Caption Foto : Peserta Munas SARMMI saat mengaplikasikan HIRADC dan JSA melalui permainan. Dipandu Fadlik Al Iman (seragam biru, tengah). Menurutnya relawan wajib paham dua konsep keselamatan ini. (WARTAPALA INDONESIA/Dok. SARMMI)
WartapalaIndonesia.com,Purwokerto – Prinsif dasar yang harus dikedepan oleh relawan yang terjun ke lokasi bencana adalah safety first. Atau utamakan keselamatan.
Agar prinsif dasar tersebut dapat direalisasikan, relawan bencana alam wajib paham HIRADC (Risk Assesment and Determining Control).
Demikian kata Fadlik Al Iman, saat mengisi Workshop Perlunya HIRADC & JSA Bagi Relawan. Di Auditorium Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Pada Minggu, 7 Agustus 2022.
Fadlik merupakan Ketua Bidang Operasional SARMMI (SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia). Dia juga anggota STACIA UMJ, dan pemegang sertifikat HIRADC yang dikeluarkan BNSP.
Tampil pula sebagai narasumber workshop adalah Ahyar Stone. Dia seorang jurnalis, dan telah memimpin Operasi Kemanusiaan SARMMI di sejumlah bencana alam di tanah air.
Diterangkan oleh Fadlik, HIRADC merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan identifikasi terhadap bahaya, risiko, dan penentuan pengendalian atas suatu bahaya yang terdapat di lingkungan kerja maupun area rawan bencana.
Para relawan kemanusiaan, terutama relawan SARMMI yang senantiasa memilih lokasi bencana alam yang terpencil dan terisolir, harus terlatih dalam melakukan penilaian resiko, serta bagaimana menanggulanginya.
“Di lokasi bencana, tim kemanusiaan SARMMI dikenal publik sebagai relawan garis depan. Meski begitu, semua relawan SARMMI tetap wajib memahami tuntas HIRADC. Hal ini untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi,” terang Fadlik.
Selain HIRADC tambah Fadlik, para relawan juga wajib paham JSA.
JSA atau Job Safety Analysis, adalah teknik manajemen keselamatan yang fokusnya pada identifikasi bahaya yang berhubungan dengan rangkaian pekerjaan atau tugas yang dilakukan. Khususnya di lokasi bencana.
“Dengan paham HIRADC dan JSA, maka relawan yang terjun ke lokasi bencana akan diuntungkan oleh dua hal. Yaitu cerdas dalam bertindak, serta kian maksimal membantu korban bencana alam,” jelas Fadlik.
Guna mengaplikasikan langsung HIRADC dan JSA, Fadlik juga mengajak peserta workshop melakukan beberapa bentuk permainan yang menyenangkan.
Permainan itu, dapat pula dipakai saat relawan SARMMI menyelenggarakan psikososial di lokasi bencana.
Sementara itu, Ahyar Stone menilai, HIRADC dan JSA merupakan kebutuhan dasar bagi relawan bencana alam di Indonesia. Lebih-lebih bagi relawan SARMMI yang cenderung memilih lokasi bencana yang memiliki resiko tinggi.
Di kesempatan ini Ahyar menampilkan film dokumenter tim SARMMI saat di terjun di bencana gempa Mamuju Sulawesi Barat, dan gempa Pasaman Sumatera Barat.
“Kendati terjun ke lokasi yang sama-sama dilanda gempa, tetapi yang dilakukan tim relawan SARMMI di Mamuju berbeda dengan yang dilakukan di gempa Pasaman,” kata Ahyar.
Perbedaan itu muncul jelas Ahyar, lantaran kebutuhan masing-masing lokasi gempa juga berbeda. Meski demikian, tingkat resiko yang dihadapi relatif sama.
“Tim SARMMI yang terbiasa berada di lokasi bencana yang beresiko tinggi, tetap perlu paham HIRADC dan JSA. Hal ini juga untuk menjaga marwah SARMMI yang terlanjur dikenal masyarakat sebagai relawan garis depan,” pungkas Ahyar.
Workshop Perlunya HIRADC & JSA Bagi Relawan, merupakan salah satu sesi acara Munas SARMMI. Munas diikuti oleh utusan Mapala dari berbagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Indonesia.
Munas diselenggarakan pada Jumat hingga Minggu, 5-7 Agustus 2022. Pelaksana Munas SARMMI adalah Mapsa Universitas Muhammadiyah Purwokerto. (AZ)
Kontributor ||Nur Azizah, WI 21023 AB
Editor || Nindya Seva Kusmaningsih, WI 160009
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)