Wartapalaindonesia.com, EDUKASI – Artikel ini merupakan isi bab ketiga dari buku “Cara Menjadi Relawan Garis Depan di Lokasi Gempa”. Bab tiga berjudul Kegiatan Kemanusiaan di Desa Focus Area. Berisi 14 artikel (nomor 14 hingga 28).
Buku ini ditulis oleh Ahyar Stone. (Pemimpin Redaksi Wartapala. Anggota Dewan Pengarah SARMMI). Terbit pertama Januari 2024. Penerbit Jasmine Solo, Jawa Tengah. Buku ini diterbitkan atas kerja sama Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Wartapala, SARMMI. Selamat membaca. (Redaksi).
a. Tujuan Mendirikan Masjid Darurat
Kategori kerusakan masjid di lokasi gempa, sama dengan kategori kerusakan rumah warga. Ada yang rusak ringan, sedang dan berat.
Kalau di desa focus area muncul rencana mendirikan masjid darurat, maka masjid darurat diprioritaskan bagi masjid atau mushola di desa focus area yang rusak berat. Masjid yang rusak berat, pasti tak bisa dipakai warga beribadah.
Tujuan mendirikan masjid darurat adalah memulihkan kegiatan ibadah di desa focus area. Terkait tujuan inilah, maka masjid darurat diprioritaskan untuk masjid rusak berat. Agar kegiatan ibadah di sana pulih.
Untuk masjid kategori rusak ringan, tak perlu dibuatkan masjid darurat. Masjid rusak ringan masih bisa dipakai warga untuk beribadah. Hanya saja warga takut masuk masjid. Warga masih khawatir berada di ruangan tertutup.
Demikian halnya dengan masjid rusak sedang, tak perlu dibuatkan masjid darurat.
Tetapi kalau warga minta dibuatkan masjid darurat, relawan garis depan sebaiknya memenuhi permintaan ini. Warga mungkin perlu waktu untuk merenovasi masjid di desanya yang rusak sedang. Untuk sementara waktu, warga dapat beribadah di masjid darurat.
b. Desain dan Lokasi Masjid Darurat
Prinsif mendirikan masjid darurat, sama dengan mendirikan hunian darurat. Yaitu dilakukan gotong royong relawan garis depan dan warga. Bahan masjid darurat berasal dari material masjid rusak berat yang masih bisa dipakai.
Relawan garis depan akan menyediakan alat pertukangan dan memenuhi kekurangan material.
Cara merobohkan masjid lama yang rusak berat, juga sama dengan cara merobohkan rumah warga yang akan membangun hunian darurat.
Desain dan ukuran masjid darurat yang hendak didirikan, sebaiknya diserahkan ke warga. Demikian pula pilihan lokasi mendirikannya masjid darurat, serahkan sepenuhnya ke warga. Biarkan warga rembukan sesuai kebiasaan mereka tatkala mengambil keputusan bersama yang menyangkut desa mereka.
Sebagai pihak yang bakal memakai masjid darurat, warga tentu paham situasi yang membuat mereka nyaman beribadah di desanya. Lantaran inilah tiap desa bisa saja punya keputusan berbeda dalam memilih lokasi masjid darurat.
Ada desa yang warganya sepakat mendirikan masjid darurat di lahan kosong sebelah masjid lama. Ada warga desa lain yang memilih mendirikan masjid darurat di pondasi masjid lama.
c. Masjid Darurat Dibuat Sebaik Mungkin
Bahan untuk membuat masjid darurat ada beberapa macam. Bila masjid lama hanya rusak sedang, masjid darurat yang didirikan cukup menggunakan terpal dan tiang bambu.
Sedangkan bila masjid lama rusak berat, bahan bangunan masjid darurat tak cukup hanya terpal dan bambu. Perlu material lain yang berkualitas.
Bahan berkualitas diperlukan karena warga perlu waktu lama untuk membangun masjid baru. Biaya membangun masjid baru yang permanen tentu besar. Sementara ekonomi warga belum sepenuhnya pulih. Kalaupun warga punya uang, prioritas utama warga adalah membangun rumah dan membeli perabotan.
Lantaran itulah masjid darurat yang dibangun, perlu dibuat sebaik mungkin dengan bahan yang berkualitas, agar dapat bertahan lama.
Misalnya dindingnya dari tripleks atau papan. Tiangnya dari kayu yang kokoh. Bahan seperti ini dapat diperoleh dari majid lama. Jika bahan masih kurang atau tidak ada sama sekali, relawan garis depan yang memenuhinya.
Lengkapi masjid darurat yang didirikan dengan toilet darurat, berikut ember besar dan gayungnya. Sediakan pula kran untuk wudhu.
Pasang pula penerangan di dalam dan di luar masjid darurat. Podium lama kalau tak bisa dipakai, buat podium sederhana dari papan.
Relawan garis depan perlu pula memberi bantuan seperangkat alat pengeras suara. Pengeras suara yang lama biasanya tak bisa dipakai karena tertimpa puing, atau rusak karena berhari-hari kehujanan.
Agar warga nyaman beribadah, relawan garis depan perlu pula memberi bantuan tikar atau karpet. Serta, beberapa buah mukena, kain sarung dan Al Qur’an sebagai inventaris masjid darurat.
Mengerjakan masjid darurat — mulai dari merobohkan — biasanya selesai dalam 5 sampai 7 hari.
d. Ceremonial Dengan Pengajian
Setelah masjid darurat selesai didirikan, langkah berikutnya adalah mengajak warga kembali beribadah di masjid.
Untuk “ceremonial”, relawan garis depan dan warga yang didampingi dapat menyelenggarakan pengajian. Undang tokoh agama atau ustadz dari daerah setempat untuk mengisi pengajian. Jika memungkinkan undang pula pejabat daerah. Mereka biasanya bersedia hadir.
Hari berikutnya selenggarakan sholat jumat seperti biasa di masjid darurat. Kalau bertepatan dengan bulan Ramadhan, sholat taraweh bisa dilakukan di sana.
Masjid darurat dapat pula difungsikan oleh relawan garis depan sebagai lokasi TPA darurat anak-anak di desa focus area. (as).
Foto || SARMMI (SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia)
Editor || Nindya Seva Kusmaningsih, WI 160009
Kirim tulisan Anda untuk diterbitkan di portal berita Pencinta Alam www.wartapalaindonesia.com || Ke alamat email redaksi Wartapala Indonesia di wartapala.redaksi@gmail.com || Informasi lebih lanjut : 081333550080 (WA)