Sketsa TWKM ke-32 Mahasiswa Pecinta Alam se-Indonesia

Caption foto: Foto bersama usai kegiatan TWKM ke 32 berlangsung. (WARTAPALA INDONESIA/ Rahmad Rizki)

Wartapalaindonesia.com, PERSPEKTIF – Mahasiswa Pencinta Alam merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berorientasi pada kecintaan alam serta lingkungan. Dengan orientasinya tersebut, Mahasiswa Pencinta Alam atau biasa disebut Mapala, memiliki fokus pada kegiatan sosial untuk melindungi berlangsungnya kehidupan alam serta lingkungan.

Unit kegiatan para mahasiswa yang berada di seluruh penjuru tanah air ini, juga memiliki pertemuan besar yang rutin digelar setiap tahun, yaitu Temu Wicara Kenal Medan (TWKM) Mapala Indonesia. TWKM merupakan satu dari sekian banyak kegiatan Mapala tingkat Perguruan Tinggi se-Indonesia yang dapat menjembatani arus informasi antar Mapala sekaligus sebagai ajang silahturahmi.

TWKM menjadi bagian penting dari kegiatan anggota Mapala dalam menyamakan visi dan misi antar organisasi, yang dituntut memliki kepedulian terhadap lingkungan serta kondisi sosial.

Kegiatan ini berawal dari acara Kemah Bakti Mapala se-Jawa dan Bali yang digelar pada 1987 oleh UPL Unsoed. Perhelatan itu juga dihadiri oleh perwakilan Bidang Kemahasiswaan Direktorat Pendidikan Tinggi dalam acara sarasehan. Kala itu, para anggota Mapala yang hadir ditantang untuk membuat kegiatan berskala nasional, sehingga lahirlah TWKM di setiap tahunnya.

Pada TWKM tahun ini, yang berhasil menarik perhatian adalah bahasan mengenai ekosistem laut. Pencemaran dan kerusakan ekosistem laut menjadi motivasi besar lantaran mesti dikendalikan.

Musababnya, pencemaran air laut dapat mengurangi pemanfaatan air tersebut. Jumlah limbah yang mencemari laut di Indonesia ini semakin lama kian bertambah dengan volume terus membesar, salah satunya adalah sampah plastik.

Ancaman kerusakan ekosistem laut juga disebabkan oleh tingginya pencemaran industri, reklamasi pantai, dan pengasaman laut akibat dampak perubahan iklim.

Pada TWKM ke-32 yang dihelat di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan tuan rumah Mapala Khaniwata Universitas Siliwangi Tasikmalaya mengusung tema “Konsistensi Mahasiswa Pecinta Alam di Tengah Pandemi Terhadap Penyelamatan Ekosistem Laut”.

Pertemuan besar Mapala Indonesia ke XXXIII itu berlangsung selama sepekan, berakhir pada 12 Juni 2022. Kegiatan TWKM ini sempat tertunda selama dua tahun lantaran pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan seluruh negara di dunia.

Meski sempat ditunda selama dua tahun, kegiatan ini ternyata diwarnai beragam kekurangan. Padahal  mahasiswa pecinta alam dari ujung-ujung pelosok negeri ini  hadir dalam pertemuan ini.

Menilik Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional dan SK Mendikbud RI Nomor 155 tahun 1998 tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan Perguruan Tinggi, ternyata tidak terimplementasi dengan baik.

Para anggota Mapala menilai aturan-aturan tersebut tidak sejalan dengan realisasi yang mereka rasakan. Ironisnya, para anggota Mapala juga tidak diberi hak yang semestinya didapatkan. Padahal mereka yang hadir dari ujung negeri berikrar serta menyatakan diri memerangi kerusakan alam dan lingkungan yang menjadi tugas bersama seluruh lapisan masyarakat NKRI.

Kehadiran pemerintah dalam kegiatan ini tentunya memiliki peran yang sangat penting sebagai motivasi para anggota Mapala. Sayangnya, saat ini pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbud, seakan tak peduli dan terkesan memandang sebelah mata peran penting Mapala Indonesia yang terus melakukan edukasi lingkungan dan mengawal advokasi kerusakan lingkungan.

Kekecewaan terhadap pemerintah pusat muncul dibenak para anggota Mapala, termasuk penulis selaku putra daerah Aceh sangat merasakan tidak mendapatkan hak yang diatur Undang-undang dan Surat Keputusan Menteri, padahal pertemuan ini sempat ditunda dua tahun.

Kami melihat dan merasakan langsung, bagaimana konsep dan jalannya acara yang dilaksanakan panitia pelaksana selama enam hari tidak maksimal. Padahal anak-anak bangsa ini berkumpul dari Sabang hingga Merauke untuk berdiskusi dan menciptakan kesempatan dalam berperan untuk menjaga lingkungan hari ini.

Pertanyaannya, apakah pemerintah pusat sebagai penjamin hak dalam pendidikan  sudah melakukan itu dengan baik? Saya rasa, tidak. Karena saya merasakannya beberapa hari lalu, peran dari pemerintah pusat yaitu Kemendikbud tidak hadir untuk mendukung secara penuh.

Harapan penulis, sebaiknya pemerintah mengutamakan hak-hak pendidikan, terutama Mapala di seluruh Indonesia, karena apabila pemerintah terus-menerus tidak hadir, akan memunculkan rasa kekecewaan yang amat besar dari generasi penerus yang akan membangun bangsa ini di masa depan.

Kontributor || Rahmad Rizki (Paddle), Ketua Umum Mahasiswa Gajah Putih Pecinta Alam (MAHAGAPA) Universitas Gajah Putih Aceh

Editor || Nindya Seva Kusmaningsih, WI 160009

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.