17. Membuat Sekolah Darurat dan Batas Pelaksanaannya

Wartapalaindonesia.com, EDUKASI – Artikel ini merupakan isi bab ketiga dari buku “Cara Menjadi Relawan Garis Depan di Lokasi Gempa”. Bab tiga berjudul Kegiatan kemanusiaan di Desa Focus Area. Berisi 14 artikel (nomor 14 hingga 28).

Buku ini ditulis oleh Ahyar Stone. (Pemimpin Redaksi Wartapala. Anggota Dewan Pengarah SARMMI). Terbit pertama Januari 2024. Penerbit Jasmine Solo, Jawa Tengah. Buku ini diterbitkan atas kerja sama Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Wartapala, SARMMI. Selamat membaca. (Redaksi).

a. Tujuan Membuat Sekolah Darurat
Saat terjadi gempa, sekolah diliburkan. Ada sekolah yang diliburkan karena gedungnya ambruk. Ada yang libur karena gurunya menjadi korban gempa dan mengungsi di tempat yang jauh. Ada sekolah libur karena akses siswa ke sekolah tertimbun longsor.

Banyak pula sekolah yang diliburkan karena kombinasi semua hal di atas.

Jangka waktu libur sekolah di kejadian gempa, cenderung tidak menentu. Bisa selama fase tanggap darurat atau kurang dari itu. Keputusan kapan sekolah kembali aktif, ada di tangan pemerintah daerah dan pihak sekolah bersangkutan.

Tentu yang paling merasakan dampak terhentinya proses belajar di sekolah adalah siswa SD dan SMP. Terutama siswa yang bermukim di desa terpencil dan terisolir.

Siswa yang tinggal di perkotaan — meski juga merasakan efek gempa — tetapi mereka relatif lebih baik. Di perkotaan ada banyak pilihan fasilitas untuk mereka bermain sebagai pengisi waktu libur. Sedangkan di desa terpencil dan terisolir, fasilitas untuk anak bermain nyaris tak ada.

Untuk mengisi waktu luang selama libur gempa, anak-anak di desa terpencil dan terisolir biasanya keluyuran ke sana kemari. Sebagian bermain di puing rumah yang rusak berat. Hal ini tentu membuat khawatir orang tuanya di pengungsian.

Agar anak-anak tak keluyuran di tempat berbahaya, relawan garis depan perlu membuat sekolah darurat di desa focus area.

Membuat sekolah darurat dimaksudkan pula untuk menjaga semangat belajar mereka. Sekolah darurat juga berfungsi sebagai bentuk dukungan psikososial bagi anak-anak.

Selain itu, dengan adanya sekolah darurat, maka secara langsung relawan garis depan telah berpartisipasi mengurangi beban orang tua siswa. Khususnya ibu mereka.

Di kejadian gempa, ibu-ibu adalah kelompok yang paling banyak pekerjaan. Meski tinggal di pengungsian, ibu-ibu masih masak, mencuci pakaian semua anggota keluarga, menjaga anak-anaknya dan membereskan urusan domestic lainnya. Dengan berkumpulnya anak-anak di sekolah darurat, pekerjaan harian ibu-ibu jadi berkurang.

b. Peserta dan Pengajar Sekolah Darurat
Peserta sekolah darurat adalah siswa SD hingga SMP. Tetapi jika siswa SMP jumlahnya banyak, adakan kelas tersendiri.

Perbedaan usia siswa dalam kelas di sekolah darurat jangan terlalu lebar. Kalau jarak usia siswa terlalu lebar, ada kemungkinan siswa yang lebih besar akan mendominasi kegiatan. Dikarenakan siswa yang lebih besar biasanya lebih cepat memahami pelajaran sehingga lebih cepat memberikan respon.

Jika di desa bersangkutan banyak anak-anak yang dulunya peserta PAUD, relawan garis depan dapat pula menyelenggarakan PAUD darurat.

Pengajar di sekolah darurat adalah relawan garis depan. Kalau di desa bersangkutan ada guru, ajak mereka mengelola sekolah darurat.

Guru pasti paham dan mengenal siswa sekolah di desanya. Hal ini sangat membantu relawan garis depan melaksanakan sekolah darurat.

Bila di desa focus area tak ada guru, tetapi ada beberapa siswa SMA. Mereka bisa diajak mengelola sekolah darurat. Ini psikososial juga untuk mereka.

16. Trauma Healing atau Psikososial?


c. Lokasi dan Fasilitas Sekolah Darurat

Sekolah darurat dapat diselenggarakan di halaman rumah warga yang teduh.

Dapat pula dilaksanakan di posko kemanusiaan relawan garis depan. Bisa juga dilakukan di tempat lain yang aman dan mudah dijangkau anak-anak.

