskan bahwa air hujan memiliki kandungan mineral yang sangat sedikit dan dapat dikategorikan sebagai air mineral dengan paparan minimal. 

Sebagai penutup, para guru dibagi menjadi empat kelompok untuk melakukan praktik pemasangan alat penampungan air hujan dan alat elektrolisa air hujan. Antusiasme para peserta terlihat jelas dalam sesi ini, di mana mereka aktif berdiskusi dan mencoba alat-alat yang disediakan. 

Komite Sekolah, Sudarsono, S.H., M.Hum., menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan inisiatif sekolah dan komite akan membuat satu rujukan alat sebagai contoh edukasi bagi guru, siswa, dan orang tua.

“Semoga kegiatan ini membawa berkah dan menjadi panutan bagi orang tua siswa. Adanya air hujan ini diharapkan dapat memberikan kesehatan dan keberlimpahan rezeki bagi kita semua. Saya juga berterima kasih kepada Bu Ning dari Banyu Bening yang telah berbagi edukasi dengan kami. Semoga ilmu ini bisa kami teruskan kepada masyarakat luas,” ungkapnya. 

Sementara itu, Kepala Sekolah, Sihono, S.Pd, menegaskan pentingnya implementasi alat pemanen air hujan di sekolah.

“Diharapkan sekolah dapat membuat alat ini sebagai contoh bagi guru dan orang tua siswa di rumah, dimulai dari pemasangan talang hingga instalasinya. Mungkin nanti bisa dikembangkan di beberapa tempat di setiap jurusan,” ujarnya. (*).

Kontributor || Ainaya Nurfadila
Editor || Nindya Seva Kusmaningsih, WI 160009

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.