Seandainya di desa terisolir dan terpencil yang didampingi relawan garis depan ada sekolah, halamannya bisa dimanfaatkan sebagai lokasi sekolah darurat. Kerja sama dengan pihak sekolah.

Agar proses belajar mengajar di sekolah darurat nyaman, relawan garis depan perlu menyediakan alas duduk untuk siswanya. Misalnya selembar terpal ukuran lebar, atau beberapa helai karpet plastik.

Siapkan pula white board ukuran sedang sebagai papan tulis. Alat tulisnya spidol white board warna hitam dan beberapa spidol warna lain.

Kalau kesulitan mencari white board, relawan garis depan dapat memakai beberapa lembar kertas HVS yang disatukan dengan lakban. Gunakan sebagai pengganti white board.

Semua siswa diberi buah buku tulis, buku gambar dan alat tulis. Kalau ada biaya, belikan mereka buku mewarnai berikut crayonnya.

Untuk menyemangati siswa sekolah darurat belajar, relawan garis depan dapat menyediakan air mineral dan makanan ringan.

d. Materi Sekolah Darurat
Seperti yang sudah disinggung di muka, sekolah darurat juga bentuk dukungan psikososial anak. Dukungan psikososial pada anak dapat dilakukan melalui beberapa bentuk kegiatan. Ada kegiatan yang berbentuk rekreasional seperti fun game. Ada yang berbentuk edukasi yang diberikan melalui materi pelajaran di sekolah darurat.

Materi yang disajikan di sekolah darurat adalah yang ringan-ringan. Kalau relawan garis depan hendak memberikan pertanyaan ke siswa, jangan ada jawaban dari pertanyaan tersebut berupa benar atau salah. Tetapi berupa jawaban tidak pernah, kadang-kadang dan sering.

Untuk materi menggambar, tak usah menyuruh siswa menggambar objek yang sama. Misalnya semua siswa diwajibkan menggambar mobil. Biarkan siswa menggambar secara bebas, umpamanya menggambar ikan, pohon kelapa atau objek lain di sekitar mereka. Rangsang siswa mengeksplorasi kreativitasnya.

Siswa tak usah diberi tugas (PR) yang harus diselesaikan di pengungsian. Siswa sekolah darurat di lokasi gempa tak usah dibebani oleh hal seperti ini.

Materi lain yang tepat diberikan ke siswa sekolah darurat adalah bercerita. Cerita yang disampaikan relawan garis depan tentunya bukan cerita menyedihkan yang menguras air mata.

Tetapi cerita atau kisah sederhana yang mudah dipahami dan mengandung nilai-nilai yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi. Untuk jaman sekarang, kisah seperti ini disebut kisah yang menginspirasi.

Suasana sekolah darurat tak boleh kaku dan mencekam. Oleh karena itu materi sekolah darurat perlu diselingi dengan menyanyi dan bermain. Ini dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang menyenangkan.

Cara lain adalah dengan menyelipkan edukasi kebencanaan. Misalnya tindakan cepat yang harus diambil siswa tatkala ada gempa susulan. Lalu ajak siswa melakukan simulasi secara individu. Kemudian simulasi berkelompok.

e. Pelaksanaan dan Batas Sekolah Darurat
Sekolah darurat dilaksanakan pada pagi hari. Tetapi jangan terlalu pagi. Sebagai patokan, misalnya masuk sekolah sebelum terjadi gempa adalah jam 07.00. Sekolah darurat dapat dimulai jam 08 .00 atau 08. 30.

Siswa tak perlu diwajibkan mandi sebelum ke sekolah darurat. Pada pagi hari di pengungsian, warga sudah antri ke kamar mandi darurat yang jumlahnya terbatas.

Saluran air bersih di desa korban gempa, biasanya banyak yang rusak. Hal inilah yang memicu terjadinya krisis air bersih di sana. Anda jangan heran bila bertemu warga yang beberapa hari belum mandi. Tidak mewajibkan siswa mandi sebelum berangkat ke sekolah darurat, merupakan keputusan bijaksana.

Sekolah darurat berakhir ketika sekolah formal mulai aktif. Sering terjadi — karena libur sekolah di bencana gempa tidak menentu — sekolah formal belum dimulai tetapi relawan garis depan harus pulang dari desa yang didampingi.

Terhadap masalah ini, solusinya adalah menyerahkan pengelolaan sekolah darurat ke guru yang diajak menyelenggarakan sekolah darurat. Atau diserahkan ke siswa SMA yang ikut mengelola sekolah darurat.

Itulah alasan lain melibatkan guru dan siswa SMA, yaitu untuk menjaga keberlangsungan sekolah darurat selama sekolah formal belum aktif. (as).

Foto || SARMMI (SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia)
Editor || Danang Arganata, WI 200050

Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.